Sajak Pilu

71 7 2
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh, cerita dan tempat kejadian hanya kebetulan.

Selamat Menikmati
'
'
'
'
'
'
'
'
'
Dia adalah kerdil cinta dari kemegahan yang mereka puja

"Yah!!" seruku saat layar yang sejak tadi kutekuri tertutup tanpa mampu kutahan. Kutatap tajam Si Pelaku yang sama sekali tidak menunjukkan raut bersalah.

"Gracia, itu belum disimpen..."

Tugas yang seharusnya dapat kuserahkan pada editor sore ini, berakhir menjadi ratapan tragis. Dan kuucapkan selamat tinggal untuk waktu istirahat yang lagi- lagi harus tersita.

Setelah tatapan tajamku terabaikan, kali ini kucoba membagi ratapanku dengan Si Pelaku, hasilnya? Aku tetap terabaikan.

Helaan nafas berat meluncur dari mulutku, aku menyerah. Kugeser dudukku yang semula berhadapan dengannya menjadi di sampingnya.

"Kakak minta maaf ya?"

Hei! Bukankah dia yang seharusnya minta maaf padaku?!  Ah sudahlah! Kali ini mengalah menjadi pilihan yang tepat.

"Gracia minta apa deh?"

Akhirnya, tawaranku ternyata lebih menarik dari telpon pintar yang lebih dulu jadi fokus utamanya.

"Buatkan aku 1000 candi dalam satu malam"

"Sendiko ratu"

Aku tergelak dengan palakonan singkat kami. Sedangkan dia malah menghambur dalam pelukku.

"Ahh kakaaakk!! Aku kangen"
"Dicariin di kampus nggak pernah ketemu, di-chat boro- boro dibaca, ditelpon juga nggak diangkat."

Baiklah, jika sudah begini aku hanya harus jadi pendengar setia semua keluhnya. Toh kali ini akulah penyebabnya.

Statusku sebagai seorang mahasiswa yang juga menjadi wartawan lepas pada salah satu media cetak memang cukup menyita waktuku. Kesibukan- kesibukanku yang lain juga ikut andil untuk membuatku lupa melihat sekitar, termasuk dia.

$$$$$

Dia adalah bentuk nyata dari cinta yang fana

Plak...

Tatapan kecewa menyusul tamparan itu. Lebih menyakitkan lagi, dia juga menambahkan rasa jijik yang jelas kulihat dari matanya yang memerah. Dikembalikan dengan kasar buku yang sejak tadi dia genggam. Sebelum akhirnya dia melenggang meninggalkan jejak tangis, rasa kecewa dan jijik yang kentara.

Tubuhku membatu dalam tunduk, bahkan tak kuasa kulihat punggungnya yang menjauh. Aku luruh bersama air mataku yang jatuh.

Aku memang seorang pecundang yang hanya bisa mengaburkan cinta di balik status perasahaban.

"Aaaarrrggghhh..."

$$$$$

Dia adalah makian dari sucinya cinta

Gracia, Shania Gracia. Usianya lebih muda 2 tahun dariku. Kita dipertemukan oleh kegemaran yang sama di salah satu kegiatan kampus yang lebih dulu kuikuti.

Tidak ada yang istimewa dalam temu pertama kita. Perasaan ini muncul setelah aku menyelesaikan beberapa pekerjaan dengannya.

Bagi teman- teman dan senior lainnya dia sosok dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Pengendalian dirinya cukup baik untuk remaja seusianya. Wawasannya yang luas semakin mengagumkan saat disandingkan dengan pola pikirnya yang terbuka.

Dan di mataku dia seperti adik perempuan yang manja. Terkadang kedekatan kita terlalu intim untuk sebuah persahabatan. Jadi, bukan salahku jika akhirnya aku menginginkannya sebagai seorang wanita.

Sekuat hati ku tekan perasaan ini. Menghilangkannya bila ku sanggup. Persahabatan ini terlalu manis jika harus berakhir karena cinta. Aku masih terlalu nyaman dengan caranya bermanja padaku.

Buku harianku menjadi saksi betapa aku mendambanya. Saksi atas rasa sakit atas sikap pecundangku yang hanya mengikatnya sebagai sahabat.

Sebenarnya tak ada yang salah ketika akhirnya cinta ikut campur dalam persahabatan? Yang membuatnya salah, bahkan hina adalah ketika kalian sama.

Itulah yang terjadi dalam kasusku. Aku adalah Ratu yang mendambakan permaisuri sebagai pendamping hidupku.

$$$$

Sajak indah cinta hanya menjadi bayangan yang tak pernah berupa

"Gue mundur"

Sejak Gracia mengembalikan buku harian itu sikapnya berubah. Terutama saat kami berada dalam kegiatan yang sama. Sangat jelas jika dia menghindariku. Yang kutahu cinta bukanlah najis yang perlu dihindari. Tapi kalau dia menginginkanku pergi, maka pasti kuturuti.

"Loh kenapa tiba- tiba gini Vin?"

"Sorry, tapi lo tau sendirikan gue nggak cuma kuliah."

"Kan tapi lo cuma harus dampingin mereka aja Vin?"

"Man, kuliah gue lagi padat- padatnya. Gue cuma takut malah nggak maksimal di semua kegiatan kalo gue jalanin semua, dan malah kasih contoh buruk ke junior- junior gue."

Untuk waktu yang telah kuberikan pada semua kegiatan ini, alasanku sangat tidak masuk akal. Menjadi mahasiswa yang tergabung dalam kegiatan kampus dan bekerja paruh waktu sudah kulakukan sejak tahun pertama kuliah. Dan selama 3 tahun itu aku sangat menikmati 24 jamku.

"Terus proker lo sekarang gimana?"

"Lo tenang aja, sampai sekarang progresnya udah 80%, gue bakal tetap bantu sampai majalah ini rilis."

"Okelah kalo itu keputusan lo gue bisa apa? Lo tinggal urus berkas pengunduran diri lo. Thank's buat kerja keras lo selama ini."

"Oke siap. Gue yang harusnya makasih sama kalian. Kalau gitu gue duluan. Sekali lagi makasih."

"Gracia!"

"Misi Kak Viny saya mau lewat?"

Dia bukan Graciaku. Gracia tidak pernah berkata dan menatapku seperti itu. Sebegitu menjijikkannya kah aku Gre?

"Gre, kakak minta maaf. Selamat tinggal"

Kalimat itu mengakhiri pertemuanku dengan Gracia, mungkin untuk waktu yang lama. Entahlah.

Tamat

Terima kasih atas partisipasinya. Kurang lebihnya mohon maaf.

*menerima kritik dan saran 😊

Sajak PiluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang