Aku terbangun oleh suara tangis yang memekakan telinga. Jam beker berbentuk dadu dimeja samping tempat tidurku menunjukan pukul 02:18
Huffftt... Mata ini terasa berat untuk terbuka seakan ada lem alteco yang menempel kuat. Kucoba dengan keras untuk terjaga, Zio bayi laki - lakiku yang berusia 7 hari, pasti haus dan lapar, atau mungkin popoknya basah sehingga dia merasa tidak nyaman dan menangis keras. Aku mencoba untuk beralih dari posisi tidur ku untuk duduk.
"Aduuhh... " Rintihku. Nyeri, perih, ngilu terasa di perut bagian bawahku, jahitan di luka bekas belahan pisau operasi masih terasa sangat sakit karena belum mengering. Teringat sekilas saat - saat kritis yang membuatku bergidik. Ibu mengatakan bahwa dokter bedahku pada saat itu menyampaikan bahwa jantungku sempat terhenti selama 3 menit saat operasi berlangsung, mungkin Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup di dunia ini, setelah tim dokter berusaha keras dengan beberapa kali kejutan listrik menggunakan Automatic External Defibrillator (AED) mereka dapat membuat jantungku kembali berdetak.
Saat kutatap bayi laki-laki mungil berpipi tembam di pangkuanku ini ada rasa aneh dan menggelitik bercampur aduk didalam hatiku. Bahagia, takjub dan sedih menjadi satu. Dia terlelap kembali sambil menyesap ASI yang keluar melalui puting yang sedikit lecet karena lidahnya yang masih kasar. Kutahan dengan jari sebagian payudaraku yang membengkak karena stok ASI yang berlebih. Semoga Zio segera meminum banyak dan mengurangi stok ASI yang ada sehingga akan sedikit menyusut dan rasa nyeri nya berkurang.
Hilang sudah kantukku, aku melamun menatap ruangan kamar yang remang karena cahaya kuning pucat lampu tidur yang terletak dimeja kayu kotak sebelah tempat tidur. Terdengar suara jangkrik dan katak bersautan diluar sana. Ibu pasti sudah tertidur lelap dikamar sebelah. Aku dapat mendengar suara dengkurannya walaupun lirih dan samar.. Udara di desa tempat ku bertumbuh besar ini terasa sangat dingin dan menusuk dimalam hari, dan sebaliknya akan terasa sangat panas menyengat disiang hari. Mungkin karena desa di daerah pinggiran jawa timur ini masih sangat pelosok dan jauh dari kota, lalu masih banyak sawah terbentang dan sungai yang jernih belum tercemar oleh polusi seperti dikota-kota besar.
Aku merindukanmu... suasana seperti saat ini semakin membuatku merasa membutuhkanmu di sisiku. Dadaku sakit, sesak mengingatmu, Angga, Papa kandung Zio, aku tidak ingin merasakan rindu pada orang yang seharusnya sangat aku benci di dunia ini!
Tanpa sadar cairan bening dari mataku menetes deras membasahi pipi.
Kenapa harus Farah sahabatku yang kau tiduri? Kenapa disaat aku hamil besar dan sangat membutuhkan dirimu, kamu pergi? Kenapa kamu meninggalkanku berjuang sendiri, melahirkan buah hati kita ke dunia ini? Kenapa...?!
Kuseka air mata yang membuat pandanganku buram, mataku tertutuju pada sudut ruangan yang sejajar dengan tempat tidurku, cahaya temaram membuatku tidak dapat melihat jelas sesuatu yang terhalang gorden putih jendela kamar ku yang berkelebat karena hembusan angin malam melewati celah jendela yang terbuka separuh.
"Apa itu..?" ucapku dalam hati. Bayangan hitam yang cukup tinggi hingga hampir menyentuh langit - langit atap rumah yang terbuat dari kayu jati kuno. Semakin aku perhatikan bayangan itu semakin jelas...
"Ibu...?" ucapku lirih, pertanyaan yang sebetulnya sangat aku ragukan. Karena dari sini masih terdengar dengan jelas suara dengkuran dari kamar ibu disebelah.
Tapi siapa lagi?? Dirumah tua peninggalan nenek buyutku yang 80% fondasi dan furniture nya terbuat dari kayu, hanya ada Ibu, aku dan Zio yang menempatinya saat ini. Setelah Ayah memilih meninggalkan Ibu dan aku 10 tahun yang lalu, dan lebih memilih pergi bersama janda muda pekerja KUD bernama Lastri.
Tepat 7 hari yang lalu aku kembali menempati kamar ini, sepulang dari RS bersalin. Setelah kurang lebih 5 tahun an aku tinggal merantau, bekerja sebagai pramu saji sebuah restauran Seafood Di Pulau Dewata, hingga bertemu Angga, seorang bartender di Zega Club Legian, Bali. Kami saling jatuh cinta dan kemudian menikah 2 tahun yang lalu.
Aku tersadar dari lamunanku dan kembali memandang bayangan itu untuk melihat lebih jelas lagi untuk memastikan itu bukan sosok ibu atau bahkan mungkin bukan sosok manusia... Mungkin bayangan pohon mangga diluar jendela yang terkena cahaya dari lampu jalan depan rumah, gumamku dalam hati. Tapi semakin lama kupandangi semakin terlihat jelas seperti sosok semampai tubuh perempuan jangkung berkulit pucat, berambut sangat panjang hingga menyentuh lantai dan menggenakan baju yang berjuntai dan lusuh, menatapku menyadari itu sesaat jantungku terasa kembali berhenti berdetak selama beberapa detik, aku tiba - tiba merasakan hawa yang sangat dingin merhembus dari celah jendela dan menusuk hingga aku bergidik merinding, kudekap erat Zio yang terlelap dipangkuanku.
Mataku terpejam dan aku meringkuk secara sepontan, memeluk Zio erat. Sakit dan perih yang menusuk diluka jahitan perut ku yang belum mengering tak kuindahkan. Badanku bergetar ketakutan... Aku harus bagaimana? Di satu sisi aku ingin melihat kembali dan memastikan sosok apa itu, tapi di sisi lain aku sangat takut.
Aku memberanikan diri untuk kembali membuka mata dan menatap kearah sosok bayangan yang tinggi hingga kelangit - langit itu, seperti melayang, karena hampir menyentuh atap rumah..
Seperti memiliki mata tajam yang menatap lurus kearahku. Lalu bergerak sangat, sangat, pelan.. Dan melayang...?? Iya, betul sosok itu melayang pelan dan semakin mendekat dengan tempat tidurku dan Zio... Aku ingin berteriak keras agar ibu mendengarku dan terbangun, tapi suaraku seperti tercekat di tenggorokan dan tubuhku serasa membeku. Semakin mendekat semakin jelas wajah pucat mengerikan itu terlihat, cantik tapi sangat menyeramkan! dengan hidung mancung dan mata hitam bulat yang menatap tajam kearahku, bibir nya pucat dan kering terkatup dengan seringai tipis yang sangat menakutkan... semakin mendekat...
"I.. iiibb...ibu...uuu..." ucapku dengan sekuat tenaga. "Too... loong.. Bbb...buu... "
Kucoba menggerakan tangan kiri ku, meraba-raba untuk mencari saklar lampu utama yang menempel didinding sebelah kiri tempat tidur.. Dimana.. Tidak terjangkau.. Aku harus sedikit bergerak ke kiri atas.. "Ughh.. " sulit! Badanku kaku.. Toloong.. Siapapun toloooongg! Sosok itu semakin mendekat..! Tidaa...ak! Aku mohon, aku sangat takutt..!! Tooo...loo... ooong...!
"Nggiii.. Anggi! Bangun!! "
"Ibu??.. Ibuuu.. " Teriakku sambil memeluk ibu dan bercucuran air mata..
"Ono opo to ndukk..? Kok nggigau sampai teriak - teriak koyo ngono?? "
"Aku takut buk.. wedi, ngimpi seremm.. hiks.. " ucapku sambil masih terisak.
"Oalaaah.. untung Zio gak tangi.. Kebribenen suaramu jerat - jerit koyo ngono.." timpal ibuku.Aku melirik jam beker, pukul 02:20...
2 menit yang lalu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Besides Me
RandomIni jalan hidup yang harus kulalui. Kotor dan hina kata mereka. Apa aku punya pilihan? Aku harus bertahan. Dan aku yakin aku akan bertahan. Aku tidak akan menyerah pada kematian, walaupun itu sangat memikat dan seolah menjanjikan ketenangan yang ab...