Berhentilah diam-diam mengharapkannya.
Suka tak suka, berusahalah untuk melupakannya.
Biarkan ia pergi tanpa perlu dikejar untuk kembali.
Akan ada pengganti lebih baik dari Ridho illahi
__________________________________________SEPERTI biasanya setelah kuliah aku langsung datang ke kantin bersama lainnya. Reyna, Raka, Fian, Nindi dan tentu saja Belva ikut denganku menuju kantin. Ku segerakan memilih tempat duduk, satu meja panjang tersisa. Kami duduk disana, akhwat dan ikhwan jelas duduk berjauh-jauhan. Tapi bodohnya Belva duduk dihadapanku.
Aku sedikit canggung kala itu. Tidak seperti biasanya, atau bahkan seperti masa kecil kita dahulu yang selalu bersama. Iya, Kita sahabat kecil yang kemudian terpisah saat SMP dan SMA karena Belva pindah ke luar kota. Tapi, tiba-tiba Allah mempertemukan kita kembali saat kuliah ini. Sungguh seperti mimpi. Tapi, ini mimpi yang sangat indah.
Untuk mengatasi kecanggunganku, Aku berusaha mengobrol ringan dengan yang lain dan baru dilanjutkan obrolan dengan Belva.
Aku memikirkan hal yang mengganjal pikiranku. Perihal yang terjadi kemarin. Seperti biasanya, dengan menunduk tanpa menatap ikhwan di depanku, Aku memberanikan diri untuk bertanya,
"Va, Una mau nanya nih" ujarku yang menimbulkan tengokan teman-teman ke arahku.
Aku mengabaikan mereka. Toh kita semua sudah berteman sejak awal masuk kuliah. Yang berbahaya adalah jika Aku suudzon kepada Belva dan pada akhirnya berdosa.
"Tanya apa Na?" Jawabnya.
"Gini Va....sebenernya Gea itu siapamu?" Tanyaku serius.
Belva terbatuk. Ia segera membangunkan badan yang tadi menunduk untuk meyeruput es teh di hadapannya. Nampaknya, ia sedikit terkejut.
"Sebelumnya Aku mau minta maaf sama kalian semua karena nggak ngasih tau perihal Gea. Terutama kamu Na. Jadi, sebenernya Aku sama Gea udah deket dari semester satu. Awalnya temenku bilang kalo ada yang suka sama Aku, kalian tau siapa dia?"
Belva tersenyum,
"....Dia Gea. Jelas dong, Aku penasaran dia itu siapa. Nah, akhirnya Aku stalking stalking, ehh Aku suka sama dia juga endingnya. Nggak tau kenapa, tiba-tiba langsung sreg." Lanjutnya.Aku mendengar ceritanya dengan berisighfar di dalam hati untuk menenangkan perasaanku. Aku takut tiba tiba air mata jatuh dari pelupuhku.
"Waduh, udah jelas lampu ijo! kalo gitu kapan nih Va lu ngajak Gea taaruf ?" Tanya Raka dengan bahasa khas Betawi-nya.
"Telat! Aku udah ngajak taaruf dari lama kali"
Deg! 'Dari lama?'
"Lah kok? Kapan?" Celetuk Fian
"Oh, pas Aku nggak dateng ke acara amal di panti asuhan 3 bulan lalu" jawabnya santai.
"Yang lu bilang ke gua ada acara mendadak? Mantul, ambil start duluan buat nikah" Tanya Raka.
"Iya cuy, maaf diem-diem. Hehe"
Aku menerobos pertanyaan, "Kenapa ngga ngasih tau Aku juga?"
"Masih bingung mau ngasih taunya gimana, takut kamu sakit hati kalo Aku diambil orang" Dia tertawa memunculkan ginsul di dua ujung giginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAFF-KU [On Going]
Spiritualاَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ Ini bukan kisah Adam dan Hawa sebagai tulang rusuknya Ini mungkin cerita ku yang ingin menjadi aisyah, atau setidaknya perasaan terpendamku berbalas seperti Fatimah. Untuk 'Altaff' masa depanku...