Madu di Kota Gudeg

23 1 0
                                    


Aku kira pertemuan terakhir itu akan menutup rantai komunikasi antara aku dan Dara, tapi nyatanya Dara mengabariku bahwa dia akan pergi ke sebuah tempat yang bisa membuat dirinya tenang. Ia berencana melakukan perjalanan dari Bandung menuju Yogyakarta, menghabiskan pekan liburannya di Kota Gudeg. Bukan kali pertama sebenarnya Dara pergi kesana, dia pernah pergi bersamaku dalam acara akbar antar mahasiswa di se-pulau jawa, ya itu dulu jauh sebelum seperti sekarang.

Entah dengan siapa dia pergi, mungkin itu sudah bukan urusanku. Meski pada akhirnya ia membeberkan bahwa ia akan pergi dengan salah satu temannya, katanya aku juga sudah mengetahui orang itu. Ditelpon itu dia mengatakan "Kamu enggak usah khawatir. Sekarang aku sudah tahu rute di Yogyakarta, lagian aku enggak sendiri."

Tak ada kabar darinya sampai menjelang sore. Aku mengisi kekosangan waktu itu dengan menuangkan beberapa ideku pada sebuah kertas. Goresan itu menghasilkan sebuah kalimat yang nyaris menggambarkan keadaanku "aku sedang melawan kiblat, sudah tahu kau adalah batas, tapi tetap saja aku berupaya keras."

Telponku berdering sontak mengejutkanku yang setengah melamun, rupanya seseorang mencoba menghubungiku menggunakan nomor yang dirahasiakan. Dalam hatiku bergumam "Aku yakin ini pasti Dara." Setelah aku angkat ternyata perkiraanku meleset. Seorang pria dengan suara parau, tanpa basa basi ia memakiku dengan kata-kata kasar. Kurang lebih ia bermaksud memberi tahu bahwa Dara bukan milikku lagi, ia meminta diriku menerima sebuah kenyataan bahwa dirinyalah yang dipilih Dara sebagai pendamping.

Restu dari langit mungkin telah mempertemukan Dara dengan sosok baru ini, tapi sekali lagi aku katakan "Aku sedang melawan kiblat." Tak lantas aku mempercayai setiap perkataan itu, aku langsung menghubungi Dara. Namun restu dari langit memang menghendaki keduanya, Dara menceritakan bahwa sedang bersama pria tersebut memadu kasih selama 7 hari di Kota Gudeg. Keduanya tampak bahagia dan aku sedikit sengsara.

Ada sebuah catatan yang aku tuliskan tentang peristiwa di Kota Gudeg itu:

Bahunya lebih lebar sehingga kau akan nyaman bersandar, uangnya lebih tebal sehingga kau takkan kelaparan, ia berapartemen sehingga orang tuamu takkan sentimen. Tapi apakah itu yang kau sebut bersahaja, apakah itu yang kau anggap merdeka, jika itu benar adanya, kaulah yang menciptakan batas

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 03, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Catatan Harian Abad 45Where stories live. Discover now