Be My Model?

544 158 69
                                    

Kang Mina benar-benar tidak suka lorong sekolah yang sepi. Bukan, sebenarnya ia tidak suka semua tempat yang sepi dan gelap. Itu adalah salah satu ketakutan masa kecilnya yang belum berubah hingga sekarang. Sambil terus menatap sepatunya, Mina berkata pada dirinya sendiri untuk berhenti bersikap konyol. Yeri akan menertawakan sikapnya kalau ia tahu. Tapi lebih baik ditertawakan daripada terjebak di situasi tidak menyenangkan seperti ini. Kemana sih semua murid lain? Mengapa tak ada satupun yang terlihat? Mina menggerutu, persis ketika terdengar suara benda jatuh di ruang kelas yang tadi ia lewati.

Oke, cukup. Keberaniannya menciut.

Ia mulai mempercepat langkah, lebih mirip berlari, tapi langsung tersandung dan hampir menabrakkan lututnya ke lantai. Ada sebuah buku yang agak kotor karena terinjak. Mungkin sengaja dibuang, tapi mungkin juga tidak karena sampulnya masih cukup bagus. Gadis itu berpikir sejenak, lalu membawa buku itu bersamanya. Suasana di lapangan sekolah ternyata cukup ramai, sungguh melegakan. Mina menghirup napas panjang, berharap wajahnya tampak normal dan mulai membuka buku yang ia temukan.

Ternyata buku sketsa. Tanpa nama, tanda tangan atau informasi lain. Sang seniman rupanya ingin bersikap misterius. Tapi siapapun dia, gambarnya sangat bagus, apalagi di mata Mina yang tidak tahu apapun soal seni menggambar. Dihalaman pertama, ada gambar seorang pria yang tengah memeriksa handycam dengan wajah serius. sang seniman menggambarnya dengan sangat teliti, hingga seolah ketampanan pria itu terpancar dari halaman tersebut. Dibawahnya, ada tulisan : "Yuta hyung, ruang duduk."

Halaman kedua adalah gambar seorang pria lagi. Ia mengenakan seragam tim basket sekolahnya dan sedang tertawa sambil bersandar di tiang yang menyangga ring. Bahkan tanpa membaca keterangannya, Mina tahu siapa pria itu. Wajahnya langsung memerah. Ia tidak punya foto Xiao Jun, tapi gambar ini bisa jadi penggantinya. Tertulis disitu : "Si bodoh Xiao Jun, lapangan basket."

Selebihnya adalah gambar pemandangan. Sungai Han, taman, danau dengan beberapa helai daun di atasnya, bagian depan sekolah, bahkan kolong jembatan. Sang seniman pasti suka mengunjungi berbagai tempat. Dan jelas, sangat berbakat. Mina tidak bisa menebak apakah ia pria atau wanita. Dilihat dari gambarnya, sepertinya wanita. Tapi tulisan tangannya sedikit berantakan, jadi bisa saja ia pria. Gadis itu membuka halaman berikutnya dan tersentak.

Sepasang mata hitam pekat menatapnya dari halaman itu. Mata yang jelas-jelas adalah miliknya sendiri. Sang seniman menggambarnya saat ia sedang tertawa, sama seperti gambar Xiao Jun. Rambutnya berkibar kebelakang seolah tertiup angin. Ia tampak sangat bahagia di tengah sosok-sosok gelap tanpa wajah disekitarnya. Langkah Mina terhenti. Latar gambar itu tidak terlalu jelas, tapi seperti semua gambar lain, ada keterangan singkat dibawahnya. "Coke bottle, kafetaria, meja 9."

Coke bottle? Mina mengernyit. Julukan apapun rasanya lebih baik daripada itu. Lagipula ia tidak terlalu suka coke! Mina mendekatkan gambar itu kewajahnya, heran sendiri karena ada seseorang yang bisa menggambarnya dengan begitu baik. Lalu, "itu milikku."

Mina terlompat kaget. Sketsa itu terlepas dari genggamannya, dan ngerinya, meluncur ke genangan air yang ada di dekat kakinya, peninggalan hujan semalam. Ia dan pemilik suara tadi berusaha menyambarnya, tapi terlambat. "Oh tidak, tidak, tidak." Mina memungut buku itu, air kotor menetes-netes dari sana, semua gambarnya rusak, termasuk gambar Xiao Jun yang tadinya ingin ia simpan. "Buku-ku..."

"Sebenarnya buku-ku." Mina mendongak dan melihat seorang pria berwajah masam sedang menatapnya dengan tatapan kesal.

Ia meringis. "Aku tidak sengaja. Kalau saja tadi kau tidak mengagetkanku..." suaranya menghilang. Ia sendiri ikut merasa sedih.

Pria itu bersedekap. "Kau menyalahkanku? Memangnya tidak ada yang pernah mengajarimu untuk tidak membuka barang orang lain?"

Ekspresi bersalah tadi lenyap. Sekarang Mina ikut kesal karena gaya bicara sang seniman. Ia tidak lahir untuk diperlakukan tidak adil. "Dengar, ya, sudah kubilang aku tidak sengaja. Buku ini tergeletak di koridor dan bisa saja berakhir ditempat sampah, tapi aku menyelamatkannya. Menyelamatkan buku-mu, brengsek. Aku membukanya karena ingin tahu. Memangnya kau tidak pernah dengar kata 'penasaran'? Huh?"

Irregular | Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang