"Jika bisa aku mengubah waktu, aku ingin kembali. Untuk merasakan kebahagiaan yang dulu ku alami."
_____________________________________
"Yah, aku ingin bicara serius sama ayah," kata Murni yang mencoba mencegah Hendrik melaluinya.
"Apa lagi yang mau di bicarakan? Udah gak ada lagi, aku mau kita pisah, dan hak asuh anak bakal jatuh padaku," ucap Hendrik dengan kasar.
"Tidak, Tasya tetap akan bersama ku, Tasya anak ku, aku yang melahirkannya.
"Ini semua pasti karna wanita murahan itu, wanita yang udah membuat ayah berubah, iya kan? Sampai ayah mau ninggalin aku sama Tasya, sampai ayah tega mau misahin aku sama Tasya. Iya, semua karna wanita sialan itu," teriak Murni.
"Jangan pernah membawa namanya atas kesalahanmu!" Bentak Hendrik.
Plakkk...
Isak tangis Murni, memecahkan keheningan malam itu. Mendengar suara tamparan dan teriakan dari Murni, seorang gadis keluar dari persembunyiannya. Dia lari dan langsung memeluk Murni, yang dia panggil ibu.
"Ayah ... apa salah ibu? Kenapa ayah jahat sama Ibu? Kenapa a-ayah menampar Ibu?" Tanya Tasya menahan tangis.
"Ayo kamu ikut Ayah!" Paksa Hendrik.
"Gak ayah aku gak mau, aku mau ikut Ibu," ronta Tasya.
"Ayo ikut Ayah!" Hendrik semakin kasar menyeret tangan Tasya.
"Gak yah, sakit yah, lepasin Tasya. Tasya cuma mau sama Ibu," teriak Tasya.
Teriakan Tasya begitu kencang, hingga sampai kekamarku. Aku langsung bergegas kekamar Tasya, karna khawatir.
"Tasya! Tasya, bangun!" Aku mengguncakan tubuh Tasya.
Tasya bangun dan langsung memeluk ku, tubuhnya gemetar. Entah apa yang membuatnya takut.
Aku membalas pelukan Tasya, "tenang Sya, gue udah ada disini."
Setelah aku rasa cukup tenang, aku melepaskan pelukan Tasya.
Sambil mengelus pipinya, "Sya, loe gak papa kan? Loe mimpi itu lagi ya? Jangan di pikirin ya Sya, gue selalu ada di samping loe, gue gak bakal ninggalin loe."
Aku memeluknya sekali lagi untuk meyakinkan hati ku bahwa dia akan baik-baik saja.
Dengan senyuman lebar dari bibirnya yang berusaha tampak ceria,"sekarang jam berapa ya?"
"Sekarang jam 7 pagi," kata ku.
"Serius? Aduh .. aduh ... gawat gue telat," Tasya panik hingga lompat dari kasur, dan bergegas kekamar mandi.
"Telat kenapa sih? Bukannya loe udah selesai sidang? Tinggal nunggu wisuda kan?" Tanya ku penasaran.
"Iya, gue ada janji jalan sama Deon. Bentar lagi pasti dia sampai, loe tolongin bilang sama dia ya, kalau gue lagi siap-siap," teriak Tasya dari kamar mandi.
"Ya, yaudah jangan lama-lama ya, loe tau kan gue gak suka sama Deon," kataku.
"Iya, oke bos."
Aku pun turun ke ruang tamu, menunggu pangeran Tasya datang. Sebenarnya aku tidak ingin Tasya pergi dengan Deon. Tapi aku takut, jika aku larang dia pergi dari rumah lagi. Seperti satu bulan yang lalu. Dia pergi dari rumah karna aku melarangnya.
Hmm ... semenjak 10 tahun lalu, saat aku menyaksikan keluarga Tasya hancur, aku semakin sayang dan takut Tasya hancur lagi hatinya.
Waktu itu, saat aku duduk di bangku SMP, aku sekolah di sekolahan yang sama dengan Tasya. Saat pertama kali kami kenal, kami langsung akrab dan memutuskan untuk jadi sahabat. Yang membedakan antara kami, Tasya mempunyai keluarga lengkap dan bahagia menurutku, sedangkan aku. Hidup di panti asuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME HOME
ChickLitCeritaku kali ini adalah kisah sahabatku, kisah dimana emosi kalian dipermainkan. Kisah untuk semua orang dewasa yang pasti pernah mengalami dan merasakan apa yang dirasakan sahabatku ini. Hal yang selalu ingin kalian lakukan tapi tak pernah bisa. ...