Yena duduk di bangku kelas 10 IPA 2. Hari pertamanya sekolah dan menjadi murid baru. Penampilannya sangat sederhana, tak seperti semua orang yang kini tengah menatapnya cuek.
"Gue dari desa."
Hanya tiga kata yang diucapkan Yena, berhasil menarik perhatian seluruh temannya. Hanya raut wajah tak percaya menjadi respons dari pernyataan yang baru saja dikatakan Yena.
Akibat dari fakta itu membuat semua orang membicarakan tentangnya yang kini duduk di pojok kelas. Lontaran kata teman-temannya sedikit menyudutkannya. Mereka membicarakan Yena yang berasal dari desa.
Yena pindah dari sekolahnya karena keluarganya menetap di kota ini. Walaupun anak desa, Yena tak seperti persepsi orang pada umumnya. Yena anak biasa, seperti teman-temannya.
Tak ada yang mengajaknya bicara. Tak sebatas bicara, mereka sulit untuk menganggapnya ada.
Seseorang perempuan berambut coklat bergelombang mendekat kearah murid baru itu. Ia berdiri tepat di depan meja Yena. Yena mendongak kearahnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai dan kulitnya putih terawat.
Wendy.
Namanya jelas tertulis di pakaian putih abunya.
"Ngomongnya gue. Anak pindahan desa bisa apa?" katanya dengan senyuman licik.
Yena diam, dia hanya mendengar cemomohan pagi yang tak pantas untuk ia tanggapi.
"Ngapain sih pindah ke sekolah ini. Ga pantes tau gak," kata Sana yang sudah berada di sebelah Yena.
Yena diam. Ia masih memiliki kesabaran. Untungnya ini adalah hari pertamanya bersekolah. Ia tidak mau mengambil sikap yang buruk.
"Kalau mau pindah sekolah di desa aja sekalian. Ngapain jauh-jauh ke sini?" kata Yeri yang duduk di depan meja Yena.
"Baju lusuh kaya gini berani sekolah di sini? Banyak anak lain ngantre buat pindah ke sekolah ini, tapi kok lo bisa diterima?" kata Wendy tidak percaya dengan apa yang terjadi.
Lagi-lagi Yena diam. Seketika bibirnya yang mungil kaku. Gadis itu terlalu takut untuk mengutarakan pendapatnya. Ia takut, sebab akan mendatangkan masalah yang lebih buruk lagi.
"Wendy, Sana balik ke tempat kalian. Gue lapor ke BK baru tau rasa," ungkap Mingyu sang ketua kelas.
.
.
.
Yena duduk sendiri menyantap makanannya. Suasana kantin yang ramai membuatnya merasa kesepian, karena tidak ada seorang pun yang memedulikannya.
Seseorang kini datang menghampiri Yena. Percakapan dengan temannya membuat Yena merasa tidak asing lagi dengan suara orang itu. Ia berharap tidak akan lagi berurusan dengan Wendy, si kritikus itu.
"Woi Anak desa. Ini tempat gue. Jangan makan di sini!"
Mengapa dia muncul lagi? Kali ini dia mengajak temannya yang tadi menghujatnya. Yena harus apa?
"Woi denger gak lo? Kita mau makan di sini. Pergi lo!" bentak Sana.
Yena memperhatikan keadaan sekitar. Semua meja penuh dipadati dengan siswa yang sedang menikmati waktu istirahat yang berharga. Tidak ada satupun tempat tersisa untuk dirinya, jika ia membiarkan mereka mengusirnya.
"Kenapa diem lo?! Buruan pergi, pegel nih tangan gue," kata Yeri sedari tadi membawa mangkuk bakso.
"Udah gak ada tempat lagi. Kalian duduk di sini aja," ucap Yena mengusulkan.
"Idih kita duduk sama lo? Ogah," kata Sana tidak terima.
BRANGGG!!!
Wendy mendorong makanan Yena tepat mengenai seragam miliknya. Baju seragam yang awalnya bersih, kini kotor karena tingkahnya. Sontak membuat seluruh kantin terkejut dengan kelakuan perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is Me
Short StoryYena Yestina. Seorang perempuan yang menyembunyikan diri dari semua orang. Mengasingkan diri karena berbeda. Selalu menyendiri meratapi keadaan. Tapi, tak selamanya ia sendiri, tak selamanya dia menyembunyikan diri. Semua karena orang itu. Karena d...