Apakah kamu merasa dunia itu sepi? Seperti tidak ada kebahagiaan untukmu?
Dewo mengernyitkan dahi, instrumen congratulation bergema namun, nomor dilayar ponselnya merupakan nomor yang tidak ia kenal. Ini merupakan panggilan ketiga-sejak ia mengabaikan panggilan tersebut. Ia menghela napas panjang, diangkat tangan kanannya, memberi tahu yang lain bahwa ia tidak bisa mengabaikan telpon tersebut lagi.
"Hell-"
"Dewo, ini ayah."
Tubuh Dewo membeku. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia merasa tubuhnya sudah melambung tinggi-dan sedang tidak merasa berpijak di Bumi. Suara ayah dan juga teman-temannya terasa sangat jauh.
"Ayah mau kamu pulang dan berhenti nge-band."
Kemarahan yang sudah ia tahan atau bahkan dilupakan, kini kembali tersulut. Kata-kata tersebutlah yang membangunkan magma di dalam dirinya, yang akan siap meletus tanpa waktu yang jelas.
Ditariknya napas dalam-dalam, "Apa hak anda mengatur hidup saya?" tanyanya dengan suara yang berat, "anda udah gak punya hak lagi untuk hidup saya."
Satria yang mengetahui percakapan ini adalah sebuah luapan emosi, mau tidak mau menarik Dewo dari tempatnya. Karena saat ini dia butuh privasi-walaupun ia, dan ketiga temannya mempunyai ribuan pertanyaan. Dan benar, sesampainya di sebuah ruangan kecil, Dewo mengamuk. Memuntahkan seluruh magma yang terpendam. Sambil menangis terisak-isak.
***
"Dewooo! Yang bener, dong!" teriak Brian kesal.
Sementara itu, Dewo hanya meringis, meminta maaf kepada abang-abangnya. Well-ini udah kesalahan kesekian kalinya yang ia perbuat. Ya, ketukan drum-nya tidak selaras, dan tentu, tidak seperti biasanya. Semenjak menerima panggilan dari sang ayah dua hari yang lalu, pikirannya menjadi sangat kusut.
"Kita istirahat dulu." Sebuah botol disodorkan Satria kepadanya.
Semua berkumpul, meninggalkan instrumen masing-masing. Seperti biasa, waktu istirahat, berarti kelakar suara tawa mulai terdengar. Sementara itu, Dewo baru bergabung setelah meninggalkan singgah sana-nya. Brian segera mengulurkan tangan.
"Gue minta maaf."
Ia segera menyambar tangan Brian. "Iya, gue juga minta maaf, Bang. Gue gak fokus hari ini."
"Emang," ujar Brian dingin, "udah gak usah dipikirin. Ntar juga beres. Jangan sampai fokus lo hilang."
Sementara itu, suara heboh antara Willi dan Jae saling sahut menyahut. Ya, Dewo merupakan salah satu anggota band bernama Enam Hari, ia merupakan pemain drum, dan baru bergabung beberapa bulan sebelum band ini debut. Band yang sedang digandrungi anak muda saat ini, siapa yang menyangka ia bisa seperti saat ini, bukan?
"Gue mau pesen makan lewat Jek Food. Siapa yang mauu pesannnn?!" tanya Brian setengah berteriak.
***
-2010
"Kalau kamu gak mau sekolah, kamu mau jadi apa, hah?!!"
Suara lantang tersebut menembus hingga ke dinding sebuah rumah, dengan seorang anak kecil meringkuk ketakutan. Teriakan yang dihasilkan dari pertanyaan yang tak mampu ia jawab, membuat dirinya sadar tidak sadar bergetar ketakutan. Hari di mana ia tidak pernah melupakan peristiwa ini.
Ayahnya berteriak kepadanya.
Tidak pernah ayahnya melakukan hal seperti itu. Seumur hidupnya, ia tidak pernah merasa ketakutan karena bentakan sang ayah. Ya, ayahnya mengetahui nilai-nilai di sekolahnya turun, dan juga baru mengetahui bahwa faktanya ia menjalani ekstrakulikuler musik.
YOU ARE READING
SOUNDTRACK
FantasyCerita tentang band bernama Enam Hari. Just enjoy the story :)) Nama cast-nya gue buat agak ke lokal-an yaaa! Jae as Jaenudin Sungjin as Satria Young K as Brian Wonpil as Willi Dowoon as Dewo