Lagi lagi ini karena Mas Ujang, lagi lagi mobil yang sopirku kendarai itu kembali mogok. Kalau saja mobil itu tak mogok, mungkin aku sudah duduk dengan tenang di kelas sambil membaca buku favoritku "petualangan raib, dkk". Kalau saja Ibu mengizinkanku untuk menyetir mobil kesayanganku ke sekolah, mungkin saja aku sudah menikmati pemandangan langit cerah ketika aku menengadah, dan pemandangan lingkungan bersih dengan tulisan raksasa "WELCOME TO SMAS GLOBAL PRESTASI" ketika aku menunduk.Tapi sudahlah, itu hanya pengandaian semata. Karena nyatanya sekarang aku sedang menjajakkan langkah ku di trotoar pinggir jalan sambil dikawal oleh senyum hangat sang mentari. Jangan tanya bagaimana rautku saat ini, karena sekarang aku sedang menunduk sambil menahan air mata sambari menekuk kusut wajahku yang bisa dibilang masam ini.
"Gawat..." teriak ku dalam hati setelah melirik jam yang melingkar cantik di tangan mulusku. Tanpa melirik situasi sekitar, aku kemudian mempercepat langkahku dengan berlari. Mungkin akan terlihat seperti orang yang sedang dikejar anjing, atau malah seperti orang yang ketakutan akan hantu-hantu sinderbolong atau saudara-saudaranya.
Tapi sekali lagi, aku tak peduli. Aku tak perlu jaim dalam situasi seperti ini, situasi dimana aku sedang dikejar oleh waktu atau bisa jadi dikejar oleh satpam sekolah jika terpaksa harus memanjat pagar jika sekiranya pagar sekolah sudah tertutup rapi.
"Bruk" tiba-tiba aku merasa tubuhku tertolak ke belakang. Belum sempat aku melihat benda apa yang ku tabrak, tiba-tiba aku mendengar suara tangis seorang anak perempuan berpakaian seragam sekolah dasar dengan rambut pendek sebahu dan bandana merah jambu dengan hiasan kupu-kupu di kepalanya. "Manis." Kataku dalam hati.
"Kamu tak apa-apa?" Tanyaku pada gadis kecil itu sembari membersihkan sisa kotoran yang masih menempel di seragamku ketika aku terjatuh tadi.
"Hiks.. lutut ku sakit kak" jawabnya dengan suara rendah karena masih didominasi oleh suara tangisannya.
Seketika itu aku mengarahkan mataku untuk melihat lutut gadis kecil itu. Dan ternyata, kudapati lututnya dalam keadan lecet dan sedikit mengeluarkan darah.Tanpa pikir panjang dan dengan gerakan refleks, aku memeluk tubuh mungil anak gadis itu sambil mengusap-usap punggungnya dan berkata "Sudah-sudah, jangan menangis. Kakak akan mengobati lukamu, tapi kamu janji dulu untuk tidak menangis." Aku memberinya jari kelingkingku dan tanpa ragu ia menyambutnya dengan tersenyum sambil mengangguk. Kemudian aku membuka tasku dan mengambil beberapa peralatan perobatan yang memang dengan sengaja aku simpan sebagai alat jaga-jaga ketika ada keadaan yang tak terduga, ya seperti sekarang ini.
Bisa dikatakan bahwa aku adalah orang yang sigap dalam berbagai situasi, dan tentunya tasku inilah yang menjadi tempat kesigapanku. Tempat kutaruhnya segala macam kebutuhanku terlepas dari kebutuhan sekolah, ya seperti cemilan, obat-obatan, dan sedikit alat make up (bedak, liptint, dan parfum). Kau boleh meminta apapun, dan tasku akan memberikannya. Tapi jangan minta cinta yah, karena itupun aku belum temukan.
Setelah membersihkan luka anak itu, aku memberinya sedikit obat merah dan menutupnya dengan perban.
"Selesai." Kataku dengan tersenyum kepada anak itu.
Ia lalu memelukku dan mengatakan "Terima kasih kakak bidadari cantik. Semoga di lain waktu kita bisa bertemu lagi."
Balasku dengan anggukan sambil melambaikan tangan.
Aku kembali berjalan, kali ini bukan berlari. Aku sudah pasrah jika disuruh pulang oleh Pak Kumis, si satpam sekolah. Aku juga sudah pasrah jika harus menerima hukuman guru BP jika dianggap bolos lagi. Tapi yakin saja, aku bukan sosok yang mudah menyerah.
Ini sudah lewat 5 menit dari jadwal masuk SMAS GLOSI dan akhirnya aku sudah sampai di hadapan gerbang yang tingginya kira-kira mencapai dua meter setengah itu. Bayangkan saja jika aku harus menguras tenaga untuk memanjatnya. Jika beruntung, aku biasanya dibantu oleh siswa lainnya. Tapi jika sedang sial, ya sama halnya kali ini, mencoba memohon kepada Pak Kumis dengan cara yang dramatis yaitu membuat air mata buaya dari air botolku yang sebelum sampai, memang sudah ku teteskan pada mataku.
"Pak, bukain gerbangnya dong." Mohonku dengan sesenggukan yang lagi-lagi ku buat sedramatis mungkin. Pak Kumis menghela napas, dan mulai membuka gembok gerbang tersebut dengan kuncinya. Mungkin Ia merasa iba dengan air mataku dan sempat melihat aku berlari-lari kecil ketika hampir mendekati gerbang sekolah.
"Kalau Bapak bukain gerbang untuk dia, berarti Bapak juga harus bukain gerbang untuk saya dong." Ucap seseorang yang entah darimana asalnya, tiba-tiba muncul dihadapanku dengan muka sok imut yang sangat menjengkelkan menurutku.
"Aduh Den, saya gak berani masukin Den ke dalem. Soalnya Den Ozil sudah sering terlambat ke sekolah. Bahkan hampir setiap hari malah." Jawab Pak Kumis dengan rada-rada takut.
"Oh namanya Ozil. Namanya keren, kok orangnya gini yah. Gak cocok banget." Ucapku dalam hati diselingi dengan tawa kecil.
"Loh, kok Bapak gitu sih. Bapak tega banget ama Ojil. Apa Ojil harus meneteskan air minum ke mata Ojil dulu biar dikiranya Ojil nangis, baru Bapak bukain gerbang, gitu?" Lanjutnya dengan intonasi anak tk sambil melirik ku, seolah-olah kata-katu itu memang ditujukan untuk menyinggungku.
"Brengsek nih cowok, awas aja ya." Kembali aku berucap dalam hati sambil melihat ketus kearahnya.
"Yaudah sih, kalo terlambat ya terlambat aja. Gak usah nyinggung kayak gitu juga kali. Gak gentle banget jadi cowok."
"Loh kok lo tersinggung sih? Perasaan gue gak nyinggung apa-apa. Kek Royko aja, merasa. Hahaha"
"Aduh bertengkarnya jangan disini Den,Non. Gak baik diliatin orang lewat."
"Ye siapa juga yang bertengkar Pak. Ini namanya lagi negosiasi. Siapa yang pintar nego, dia yang bisa masuk ke dalem."
"Udah deh Pak. Aku masuk duluan aja. Dia gak usah dibukain Pak, biar kapok gak telat terus. Btw, makasih yah Pak Kumis baik manja ulala." Ujarku sambil berlalu melewati gerbang sambil menjulurkan lidah ku ke arah cowok aneh yang sok keren tadi. Masih samar-samar aku mendengar teriakannya.
"Sial. Awas aja lo drama queen. Lo bakal nyesel berhadapan dengan JEVANO ZILSYAH MAHATMA."
"Mari kita lihat, siapa yang akan menyesal pada akhirnya. Karena gue QIANDRA ZEA XAVERA juga udah siap untuk ngebuat elo nyesel. Dasar jelmaan mimi peri" Balasku dengan tak kalah teriaknya dengan nada yang sangat nyaring disertai sombong.
Kemudian aku berlalu dengan berlari kecil menuju kelas X IPS 1 GLOSI.
"Siapa sih dia?" Tanyaku dalam hati.
❣️❣️❣️
Welcome to part one, my lovely riders😘
I send a big thanks to you all, who loves my story🙏🏻Tertanda,
Hanya seorang pemula,
Pecinta vanila.
@firafara_
KAMU SEDANG MEMBACA
JELMA
Teen FictionKarena aku adalah jelma, Yang berharap bisa jadi purnama. Mungkin agar kau bisa terkesima, Atau setidaknya agar kita bisa bercengkrama. -Jlm Cek aja dulu🙏🏻❤️