[1] wild guess.

518 58 1
                                    

; note
↪ SOoo guys karena latarnya International School, maka percakapan yang ada bakal dalam Bahasa Inggris, ya! Nggak semuanya, kok. Enjoy!✨


Ia menghela napas dalam-dalam. Langkah lamban seorang Reginnavishka Hartanto—atau Nana, sebagaimana ia biasa disapa—akhirnya berhenti di depan sebuah gedung. Gedung itu tinggi, bergaya modern minimalis dengan eksterior yang didominasi kayu dan batu-batu alam, mirip hotel-hotel bernuansa alami yang sering jadi pilihan Nana kala ada libur panjang. Tentu seharusnya jadi hal yang bagus mengingat sang gadis sangat suka hawa-hawa segar seperti itu, namun sekarang ia malah merasa sebaliknya; Nana sedang grogi betul.


"Hey! West dorm?"


Hah?


Nana menoleh ke asal suara. Oh, ternyata ada seorang—ralat, dua murid laki-laki yang memanggilnya. Tampaknya mereka adalah kakak kelas karena perawakan mereka lebih tinggi. Kedua manusia itu tersenyum lebar sambil mengangkat alis, namun Nana mengerutkan dahi sebab tak begitu dengar apa yang mereka tanyakan. "Sorry?"


"West dorm?" dua kata itu diulang, namun kali ini oleh murid yang di sebelah kanan. Nana kembali mengecek kuncinya di saku, kemudian mengangguk.

"Oh, good then! Hi, i'm Joseph, and this is my friend Peter," yang lebih tinggi memperkenalkan diri dan kawan di sampingnya. "And you are?"

Nana tersenyum, kemudian memberikan buku jurnal kegiatan setelah mendapat kode dari Joseph. "Reginnavishka, Kak. Just call me Nana."

"Nah, just call us by our names. It's not that biggie here, Na." jawab Peter sambil mengibaskan tangannya seakan-akan budaya memanggil 'Kak' sudah amat ketinggalan zaman. Kemudian, ia menunjuk ke arah barat lapangan, tempat dimana banyak murid berkumpul, sedangkan Joseph memberikan stempel pada buku jurnal kegiatan tadi. 

"Sudah distempel langsung ke sana aja ya, Nana. Ada barang yang berat? Biar dibawain sama Joseph daripada dia gabut gini sih," ucap Peter diiringi tawa keras sesaat sebelum buku jurnal Nana dikembalikan, dibalas dengan tatapan kesal dari Joseph. Nana menggeleng sambil tersenyum kaku.



"Nggak perlu, hehe. Thanks!"


"You're always welcome!"


"Kalau ada apa-apa nanya kita aja, ya!"


Wow, orang-orang di sini friendly ternyata, pikirnya. Sesungguhnya, gadis itu berekspektasi bahwa murid-murid yang belajar di Golden Sierra adalah sekumpulan manusia yang individualis dan boring. Ternyata ia salah. Setelah melambaikan tangan dan pamit kepada Joseph dan Peter, Nana beralih menuju wilayah yang dimaksudkan mereka tadi. Di sana ramai, ada beberapa murid baru, juga kakak-kakak kelas yang menyebar, entah sedang membagikan apa. Nana, being a curious self she usually is, berencana untuk bertanya kepada salah satu kakak kelas yang ada di sana. Namun, sebelum sempat mulutnya terbuka, satu pertanyaan sudah dilontarkan oleh murid laki-laki itu.


"Hey, do i know you? I've seen your face somewhere- Oh! Let me think for a second..."


Heck, this guy scares me, Nana berucap dalam hati sambil mengerutkan dahinya atas respons dari apa yang dikatakan pemuda di depannya. Sebetulnya, penampilan orang itu biasa-biasa saja; badannya lumayan tinggi dengan rambut hitam legam dan gigi yang berkawat, namun gaya bicaranya keras dan cepat, membuat Nana jadi kaget.

"Now i know. You look like my brother's new friend—Eh, Rao, sini gak lo?!"


"Duh, apaan lagi sih, Bang?"


Dahi Nana semakin mengkerut. Ini ada apa lagi, sih?

"What's your name again, young lady?"

Nana menelan ludah. "N-Nana...?"

"Okay, Nana, my name is Aiur and this is Rao, my brother. And i hope you guys get along well, aaaand--" pemuda yang diketahui bernama Aiur—serius, Nana tak mengerti bagaimana pengucapannya tadi—pun mengeluarkan sesuatu dari sakunya, kemudian memberikannya kepada Nana. Lima lembar stiker sekolah, rupanya. "Nih, stiker. Keep them nicely, kay?"

Nana mengangguk ragu, kemudian mengalihkan atensinya kepada anak yang bernama Rao tadi.

"Umm, sorry, Na. Abangku anaknya gitu emang, hehehe." Rao menggaruk kepala, kemudian mengulurkan tangan. "Aku Ignatius Jonathan Rao Radja. Nama panjangnya kamu siapa?"

This guy is not that bad, i guess. But hey—his name sounds normal?

"Aku Reginnavishka Hartanto, hehe." Nana menjabat tangan Rao. Sempat terbesit keinginan untuk mengurungkan rencana bertanya, tapi ya... Apa salahnya, bukan?



"By the way—is your brother's name really Ai- Ai what?"

"Aiur?"

"Yeah- is it?"

"Ya enggak, lah! Yakali. HAHAHA." tawa Rao pecah, kemudian ia melanjutkan. "Engga, he's a dancer. And it's his stage name so... Yeah."

"Oh gitu..."




"Cek, cek."



Seketika, semua suara yang ada langsung berubah senyap. Semua pasang mata sekarang tertuju ke arah podium di dekat gerbang asrama dekat tempat Nana berdiri, dan tampak di sana seorang murid laki-laki berseragam rapih dan super lengkap dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Good morning, guys. My name is Benedict Kaisarius Halingga. Dan saya adalah ketua west dormitory."


Nana mengangguk. Oh, jadi ini Benedict yang suka muncul di akun Instagram resmi sekolah bareng anak-anak student council lainnya? He looks better in real life though, he's also kind of cute and




"Lah, gimana, sih?"

Hm?


Nana menoleh ke belakang, menemukan Aiur yang sedang mengobrol dengan seseorang, entah siapa, Nana tak tahu karena sosok tinggi itu membelakanginya.

"Aiur i'm so sorry, she was speaking in Bahasa so i didn't understand..."

"Ya Tuhan, jadi ini kita bicara sama Mr. Leong lagi?"

"Yeah, kayaknya..."

"Ah sial—okelah, you stay here kay, i settle."

"Thanks, man. You're the best."

Nana menelan ludah begitu sesosok itu membalik badannya. Seluruh fokus inderanya kini beralih pada sang pemuda yang tengah duduk di bawah pohon elm sambil memandang ponselnya itu, tak lagi mengindahkan ucapan sang ketua asrama. Gadis itu begitu terkagum oleh paras sang pemuda meski raut wajah itu menandakan bahwa ia sedang was-was. Oh, bukankah tadi ia berbincang dengan Aiur? Mungkin Nana bisa bertanya pada Rao perihal orang itu.


"Rao."

Rao, yang sedari tadi memandang Ben, akhirnya menoleh ke arah Nana. "Iya?"

"Kamu kenal cowok yang lagi duduk di situ, nggak?"

Rao mengangkat kedua alisnya, kemudian melihat ke arah belakang, mendapati seorang laki-laki yang tak asing. Meskipun begitu, Rao menggeleng sebab tak kenal. "Engga, cuma pernah lihat doang. Abangku gak gitu deket kayaknya. Kenapa?"


Yah.

Nana menghembuskan napas kasar. Yasudah, deh.

"Oh... Nggak papa."

Raut wajah Nana langsung mengkerut. Dalam hati, ia berharap supaya bertemu orang itu lagi.


[A/N]

AJSHHAHA i know this is just basically a piece of sh*t since it's been so long since the last time i write stories so... Please bear with it folks. 😩✊

🌤️ fall for you · yoshinoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang