Hari ini tepat satu bulan aku menikah dengan mas Rian. Mas Rian orang yang baik, meskipun kami saling tahu bahwa belum ada cinta diantara kami, dia tetap memperlakukan aku dengan baik, dia perhatian dan sangat tenang dalam menghadapi masalah. Karena kami belum lama saling kenal, tentu saja akan ada banyak perbedaan pendapat diantara kami, tapi aku bersyukur karna mas Rian tidak pernah memaksakan keinginannya, jika menurutnya ada sikap atau perbuatanku yang tidak sesuai untuknya, dia tidak semena-mena melarang atau langsung menyalahkanku, dia akan mendiskusikannya denganku terlebih dulu. Menurutku itu sangat keren. Iya, mas Rian memang orang yang keren.
Meskipun ia sangat sibuk dengan pekerjaan kantor nya, ia tidak pernah sekalipun melewatkan untuk sarapan dan makan malam di rumah bersamaku. Meskipun kami sama-sama tahu masih belum ada cinta yang terjalin di pernikahan kami, tak menjadi penghalang yang berarti bagi hubungan di pernikahan kami. Ya memangnya cinta bagaimana yang bisa tumbuh hanya dalam satu bulan pernikahan? Sementara kami menikah karena perjodohan. Tapi aku tahu, mas Rian sedang mengusahakannya, begitupun denganku. Karena itulah meski sesibuk apapun mas Rian dengan pekerjaannya, ia selalu menyempatkan dan mengusahakan untuk menyediakan waktu sebanyak mungkin bersamaku.
Aku tidak bekerja, Mas Rian yang melarangku bekerja. Ia katakan, "Arina, mencari nafkah itu merupakan tugasku sebagai seorang suami, tugasmu sebagai seorang istri sudah cukup banyak dan melelahkan, aku tidak ingin kau kelelahan karena harus bekerja juga. Kurasa gajiku di kantor sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kita". Aku tahu, kata-kata yang ia katakan bukanlah merupakan kata-kata manis dan romantis, tapi aku tidak tahu, setiap mengingat bagaimana ia menyampaikan kata-kata itu, bibirku otomatis akan tersenyum dan hatiku merasa senang. Aku merasa disayangi dan diperhatikan, aku tahu dia tidak mau aku sakit karena terlalu banyak bekerja.Pagi ini aku sudah selesai menyiapkan sarapan untuk kami berdua, tinggal nungguin mas Rian selesai siap-siap.
"Mas, sarapannya udah siap, kamu masih lama? Nanti kamu telat loh berangkat ke kantornya" kucoba panggil mas Rian yang gak keluar2 dari tadi.
"sebentar, ini aku lagi pasang dasi" lah, Pantes dia gak selesai-selesai, haha. Iya, mas Rian gak bisa pasang dasi, biasanya dalam seminggu ini aku yang pasangin, bisa-bisanya aku sampai lupa. Kuputuskan untuk menyusul mas Rian ke kamar, bantuin dia pasang dasinya. "ini gimana cara pasangnya sih?" kudengar mas Rian bergumam sambil kebingungan.
"sini, aku bantu pasang dasinya. Kamu tuh mas, kerja kantoran tapi pasang dasi gak bisa, gimana sih?" kugeleng-gelengkan kepalaku melihat mas Rian yang hanya tersenyum mendengar perkataan ku.
"aku tuh bisa pasang dasi ya, cuma ya gak bisa serapi pasangan dasi kamu. Lagian kan udah ada kamu yang selalu pasangin dasi aku tiap hari"Ngomongin masalah pasang dasi, aku jadi teringat waktu pertama kali aku memasangkan dasi mas Rian, hari itu hari pertama mas Rian mulai bekerja lagi setelah meminta cuti satu minggu untuk pernikahan kami. Kulihat ia yang kesusahan memasangkan dasinya, bukannya dia tidak bisa memasang dasi, mas Rian bisa pasang dasi, tapi memang tidak bisa merapikannya, melihatnya yang kesusahan, aku pun berinisiatif untuk membantunya, mengingat kami yang baru beberapa hari menikah dan kami masih belajar membiasakan diri, sehingga masih sering terjadi kecanggungan diantara kami, "mas, mau aku bantuin pasang dasinya?" ragu-ragu aku bersuara menawarkan bantuan, aku menunduk tanpa berani melihat ke arahnya karena malu bercampur takut, takut jika dia akan menolak tawaranku.
Cukup lama aku menunduk menanti jawabannya, namun mas Rian tidak bersuara sedikitpun, aku jadi semakin malu dan sedikit sedih, kurasa dia tidak mau aku pasangkan dasinya, mencoba mengenyahkan perasaan malu dan sedihku, menganggap ini bukanlah masalah dan mencoba mengerti, bahwa kami masih belum sedekat itu untuk aku bisa memasangkan dasi untuknya dan ku angkat kepalaku yang sejak tadi tertunduk untuk melihat mas Rian yang berdiri cukup jauh di depanku.
Aku terkejut, ternyata mas Rian sedang memandangku dengan tersenyum, bukan jenis senyum lebar apa lagi senyum menggoda, hanya senyum sederhana namun manis dan itu mampu membuatku ikut tersenyum ke arahnya. Aku selalu suka melihat senyum mas Rian, senyuman manis yang sederhana dan menenangkan, membuat orang yang melihatnya tanpa sadar ikut tersenyum, seperti yang aku lakukan saat ini.
"katanya mau bantuin aku pasang dasi, kok malah diam disitu? Sini, gimana mau pasang dasinya kalau kamu aja jauh dari aku?" mas Rian bersuara tanpa menghilangkan senyumnya. Manis banget sih."kirain aku mas gak mau aku pasangin dasinya" kugigit bibirku karena terlalu gugup mengetahui mas Rian dari tadi perhatiin aku yang hanya diam dan menunduk.
Mas Rian terkekeh geli, "kok gitu? Padahal aku udah dari tadi nungguin kamu nawarin bantuan pasang dasi aku. Pasangin dasi aku ya?". Mas Rian berjalan mendekat ke arahku lalu menyodorkan dasinya untuk aku pasangkan. Aku pun mengambil dasinya dan mulai memasangkannya.Huh, akhirnya selesai juga aku pasangin dasinya mas Rian, cukup lama waktu yang kami habiskan untuk memasang dasi mas Rian, gak tau ini karena aku yang udah mulai lupa cara pasang dasi karena udah lama nggak pernah masangin dasi papa lagi atau karena aku terlalu gugup berdiri sedekat ini dengan mas Rian, sampai-sampai sudah selesai pun aku tak berani melihat ke arahnya dan masih saja fokus melihat ke arah dasinya.
"makasih ya" akhirnya mas Rian bersuara ditambah dengan mengacak pelan rambutku "kamu kenapa nunduk terus dari tadi? Kamu gugup ya berdiri sedekat ini denganku?" DENG. Kenapa ngomongnya suka benar sih mas? Kan aku jadi tambah gugup.
Siapa yg akan menyangka orang sebaik ini bisa setega itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
"Kita"
RandomAku tahu kita dijodohkan. Aku tahu kita berawal tidak saling mencintai. Tapi, bukankah kita menikah karena persetujuan dariku dan darimu? Bukankah cinta bisa datang karena terbiasa? Setidaknya itu yg terjadi padaku. Tidak bisakah itu menjadi alasan...