Bab 3 - We Meet Again

3.3K 316 27
                                    







Hujan deras menguyur membasahi Tokyo, aktivitas orang terpaksa terhenti karena cuaca yang tidak mereka prediksi. Beberapa sibuk mengemasi barang jualan mereka. Ada juga yang sedang berlari menghindari air hujan. Tapi tidak sedikit juga yang sengaja membasahi diri mereka membaur dengan air yang turun dari atas langit. Ada pasangan kekasih yang sedang duduk di bangku, senyuman mereka lebar begitu hujan turun mengenai baju yang mereka kenakan. Tapi itu tidak membuat mereka beranjak dari sana. Senyum bebas terpasang cantik di wajah mereka.

Kebahagiaan kecil tapi sempurna.

Sakura mengalihkan pandangannya dari pasangan tersebut, menengadah memerhatikan setiap butir-butir kecil air muncul dari cakrawala yang mendung ditemani petir-petir kecil. Jari-jarinya berubah kaku dan terasa dingin memegang tas kesayangannya. Di tangan satunya terselip tiket tujuan ke Suna. Beberapa bingkisan obat mengintip di balik saku jaket yang membungkus tubuhnya. Pandangannya sedikit mengabur terkontaminasi antara airmata dan air hujan.

Kakinya gementar, melawan liar pikirannya yang ingin beranjak dari tempat pijakannya sekitar tigapuluh menit yang lalu. Bola emelardnya tersorot sayu memandang kereta api yang kini secara perlahan melaju meninggalkan stasiun Shibuya. Tiket diantara jari-jarinya basah, Sakura membiarkannya terlepas begitu saja dan mulai memutar tubuh melangkah tanpa tujuan ke arah berlawanan. Rambutnya terjatuh menutupi ekspresinya yang menunduk hingga dagunya bertemu permukaan atas dadanya. Lalu isakan pelan terdengar di celah bibirnya.

Dia menangis dalam diam.

Sakura hanyalah wanita biasa terlepas dari mana asal usulnya. Atau bagaimana kepribadiannya dibentuk dengan cara yang melewati batas-batas kemampuannya. Seumur hidup apa yang dia lakukan hanyalah berusaha untuk tidak terkontaminasi sesuatu yang tidak bisa ditanggung bahunya. Beban selalu menimpa dirinya seakan dia memang ditakdirkan untuk tidak merasakan kebahagian begitu dia terlahir ke dunia.

Meskipun pikirannya selalu positif, tetapi itu tidak membuat perasaannya menjadi mati rasa hingga tidak merasakan luka ketika seseorang sengaja melukainya. Dia selalu dicemooh, tidak pernah sekalipun Sakura melupakan kejadian di masa lalu menganggapnya sesuatu yang hanya sekadar mimpi buruk hanya karena perubahan hidup drastis diberikan keluarga Uchiha atas penanggungjawaban mereka terhadap cedera-nya.

Itu tidak membuat Sakura mengabaikan bahwa orang-orang seperti dirinya ini hanyalah sebuah replika kehidupan tidak adil yang sering kali hinggap di hati orang-orang yang tidak lagi memiliki kepercayaan pada diri sendiri. Itu satu kenyataan, yang sulit untuk diterima bahkan bagi mereka yang merasa bahwa hidup itu memang adil seperti yang mereka khayalkan. Mereka hanya berdalih, menganggap bahwa ujian hidup itu tidak ubahnya seperti sedang berjudi. Menang antara kalah. Dan pada akhirnya hanya kematian yang datang.

Seperti dirinya.

Ada sesuatu yang sedang tumbuh didadanya. Sesuatu menakutkan yang tidak ingin Sakura akui bahwa itu berasal dari tubuhnya. Dia memang sering menangis, menangisi hidupnya. Menangisi murid-muridnya. Menangisi keluarganya yang tidak pernah ada, bahkan wujud. Mungkin. Menangisi segala sesuatu yang membuat beban didadanya bertambah bukannya berkurang. Tetapi dia tidak pernah menangisi seseorang.

Sakura enggan mengakui bahwa dia sedang menangisi seseorang seperti Uchiha Sasuke.

Tatapan menghakimi terpusat padanya datang dari segala penjuru, ini sering terjadi ketika atensinya sudah mulai menganggu di sekitar. Mereka akan memperlihatkan betapa buruknya keberadaanya di antara mereka. Mereka yang menganggap bahwa hidup itu adil hanya karena mereka mensyukuri hidup diberikan pada mereka. Tapi malah melupakan perbuatan menjijikkan yang setiap hari menjadi makanan sehari-hari mereka tapi menjadi malapetaka bagi Sakura.

We MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang