Semilir angin sore hari adalah hal terbaik yang kini ingin selalu aku rasakan.
Diatas rooftop gedung kampus, aku ditemani sinar senja yang menyembul diari balik gedung-gedung lain yang menjulang membelah langit.
Sore ini, lagi-lagi aku memilih untuk berdiri disini, sekedar berdiri terdiam dan memejamkan mata, menikmati sapuan angin pada permukaan kulit.
Yah, walau sebenarnya aliran air di pipi juga ikut menemaniku.
Sore ini, lagi-lagi angin seakan bisa menembus sekujur tubuhku, yang seakan-akan berlubang dan kosong oleh sesuatu yang tak kasat mata.
Berkali-kali aku menyempatkan diri datang kesini, dan berkali-kali pula aku menangis disini. Berlebihan? Ah, kurasa tidak, setidaknya hanya dengan itu aku bisa melepas kesedihan.
Rooftop ini biasanya ramai kecuali saat teriknya matahari karena disekitar rooftop ini adalah kelas dan laboraturium untuk fakultas farmasi kampusku.
Namun, setiap jumat rooftop ini selalu sepi, walau jika pada hari-hari biasanya pun jika sudah sesenja ini jarang ada yang kemari.
Sore ini, lagi-lagi aku menangisi hidup yang telah belasan tahun aku jalani. Ditemani merdunya alunan Rumpang milik Nadin, seakan mewakili kekosongan hati. Mewakili sesuatu yang masih rumpang disini, dihati yang mungkin sudah mati ini.
Lagu ini sudah berputar untuk kedua kali, namun tak urung deraiku tetap mengikuti.
Pagi tadi aku masih menangis
Ada rasa yang tak kunjung mati
Ada seseorang diatasku
Menahan semua rasa maluRasa hampa yang tak kunjung mati, yang membuatku seakan berlaku sesuka hati. Yang seringkali setiap saat seperti ini, aku berpikir, ada seseorang yang selalu menahan semua malu akan sikapku selama ini.
Tapi, masa bodoh dengan semua itu, hampa ini tetap tidak akan menjadi semu. Rasa kosong ini, sensasi angin ini, yang justru selalu menenangkanku, seakan bagian yang kosong itu terisi oleh angan orang lain yang ikut terbawa angin. Bodoh? Memang, tapi aku tak lagi perduli.
Sempat ku berpikir masih bermimpi
24/7 tanpa hentiYa, seringkali aku berpikir bahwa hidup yang aku jalani kini hanyalah mimpi, semua rasa sakit dan kenangan pahit itu, akan hilang jika aku bangun di pagi hari.
Namun, mimpi apa yang terus berlanjut setiap menitnya tanpa henti?Matahari dan bulan saksinya
Ada rasa yang tak mau hilangBohong? Berlebihan? Tidak. Memang itu yang selama ini aku rasakan. Rasa itu, hampa itu, seakan sudah mendarah daging. Bagaimanapun aku mencoba melepasnya, rasa itu tetap ada.
Aku takut sepi, tapi yang lain tak berarti
Seringkali terpikirkan olehku, mempunyai seseorang untuk sekedar berbagi. Tapi si bodoh ini juga sadar, aku seperti sebuah buku yang terbuka, yang jika kamu ingin tahu kamu bisa membacanya kapan saja.
Namun, mereka yang sudah membacaku seakan hilang juga begitu saja, tak berarti apa-apa. Tak menghibur, tak juga menyembuhkan luka.
Katanya mimpiku 'kan terwujud
Mereka lupa tentang mimpi buruk
Tentang kata "maaf sayang, aku harus pergi"Aku ingat, saat masih kecil dulu. Aku adalah seorang pemimpi hebat yang dengan sangat antusias menganggapnya nyata. Terlalu hebat, sampai terkadang tak bisa membedakan mana khayalan mana kenyataan.
Sayang, semua mimpiku memang nyata, termasuk juga mimpi buruk yang ada didalamnya. Mimpiku, kehilangan sosok pahlawan paling berharga kala itu, pahlawan paling aku cinta, cinta pertama dan patah hati pertama bagiku. Dan juga telah menjadi patah hati terhebat dihidupku yang kini mengikatku dalam hampa tak berujung, seperti sekarang ini.
Sudah kuucap semua pinta
Sebelum ku memejamkan mata
Tapi selalu saja
kamu tetap harus pergiAku ingat setiap doa yang selalu aku panjatkan sebelum tidur saat kecil dulu. Berharap suatu saat, ditengah sibukmu, kamu akan ikut bersamaku, setiap minggu, sekedar menunggang kuda atau berjalan ditengah riuh pasar kala itu.
Ditengah kerjamu yang selalu keluar kota, bahkan pulau itu, aku selalu berdoa, agar selalu ada aku dan kebahagiaan menyelimuti hatimu. Ditengah doaku, ada harapan akan kesehatanmu disana yang tak pernah absen terlafalkan dari mulut kecilku.
Namun, apa daya jika takdir memilih memukulku mundur. Kamu, pergi. Benar-benar pergi. Dengan bahagiamu yang lain, tanpa aku lagi.
Sempat ku berpikir masih bermimpi
Bertahun berlanjut tanpa henti
Kulitmu yang memudar saksinya
Tetap rasaku tak pernah hilang
Aku takut sepi, tapi yang lain tak berartiYah, 9 tahun sudah berlalu. Aku menyadari, telah banyak hal yang sangat tak sejalan dengan mimpi keciku dulu. Melihat mama bertambah usia, seakan menamparku pada kenyataan yang ada. Satu hal yang memukulku telak akan mimpi yang selama ini aku jalani, kalau itu semua bukan mimpi.
Sialnya, hampa ini tetap tak bisa hilang, dengan kurang ajarnya masih memelukku erat dengan segala sakit yang terus menyerang.
Banyak yang tak ku ahli, begitu pula menyambutmu pergi
Banyak yang tak ku ahli, begitu pula menyambutmu pergi
Banyak yang tak ku ahli, begitu pula menyambutmu tak kembali
Katanya, mimpiku, akan terwujud
Mereka berbohong, mimpiku tetap semuSial, dari semua kata yang ada, kenapa harus ada Rumpang didalamnya. Seakan tak cukup hampa yang selama ini aku rasa, mimpi yang menarikku pada nyata juga ikut menyiksa.
Mimpi kecilku untuk bisa terus bahagia, seperti hanyalah bualan belaka. Karena pada kenyataannya, bahagia yang ada hanyalah formalitas saja.
Kuhentikan alunan musik yang menyesakkanku untuk kesekian kalinya itu. Menangisi kehampaan adalah hal terbodoh yang pernah ada. Dan yang lebih bodohnya lagi, aku selalu melakukan itu, tak terhitung jumlahnya.
Menatapi kota Surabaya dari sini, merasakan kencangnya angin yang seakan bisa menerbangkan pedih, aku yang sendiri disini hanya bisa tersenyum getir menyadari betapa bodohnya aku ini.
Banyak hal yang bisa aku lakukan, seharusnya, tapi seakan alam bawah sadarku menekanku untuk tak lagi punya mimpi, aku kembali menarik diri, mengindarkan hati menghadapi sakit lagi.
Menjadi sebuah buku yang terbuka, namun sekaligus sulit dicari. Berharap aku bisa menjalani hari tanpa ada yang melihatku berdiri disini.
Menarik napas panjang, aku berusaha meredam tangis yang sudah berlangsung sejak tadi. Bahaya jika turun dari sini, ada yang melihatku seperti ini.
Tak ingin dikasihani, karena kurasa sudah cukup aku mengasihani diri sendiri selama ini. Menghentikan aliran air yang sejak tadi membasahi pipi, dan mengusapnya kasar seakan tak punya hati.
"Sudah cukup untuk hari ini, sekarang kamu harus kembali membatukan diri lagi" sugestiku pada diri sendiri.
Sekali lagi aku menghela napas panjang sebelum kemudian membereskan barang-barang, dan beranjak pergi sebelum ada yang datang.
Terimakasih angin, sudah menemani hampaku hari ini, ucapku dalam hati.
🐜
Ini kalo ada yg tau lagunya Nadin Amizah - Rumpang
Baca sambil dengerin
Nonton MV nya sekalian
Bukan promo, tp emg se nyesek itu
:")
-Februari, 2019