Kisah cinta yang romantis akan kalah dengan kisah kehangatan keluarga. Bahkan saat keluarga itu tak lagi utuh. -Kankuro-
Saat tidur malam di rumah, aku pasti terbangun dengan suara teriakan yang sama.
"Kankuro!!!" suara cempreng perempuan terdengar di kejauhan, "kenapa kau tidak membereskan sisa makan malammu?!"
Kemudian seseorang akan mengetuk pintuku dengan malas dan aku membukanya. Mendapati wajah tanpa ekspresi dan tatapan dinginnya. Biar tanpa kata, aku yakin dia juga menyalahkanku.
"Kankuro! Beraninya kau masih bergulung di kasur!"
"Astaga, Temari, kau bisa merusak gendang telinga orang rumah," keluhku sambil menuruni tangga, "aku baru pulang misi dan kelelahan semalam."
Gadis itu tak pernah menerima alasan. Sifatnya yang keras mungkin tercipta untuk mengatur dua adik laki-lakinya yang luar biasa sulit di atur. Yang satu sangat berantakan dan yang satunya sangat gila kerja. Kalau tak ada Temari, mungkin hidup kami tak bertahan lama setelah ayah meninggal.
"Mana adikmu itu? Suruh dia menunggu sarapan baru berangkat kerja,' ucap Temari sambil mengencangkan tali apron merahnya.
Tak perlu kusampaikan, suara lantangnya pasti sudah terdengar oleh Gaara. Aku hanya mengembuskan napas pasrah sambil membersihkan sisa makanan semalam. Andai Temari mengizinkan untuk membayar asisten rumah tangga, aku pasti tidak serepot ini.
Pagi yang cerah selalu diawali teriakannya. Gadis berambut pirang yang hanya menggerai rambut saat di rumah. Wajah dan rambutnya banyak mewarisi ibu, tapi sifat kerasnya benar-benar seperti ayah. Sungguh berkebalikan denganku. Aku mewarisi wajah ayah dan memiliki sifat hangat ibu. Kalau kebiasaan berantakan, mungkin itu gen resesif dari keduanya karena hanya aku yang seperti itu.
"Kau lupa mencucinya lagi," kata Gaara saat kami berpapasan di tangga, "aku sudah mengingatkanmu semalam."
"Ah, sudahlah. Lagipula hanya aku yang dimarahi," jawabku sambil melanjutkan langkah.
"Tapi aku juga mendengarnya."
Terserah kau saja. Bocah itu kalau tidak bersikap dingin, ia akan berkomentar tentang sikapku. Sikap yang jelas sangat jarang ditunjukkannya. Atau mungkin ia sudah terlanjur muak dengan teriakan Temari hingga ingin mengomentari kesalahanku.
"Cepat bersiap supaya bisa mulai sarapan," katanya lagi sebelum menuruni tangga.
Anak itu benar-benar gila kerja.
o0o0o0o
"Ittadakimasu."
Nasi goreng dan telur mata sapi yang dihidangkan memang lezat. Ini lebih baik daripada dibuatkan sandwich dengan selipan bayam di antara acar dan selada. Biasanya kakakku akan melakukan itu jika sedang kesal. Aku berharap bisa seperti Gaara yang bisa makan apa saja dengan santai. Sayangnya, aku selalu waspada setiap memakan masakan Temari.
"Apa kau lihat-lihat?" sergah Temari galak, "jangan mencurigaiku. Aku tidak sejahat itu tahu!"
"Astaga, Temari, aku tidak melakukan apa-apa," ucapku sebelum memasukkan sesuap nasi goreng. Rasanya normal.
"Kau menatapku penuh curiga tadi!" ujarnya sambil menunjuk wajahku.
Gaara berdeham pelan. Pertengkaran kecil itu berakhir. Aku melanjutkan makan dengan lega. Ternyata adikku yang sangat dingin ini berguna juga. Wajahnya yang tanpa ekspresi menoleh padaku. Piringnya sudah kosong. Ia pasti menunggu dua kakaknya selesai. Dan benar, ia mengambil piring-piring kami setelah selesai semua. Gaara melangkah ke bak cuci dengan tenang. Namun, tiba-tiba piring-piring itu terjatuh dan pecah. Anehnya, suaranya tidak ribut. Hanya seperti suara gebrakan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabaku Siblings
Fanfiction~Cerpen ini ditulis untuk event TDF Generation~ Terjebak di antara dua orang yang menyeramkan memang sulit. Aku harus menjadi sosok yang kuat supaya tidak kalah oleh mereka. Namun, saat aku menjadi lebih kuat, mereka pun ikut tumbuh bersamaku. Mau b...