1.Hafidzatul Akhwaniyah👑

19 1 0
                                    

Gadis penghafal,atau gadis pelupa?


Mentari seolah tak menginginkanku untuk terlalu larut dalam alunan mimpi. Seakan mengingatkanku bahwa semua yang indah dalam mimpi itu, bersipat sementara.

Teriakan-teriakan lembut, begitu mendengungkan gendang telingaku.

"...FIDZAAAAA!.."

Aku sedikit membuka mataku yang sangat berat untukku buka ini,

"FIDZAAAAA! BANGUN! MAU JADI APA KAMU UDAH SIANG BOLONG MASIH AJA TIDUR! SALAT SHUBUH BELUM! MANDI JUGA BELUM! OH..APA PERLU MAMA PINDAHIN KAMU KE PESANTREN BIAR KAMU NGGAK NGEBO TERUS?!"

'Dukk'

Dengan semangat empatlima, aku langsung merangkak cepat menuju kamar mandiku.

Cukup!

Sudah cukup mama mengirimku untuk sekolah di SMA berbasis islam. Memikirkan aku dipindahkan mama ke pesantren, huuuh... aku rasa, ajalku sudah mulai mendekat.

Semenjak aku sekolah di SMAN SYARIKAT ISLAM 1, aksesku untuk mencari pacar saja sudah susah. Apalagi di pesantren, auto gak laku-laku lah.

Memang alasan mama menyekolahkanku di sana ya itu, karna aku bandel, sering nongkrong-nongkrong nggak jelas sama mamang ojek, suka jailin ibu-ibu komplek yang mau arisan dan aku juga sering berangkat pagi pulang pagi, udah kayak bang toyib.

Kata mama sih, nggak cocok aja gitu. Nama islami tapi kelakuan kaya syaitoni.

Pernah tuh ya, waktu SMP dulu. Aku pernah dihukum gara-gara nyuruh temen-temen sekelas jajan. Ya,  gimana gak dihukum orang aku nyuruhnya jajan di waktu pelajaran. Alhasil, aku disuruh ngepel wc yang bau udah kayak kandang kambingnya mang Ujang.

"Apa? Mau bilang telat salat shubuh lagi?'' Tanya mama, dengan tatapan yang setajam silet.

"Hehe, kok. Mama tau sih? Apa jangan-jangan, mama adiknya Roy Kiroso?,"

Mama hanya menatapku datar, dengan pisau daging yg sudah ada di tangan.

"Hehe, bercanda ma. Bercanda,mama mah baperan deh. Udah kayak cabe-cabean, eh" seketika aku langsung menutup pantatku, eh mulutku. Karna melihat mata mama yang udah kayak ma lampir lagi komat-kamit mantra.

"E-Fidza berangkat deh ma, Assalamualaikum..."

Takut mendengar omelan mama lagi,aku langsung capcus berangkat dan langsung mencium tangan mama yang masih melotot. Dan tak lupa, aku menyomot sepotong roti dan langsung melahapnya.
-
-

"Astaghfirullah, Fidzaaa. Masa kamu udah lupa lagi, bukannya baru kemarenkan kamu nalar haditsnya?" Tanya ustad Furqon sambil menggaruk-garuk manja kepalanya yang kebetulan botak.

"Hehe, maaf ustadz. Habisnya,tadi pagi waktu Fidza bangun tidur. Nggak sengaja nubruk pintu, ya jadinya hafalan hadits kemaren pada jatuh. Hehe" dengan senyuman yang teramat manis, aku menjawab pertanyaan ustadz Furqon.

Sesaaekali ustadz mengusap wajahnya yang kata temen-temen mirip pemain preman pensiun.

"Hafidza," aku menoleh tak suka kepada ustadz Furqon karna memanggilku dengan sebutan itu,

"Kamu tau kan, arti dari nama kamu itu?"

"Tau kok, ustadz. Penghafal kan? Masa iya sih, aku yang punya nama tapi nggak tau artinya. Haha ustadz bisa aja,'' aku sedikit terkikik ngakak mendengar pertanyaan ustadz Furqon.

'Brakk'

Aku terkejut, ketika ustadz Furqon menggerbak meja begitu kencang. Yang dengan langsung, ustadz Furqon meniup-niup tangannya yang merah.

"Yaelah ustadz, udah tau sakit. Malah digerbak-gerbak. Untung mejanya nggak rusak, nah kalau rusak, pasti gajih ustadz dikurangin loh, sama kepsek,"

"Fidza, ustadz mau ngomong serius sama kamu," sesekali ustadz meniup-niup tangannya yang masih merah, udah kayak bayi yang baru lahiran.

"Lah, kan ini juga lagi ngomong serius Tadz. Tapi, ustadz. Fidza ingetin ya, kalau mau ngomong jangan terlalu serius ya? nanti makan ati lagi,"

''Sudah, sudah. Hafidza, Sekali lagi, ustadz mau ngomong sama kamu, kalau kamu sudah hafal, kamu harus sering-sering murajaah biar hafalan kamu kuat. Apa kamu nggak mau,kaya Nisya. Yang sudah hafal 30 juz?" Hm, dan ujung-ujungnya.  Nisyabila Kharimah lah.  Yang lagi-lagi disebut.

"Dan, kalau kamu tau makna dari nama kamu sendiri itu apa, kenapa kamu nggak coba buat itu sebagai motivasi. Kamu tahu bukan, Hafidza itu artinya penghafal. Bukan pelupa,"

Aku hanya menunduk, sambil mengangguk-angguk faham.  Sebenarnya, aku sudah bosan mendengar ceramah ustadz Furqon yang selalu membahas makna dari namaku.  Seketika aku berpikir, apa aku harus  ganti nama saja?

Dan, kalaupun ustadz Furqon atau ustadz dan ustadzah lainnya menasehatiku, pasti saja. Nama Nisyabila Kharimah-lah yang menjadi kebanggan mereka. Siapa yang tidak tahu Nisya, di SMA ini. Bahkan mama saja, kalau memarahiku selalu membanding-bandingkanku dengan dia.

Peringkat satu berturut-turut di kelas, juara satu hafalan quran, dan banyak lagi prestasi yang Nisya capai. Sedangkan aku, bagaikan upik abu. Tak ada prestasi yang kucapai. Bahkan, untuk menghafal surat-surat pendek saja aku tidak bisa. Dan kalaupun aku hafal, seharinya juga pasti lupa lagi.

Memang benar, Namaku Hafidzatul Akhwaniyah. Gadis si penghafal al-quran. Tapi,apa benar, aku adalah gadis penghafal? Apa jangan-jangan, mama salah memberiku nama, yang seharusnya gadis pelupa, malah jadi gadis penghafal.

-
-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kapan Mau Menghafal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang