Meja Yang Dingin

197 3 1
                                    

Aku membuka mata, perlahan.. dan  melihat jari - jari tangan kananku ku bergetar dan tak terkendali. Dingin...

Aku baru menyadari tubuhku menggigil. Aku bahkan dapat mendengarkan suara gigiku yg bergemeretak. Aku mencoba untuk memalingkan kepala ke sisi lain untuk melihat dengan jelas isi ruangan berdinding putih bersih ini, tapi tidak berhasil, aku merasa tidak memiliki daya, hanya dapat menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas, untuk menyadari bahwa ada kain berwarna hijau muda yang membentang tepat dibawah daguku dan menghalangi pandanganku sehingga tidak dapat melihat bagian tubuhku sendiri dari leher kebawah.

Ada yang terasa menggelitik diantara lubang hidungku, seperti pipa plastik yang sangat kecil yang membuat ku merasakan sensasi dingin udara yang kuhirup saat bernafas.

Aku dapat merasakan badanku terbaring tak berdaya diatas meja yang sedingin es kutub utara.

"Menurutmu lebih baik coklat atau bunga ya Jean untuk kado Valentine istriku nanti?" Aq mendengar suara laki - laki paruh baya berbicara. dibalik kain hijau yang terbentang di depan wajahku ini.

Menyusul suara perempuan yang dari suaranya aku fikir berumur sekitar 25 sampai 28 tahunan

" Saya sangat yakin kalau istri dokter  lebih suka kado Bunga sih, apalagi kalau Bunga Bank Dok... "

Lalu aku mendengar suara tawa ringan beberapa orang.

Seriously?? Mereka saling berbicara dengan santai dan bercanda saat aku merasa terkapar tak berdaya diantara hidup dan mati??

Aku rasa lebih dari 2 orang, mungkin 3 atau 5 orang yang berada dibalik kain hijau ini. Entahlah...

Dan tiba - tiba aku dikejutkan oleh wajah yang yang tertutup masker hijau senada dengan baju panjang yang dikenakannya, dia mendekatkan wajahnya kewajahku dan bertanya.

"Nyonya Anggita, apakah anda baik - baik saja? "

Aku tidak bergeming menatap wajahnya. Dia mengulangi pertanyaan yang sama. "Apakah anda baik - baik saja? "

"Ya... " Jawabku lirih dengan bibir yang bergetar

Aku baik - baik saja! Kata itu terus aku ulang berkali - kali dalam hatiku. Berharap dapat memberiku kekuatan untuk bertahan di meja dingin ini, memberiku kekuatan saat aku merasakan sentuhan pisau bedah menggelitik bagian bawah perutku. Dan memberiku kekuatan saat melihat percikan darah di kain hijau tepat didepan wajahku. Ya, aku baik - baik saja... Tidak akan ada masalah!

Aku akan tetap bertahan hidup dan menghadapi semuanya! Aku tidak akan lagi mencoba untuk berdiri di balkon lantai dua rumahku dan berfikir untuk melompat dengan perut buncit ini lagi. Aku pasti bisa bertahan demi seseorang didalam perutku ini. Seseorang yang mungkin akan lebih tulus mencintaiku dan memanggilku Mama...  Aku tidak akan mati dengan mudah saat ini. Tidak akan! Aku baik - baik saja. Pasti.

Lalu suara itu terdengar semakin cepat dan jelas ditelinga ku.

"Tit - tit - tit - tiit - tiiit... " Suara itu semakin lama semakin cepat tak beraturan. "Dok, tekanan darah menurun drastis! Suara Jean terdengar panik walaupun berusaha dia sembunyikan, tapi sangat jelas tedengar bergetar.

Lalu aku merasa seluruh ruangan buram... Dan kemudian... Gelap...

~~~

Hi! Thanks sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisanku 🙏

Please vote and comment buat masukannya yaa... sekalian follow juga boleh, pasti bakalan ku foll-back dech 😉


Besides MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang