Decision

87 12 0
                                    

Plik.

Matanya terbuka, cukup lebar, tertutup, terbuka lagi, tertutup lagi dengan jangka waktu yang begitu cepat. Hanya dalam selang beberapa detik. Dia mengedipkan mata berkali-kali bertujuan untuk meyakinkan diri bahwa dia sudah kembali ke dunia nyata. Artinya bunga tidurnya itu sudah lenyap. Seketika bahunya yang tegang itu kembali melemas.

"Haaa...h..." dia menghela nafas lega. Dia mengedarkan pandangannya ke bawah. Dia memegang bantalnya yang sudah basah, "ba...sah lagi?"tanyanya entah pada siapa. Dia mencoba menggerakan tubuhnya untuk bangkit dari tempat tidur, lalu perlahan menyalakan saklar lampu. Matanya secara otomatis menatap jam dinding yang jarum panjangnya menunjuk angka satu, sedang yang pendeknya menunjuk tiga.

"Glek!"dia tertegun lalu melangkahkan kakinya perlahan ke sekitar kamar. Langkahnya terhenti. Kini dia menatap bayangan tubuhnya di cermin besar itu, dia menatap lurus ke wajahnya. Lalu tangannya bergerak perlahan menuju arah pipinya. Disana terasa cukup basah, karena tampak juga bekas air mata yang begitu jelas. Dia menghela nafasnya sekali lagi.

"Gua nangis lagi, ya."gumamnya.

***

Tap tap.

Langkahnya perlahan tapi pasti. Wajahnya begitu lesu, terutama matanya yang nampak sayu, dengan tubuh tergontai-gontai itu dia duduk di sebuah kursi cokelat seperti biasanya. Tentu tak lupa sebelumnya dia melepas tas punggung berwarna oranye itu. Setelah duduk di bangku kelas, dia mengangkat wajahnya dengan menopang tangannya ke meja.

Jam pelajaran berganti. Dia hanya manggut saja saat guru menerangkan, dia nampak begitu lesu dan cuek namun dia tetap mengamati pelajaran. Wajah datarnya cukup membuat orang sekelilingnya berpikir macam-macam karena dirasa cukup ambigu, bisa saja dia kesal, bisa saja dia sedih. Waktu berjalan begitu cepat, berkali-kali bel pergantian jadwal dan kini waktu yang ditunggu-tunggu pelajarpun tiba.

Jam istirahat. Tangannya terlipat rapi di meja. Dia membenamkan kepalanya ke dalam tangannya itu. Semua orang yang melihat itu mungkin mengira dia tidur. Tapi...

"Ren,"ujar seseorang sembari menyolek punggungnya. Tanpa bereaksi dari posisinya, dia hanya memberi refleks dehaman, "Hm?"

"Jajan yuk, Ren."

"Ga ah, males."

"Ah, Rena mah gitu! Ayolah." ujar orang itu yang notabenenya teman sekelasnya. Oh iya, nama anak itu Rena Saffirah. "Mager, Ra."balas Rena kepada Tiara yang masih asik menganggu aktivitas menunduknya di meja itu.

Tiara yang kesal berjalan menuju bangku sebelah Rena, lalu tanpa disuruh langsung sigap mengambil posisi duduk di samping anak lesu itu. Lalu perlahan mengangkat wajah Rena. Rena tak terima dan tetap menahan wajahnya agar tetap menempel rapi di tangannya. Tiara tidak menyerah, begitupun Rena.

"Ayolah, Ren."

"Ogah."

Adegan tarik-menahan itu akhirnya terhenti karena Tiara menyerah akan pertahanan Rena yang bagai tak tertembus. "Huft..."keluh Tiara yang mulai penasaran akan perubahan sikap Rena, dia mengangkat wajahnya ke tangan lalu ditopang ke meja. "Lo ngapa sih, Ren? Dari maren-maren gini mulu..."

"Gapapa."jawab Rena cepat. Tiara menyipitkan matanya tak percaya, "Lo masih mikirin Doni, kan?"ujar Tiara dengan nada memfitnah penuh keyakinan. Mendengar itu Rena langsung membangkitkan kepalanya dari posisi nikmat, sekarang Rena bisa melihat Tiara dan sekeliling kelas, "ka-gak tuh!"

Sisa Zaman Jahiliyah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang