Mentari yang bersinar terik di atas kepala Agung membuat matanya agak menyipit. Namun, teriknya mentari tidak menyurutkan semangatnya untuk melaksanakan salah satu rukun umrah, yaitu tawaf. Agung bersama seluruh jamaah haji yang jumlahnya begitu banyak, tidak terhitung, beramai-ramai mengelilingi Ka'bah. Sambil membacakan do'a tawaf orang-orang membisikkan harapan terbesarnya kepada Allah SWT di sana.
Agung yang dituntun oleh Alif, kakaknya tidak mau kalah. Dia melantangkan bacaan do'a tawaf yang dipelajarinya sejak dua bulan yang lalu. Dia berjalan, berdesakkan di antara orang-orang bertubuh tinggi. Hatinya begitu bahagia sebab dapat melihat Ka'bah dengan mata kepalanya sendiri. Selama ini, Agung hanya melihat Ka'bah di lukisan besar yang dipajang di dalam Masjid Al-Hidayah. Hari ini Agung benar-benar terlarut dalam kekhusyukan ibadah, sampai-sampai dia tidak sadar bahwa sedari tadi tangannya terlepas dari genggaman tangan Alif.
Di putaran ketujuh, Agung baru menyadari bahwa Alif sudah tidak ada di sampingnya. Sambil terus mengikuti arus massa, Agung mencari-cari keberadaan Alif. Dia menerobos tubuh orang-orang dengan susah payah, demi menemukan Alif atau keluarganya yang lain. Di tengah orang-orang bertubuh tinggi yang sangat banyak itu rasanya tidak mungkin Agung menemukan Alif atau keluargnya. Dia mulai panik tapi bibirnya masih melantunkan do'a Tawaf. Agung tidak menyerah, dia terus menerobos tubuh-tubuh besar itu, hingga akhirnya dia tiba tepat di depan Ka'bah. Dia menatap sebuah batu besar berwarna hitam berkilau. Matanya seketika membulat. Bibirnya yang sibuk komat-kamit tiba-tiba terhenti sejenak. "Ya Allah, itu kaan Hajar Ashwad!!!!!" Seru Agung.
Bak tersihir, Agung melangkah maju mendekati Hajar Ashwad. Matanya tiba-tiba berbinar-binar. Tidak tahu mengapa, rasanya dia ingin memegangnya. Untuk sepersekian detik Agung melupakan bahwa dirinya kini menjadi anak hilang. Pertama kalinya, tangan Agung menyentuh benda yang bernama Hajar Ashwad. Konon Hajar Ashwad ini adalah batu dari surga. Agung sungguh berbangga hati bisa memegangnya. Dia tidak menyangka bisa memegang batu ini dengan mudahnya, karena jumlah orang yang bertawaf betul-betul banyak. Nyaris tidak ada celah. Agung mengamati batu surga itu dengan saksama.
Tiba-tiba saja wajah sumringahnya kini berubah menjadi murung. Dia baru saja teringat kalau dia sedang terpisah dengan keluarganya.
"Ya Allah, Agung pingin ketemu abah, umi, dan aa-aa... Oiya, Allah semoga Agung bisa ke sini lagi kalau besar nanti atau kalo boleh Agung tinggal saja di sini hihihi..." Gumam Agung dalam hati, sambil menatap takzim batu hitam tersebut.
Tiba-tiba saja pria bertubuh tinggi besar dengan kulit hitam legam menarik pundaknya. Agung terperajat kaget. Dia menatap pria itu dengan agak ngeri. Pria itu menarik Agung menerobos kerumunan orang-orang. Kalau dilihat-lihat sepertinya mudah sekali pria itu menerobos jutaan orang yang sedang bertawaf itu, padahal Agung saja susah payah menerobos mereka. Agung berusaha meronta, mencoba melepas genggaman pria itu, tapi sia-sia. Genggaman pria itu terlampau sangat kuat. Agung pasrah. Entah ke mana dia akan dibawa.
Pria itu membawa Agung keluar dari kerumunan dan menggiringnya ke pelataran Masjidil Haram. Dari kejauhan samar-samar terlihat abah sedang berdiri dengan beberapa pria lainnya. Semakin dekat, semakin jelas rupanya ada Amir dan Alif juga di situ, serta seorang pria besar yang mengenakan seragam. Pria hitam tersebut melepas genggamannya dan memberikan isyarat pada Agung untuk menghampiri abah dan kakak-kakaknya. Agung menatap wajah ngeri pria hitam itu. Pria itu tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang putih bersih. Kini wajah itu tidak tampak ngeri lagi. Agung melengkungkan senyuman pada pria itu dan segera berlari menuju abah. Pak Ahmad langsung saja mendekap putra bungsunya itu. Kakak-kakaknya pun ikut menjawil-jawil tubuhnya.
"Alhamdulillah. Terima kasih banyak telah membantu kami, Pak Abdullah." Ujar pak Ahmad kepada lelaki berseragam tersebut sambil menjabat tangannya.
"Sama-sama, Pak Ahmad." Jawab pria itu. Diapun langsung undur diri.
"Bah, itu yang pakai seragam itu siapa?" Tanya Agung.
"Itu yang pakai seragam dan yang menjemput kamu tadi namanya Askar, petugas keamanan di Ka'bah ini." Jelas Abah. Agung ber-oh sambil mengangguk-angguk. Dia langsung menceritakan kejadian selama dia hilang dan betapa hebatnya pria hitam tadi menerobos jutaan jamaah.
Tiba-tiba saja Agung teringat sesuatu...
****
Sorak-sorai iringan lagu qasidah santri pesantren Al-Hidayah yang dipimpin oleh bu Aminah, istri dari Kyai Iman, menyemarakkan kepulangan pak Ahmad dan keluarga. Setelah menjalankan ibadah umrah, pak Ahmad dan keluarga dapat kembali ke desa Cikarae dengan selamat. Aura kebahagiaan menguar dari raut wajah pak Ahmad, sebab dia sudah dapat menuntaskan cita-citanya. Beberapa prosesi penyambutan dilakukan oleh warga Cikarae yang juga turut bersuka cita dengan kepulangan pak Ahmad sekeluarga.
Di sisi lain, Ical dan Maulana begitu sibuk menagih oleh-oleh pada Agung.
"Gung, mana oleh-oleh?" Tanya Ical tanpa basa-basi. Maulana menyikut bocah ikal itu.
"Nanti atuh, baru juga nyampe--" Jawab Agung. "--oya, anter yuk ke sekolah! Agung mau tulis sesuatu."
"Di papan cita-cita?" Tanya Maulana. Agung mengangguk sambil mendorong tubuh kedua sahabatnya itu menuju arah sekolah.
"Emang kamu mau jadi apa, Gung?" Tanya Maulana lagi. Agung tidak menggubrisnya. Dia sibuk menulis di papan hitam yang konon akan mengabulkan cita-cita itu.
Ical dan Maulana mengernyitkan dahi, tidak paham pekerjaan apa Askar itu.
"Askar teh naon*, Gung?" Tanya Ical.
"Nanti we, Agung ceritain di kelas ya." Jawab Agung sambil berlari meninggalkan kedua sahabatnya itu. Ical dan Maulana saling berpandangan, tidak paham maksud Agung. Merekapun segera menyusul Agung, ingin menagih oleh-oleh lagi.
*Askar itu apa?
YOU ARE READING
PAPAN CITA-CITA : Serial Anak-Anak
General FictionBu Rani, seorang perempuan asli Cikarae yang sedari kecil ikut dengan orang tua pindah ke Jakarta. Bu Rani kini kembali ke Cikarae untuk mengajar di SD Cikarae Wetan. Demi memotivasi anak-anak, Bu Rani membawa papan tulis yang konon ajaib dan bisa m...