Rose arent always red,
violets arent always blue.
I choose to be with you,
but you left me for someone new
______________________________________________SIANG ITU, di parkiran Gedung A Hubungan Internasional, dari kejauhan samar-samar Runa melihat gadis bergamis biru dengan kerudung segi empat cream, berjalan dengan cepat menuju ke arah Belva yang akan menaiki motor untuk pulang. Gadis itu Gea.
Mimik wajahnya sepertinya sedang kesal, sehingga menarik perhatian Runa lebih jauh untuk tahu apa yang akan ia lakukan. Runa bersembunyi di belakang pohon terdekat sambil mendengarkan percakapan keduanya.
Runa tau itu bukan hal yang etis. Tapi itu menyangkut Belva, sahabatnya. Jadi mau bagaimana lagi? Oh iya, Belva itu nama laki-laki bukan perempuan. Runa memang bersahabat dengan bukan makhramnya.
"Va, sebenernya kita itu apa sih?!" tanya Gea dengan nada meninggi segera setelah ia berada di hadapan Belva.
Belva yang baru saja menaiki motornya, segera beralih ke suara itu. Ia terkejut mendapati Gea yang marah-marah di hadapannya. Segera mungkin ia membuka helmnya kembali.
"Maksudnya apa, Ge? Tolong agak jauh juga, kita belum makhram" Jawabnya lugu tanpa bersalah.
"Aku itu apamu Va!" bentak Gea. Sepertinya ia berusaha memperjelas apa yang ia katakan tadi.
"Kamu marah alesannya apa?" tanyanya.
"Ngga usah berlagak bodoh! Ru-na-da! Aku tau kalian bersahabat, tapi aku masih ngga yakin sama perasaanmu. Aku udah cape Va selama ini cuma diem. Kenapa kamu nggak bilang kalo kita udah taaruf ke Runada sekalian sih?"
Gea menyebut namaku. Tunggu, taaruf? Hah sejak kapan? Bagaimana mungkin ia bertaaruf dengan Gea? Batinku
Belva akhirnya mulai menatap Gea, perlahan dia membuka mulutnya, tangannya masih di tempat: tak berkutik.
"Aku dengan Runada cuma teman. Bukannya abi ummi juga sudah tau aku milih kamu? Udah lah. Ge...anna uhibbuka fillah." Jawabnya lembut yang mengakibatkan senyuman manis di pipi Gea, dan diiringi larinya Gea masuk mobil karena ia telah di jemput.
'Cuma teman'. Aku tidak menyangka, akibat dari keingintahuanku ini, ternyata malah membuat semua akhirnya kacau. Secepat ini aku menerima jawaban kalau sebenarnya Gea adalah pilihan Belva.
Ini pertama kalinya aku jatuh cinta dengan seorang ikhwan, dan pertama kalinya juga aku mengalami sakit hati.
Aku berniat untuk mendekati Belva, menanyakan apa benar yang aku dengar barusan. Tapi, sesuatu rasa perlahan mulai menyesakkan. Entahlah, sakit sekali.
Perlahan mataku berat. Kalian tau kan apa yang akan terjadi selanjutnya? Menyadari itu, aku segera berbalik kearah lain dan memutuskan untuk berlari meninggalkan Belva. Sayangnya, Belva menyadari keberadaanku disana. Aku mendengar seseorang memanggil namaku berulang kali.
Ia bahkan menyuruhku untuk menghentikan langkah. Tapi aku tak menghiraukannya. Dalam hatiku, aku berdzikir dan berusaha melupakan apa yang terjadi barusan. Sampai-sampai aku bahkan tak sadar, aku menyeberang jalan tanpa melihat arah kanan dan kiri. Hingga akhirnya, aku hampir menabrakan diriku ke mobil yang melaju di sisi kiriku.
Tiiiin!
"Astaghfirullahadzim!" Aku berteriak, menutup mata secara spontan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAFF-KU [On Going]
Spiritualاَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ Ini bukan kisah Adam dan Hawa sebagai tulang rusuknya Ini mungkin cerita ku yang ingin menjadi aisyah, atau setidaknya perasaan terpendamku berbalas seperti Fatimah. Untuk 'Altaff' masa depanku...