Meet

2.2K 379 32
                                    











Malam ini, sesuai dengan perjanjian yang sudah dibuat berhari-hari lalu. Keluarga Jung dan Nakamoto akhirnya bertemu dalam acara makan malam bersama.

"Nah, Injun-ie. Perkenalkan dia anak Imo dan Samchon, Jung Jeno. Dua tahun lebih tua darimu, sayang." Ujar Doyoung memperkenalkan putera bungsunya.

Ia mengenalkan putranya pada Renjun, putera sulung dari keluarga sahabatnya yang sangat manis. Setelah kedua keluarga menghabiskan makanan mereka masing-masing

Renjun menoleh pada sosok pria yang duduk bersebrangan dengannya. Putera bungsu keluarga Jung yang kini ia ketahui sebagai calon suaminya.

Pria mungil itu tampak terpesona dengan Jeno. Kulit seputih susu, manik elang yang tampak mendominasi serta bibir plump-nya yang terlihat seksi. Uhh, dia sangat tampan, pikirnya. Tak bisa menolak pesona seorang Jung Jeno.

"Dan Jeno. Perkenalkan dia anak pertama keluarga Yuta samchon, Nakamoto Renjun. Dia lebih muda darimu, paham?" Yuta memperkenalkan putera manisnya pada Jeno yang dibalas dengan anggukan paham.

Perkataan Yuta yang duduk bersebrangan dengan Appa-nya, membuat Jeno menatap pada Renjun yang juga tengah menatapnya. Membuat wajah Renjun merona merah, malu.

Sedangkan Jeno terpesona ditempatnya. Melihat Renjun yang tampak bersikap malu-malu padanya apalagi dengan kedua pipi yang kini semerah apel.

Surai caramel lembut yang berpadu dengan kulit porselennya. Bibir tipis sewarna permen kapas. Juga manik lembut yang menyiratkan kepolosan dari usia dewasanya.

"Pernikahan kalian dua minggu lagi. Jadi gunakan waktu kalian untuk saling mengenal, wakatta, Injun? Jeno?"

Renjun menoleh, "Papa? I-Itu bukannya terlalu cepat ya?"

Winwin, sang Mama yang tepat duduk disamping putera manisnya itu. Mengusak surai manis Renjun penuh kasih sayang.

"Lebih cepat lebih baik, sayang."

"Jeno? Kau tidak keberatan, kan?" Tanya Jaehyun pada putera bungsunya.

Jeno mengangguk, "Tidak, aku menurut saja."

"Nah, Jeno hyung saja setuju? Sebagai calon istri yang baik kamu setuju, ya sayang?"

Renjun mengangguk gugup atas perkataan Mama-nya.


Sedangkan Jeno, ia termenung begitu mengingat kantornya yang akhir-akhir ini lebih sibuk dari biasanya.

Jeno menghela napasnya pelan.

"Baiklah, aku akan mengosongkan jadwalku dua minggu ke depan." putusnya.

Sang Appa mengangguk, setuju dengan ide sang putera. Tangannya menepuk bahu Jeno.

"Appa akan membantumu."

"Nah, Jeno dan Renjun, bagaimana jika kalian berkeliling Mall ini sebentar? Mungkin sedikit pendekatan di antara kalian, hm?"

Renjun dan Jeno menoleh menatap sosok Mama Renjun.

"Wah, kurasa itu ide yang bagus! Jeno! Cepat ajak Renjun berkeliling ya?"

Seruan penuh antusias dari sang Eomma membuat Jeno mau tak mau berdiri. Menatap Renjun yang menatap gugup padanya.

"Ayo, Renjun."

Renjun ikut berdiri, lalu mengikuti langkah besar Jeno yang berjalan ke arah luar restoran. Berusaha menyamakan langkah mereka.

"Lihatlah Win-ie mereka tampak serasi bukan?"

"... kau benar Youngie-hyung, mereka serasi sekali."



















"K-Kita mau kemana?"

Pertanyaan Renjun lantas membuat Jeno menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik menatap Renjun yang lebih pendek darinya.

"Hahhh... kau sendiri ingin pergi kemana?" Jeno bertanya balik.

Renjun memiringkan kepalanya bingung. Sebelum akhirnya maniknya bergulir menatap kemudian kembali menatap Jeno yang masih menatapnya. Ia tersenyum canggung.

"U-Uh aku tak tau..."

Jeno menghela napas berat.

"Café saja bagaimana? Apa kau suka makanan manis? Hng tapi kita habis makan malam lebih baik kiㅡ"

Renjun itu pecinta makanan manis. Sehingga saat mendengar tawaran makanan manis dari Jeno, Renjun segera memotong ucapan Jeno.

"Café saja! Aku mau makanan manis!" Jeno mengerjap, jujur saja ia terkejut dengan Renjun yang memotong ucapannya.

"Baiklah, sebaiknya kita ke café yang mana, hm?" Tanya Jeno pada Renjun, melihat ada tiga café yang memiliki tema berbeda disekitar
mereka.

Sedangkan Renjun maniknya sudah berbinar, menatap salah satu café yang berada ditengah. Tak peduli dengan perutnya yang sudah terisi penuh. Ia menahan pekikannya ketika terdapat hiasan berupa patung kudanil putih dari seri animasi kesukaannya di depan café yang menarik atensinya.

"Moomin! Aku ingin Moomin's Café!" Serunya seperti anak kecil. Membuat Jeno tanpa sadar menyunggingkan senyum kecil pada wajah stoic-nya.

"Baiklah, kita kesana."















"Kau seperti anak kecil."

Renjun mengerjapkan matanya, kemudian menatap Jeno yang duduk bersebrangan dengannya polos.

"Hng?"


"Makanmu berantakan, bersihkan krim di dagumu." Jeno mengisyaratkan Renjun dengan menunjuk dagunya sendiri.

Renjun menurut, mengusap bagian dagunya yang diisyaratkan Jeno.

"Aku dengar dari Papa-mu kau baru lulus S2 di China?"

Renjun mengangguk.

"Iya, aku baru saja lulus. Dan sialnya saat aku kembali aku diberitahu akan menikah." Jawabnya. Kemudian mendengus kesal.



Jeno mengerjapkan matanya.


'Sialnya? Tadi dia bilang sial?!'










Mulai hari itu satu pelajaran yang Jeno dapatkan.























Bahkan sosok semanis Renjun pun bisa berucap sekasar itu.














Jeno menghela napasnya pelan, seraya diam-diam kembali menatap Renjun yang sibuk melahap cupcake berhias Moomin.


















'Tapi dia sangat manis...'

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang