Aku Choi Yena, bukanlah tipe orang yang suka menelan ludahku sendiri. Maka, walaupun Sakura sudah begitu menggebu menceritakan sosok hebat Bae Jinyoung dari kelas tetangga, aku tetap pada pendirianku.
"Gue belum mau pacaran," ucapku sambil menyuap kimbap dari kotak bekal makan siangku.
Enak, seperti biasa.
"Yeeeeen," Sakura menghela nafas kecewa. "Yang lo tolak itu Jinyoung. Salah satu cowok paling diincer sama ciwi-ciwi di sekolah ini."
Aku tidak bohong, kimbap buatanku benar-benar enak. Tapi nafsu makanku akhir-akhir ini hilang karena setiap makan siang Sakura selalu membicarakan sosok yang katanya tinggi, tampan, pintar dan sangat suka fotografi dari kelas sebelah itu.
"Gue nggak tertarik," ucapku sambil meletakan sumpit di atas meja. "atau suruh si Jinyoung pilih salah satu cewek yang ngincer dia aja. Lo 'kan kemaren bilang kak Somi yang cantik itu juga suka sama Jinyoung. Nah, jodohin mereka berdua dan jangan ganggu gue lagi, please?" kini sambil menutup kotak bekal yang isinya belum habis. Genap empat hari nafsu makanku hancur karena Sakura.
"Ih, yen! Kalo Jinyoung mau sih, gue nggak usah repot-repot jodohin dia sama kak Somi. Gue juga suka sama dia, gue jodohin aja sama diri gue sendiri."
Aku langsung terdiam, mencerna ucapan Sakura.
"Ra, lo secara nggak langsung malah bikin alasan gue makin kuat buat nolak Jinyoung."
"Maksudnya?" Tanya Sakura bingung.
"Gue nggak mungkin nusuk sahabat gue sendiri, lo bilang tadi lo suka sama Jinyoung 'kan?"
Aku bisa melihat wajah Sakura yang tiba-tiba memerah. "H-hah? Enggak kok," jawabnya. Mata Sakura melirik ke kanan dan ke kiri dengan cepat, kebiasaanya setiap berbohong.
Aku sengaja menunjukkan senyuman penuh arti pada Sakura. "Tadi lo sendiri yang bilang padahal."
"U-udah, ah. G-gue mau ke kantin dulu." Sakura berdiri dari bangkunya yang berada di samping kiriku.
Masih kutunjukan senyumanku, "Lo bukannya bekel makanan dari rumah juga?"
Sakura berjalan cepat menuju pintu kelas, "G-gue lagi nggak mood sama masakan rumah."
Setelah itu, dia menghilang dari pandanganku begitu melewati pintu.
Aku terkekeh. Sepertinya mulai sekarang Sakura akan berhenti menjodohkanku dengan Jinyoung.
Dasar, Miyawaki Sakura! Menurutmu, delapan tahun persahabatan kita, aku tidak bisa membaca ekspresi wajahmu yang menyukai Jinyoung sejak pertama kali melihatnya saat pekan orientasi sebulan lalu?
Aku tau sejak lama. Tapi aku ingin mendengarnya langsung, seperti saat tadi kamu mengucapkannya dengan wajah yang memerah itu.
---
Lima belas menit, waktu tersisa untuk istirahat. Setelah ini siksaan logaritma akan dibawa masuk ke kelas oleh guru matematika kami, pak Siwon.
Lima belas menit, aku gunakan waktu itu untuk tidur. Dengan tangan yang kulipat di atas bangku dan kepala yang kutidurkan diatasnya, aku mencoba memejamkan mata.
Iya, aku hanya akan tidur sebentar....
BRAK
"WOIIII!"
Aku tersentak dan siap untuk memaki orang yang menggebrak meja dan berteriak dengan tidak manusiawi hingga kini nafsu tidurku ikut hilang. Dan tersangka itu adalah orang yang sama--Sakura, yang sepertinya baru selesai makan di kantin.
"APA SIH RA?!" aku jadi terbawa emosi.
"IH BIASA AJA DONG! KAN KAGET, YEN."
"YA LO DULUAN 'KAN NGAGETIN GUE!"
"UDAH-UDAH, BERISIK! NGAPAIN SIH KALIAN PAKE TERIAK-TERIAK SEGALA?!" Daehwi yang duduk di bangku belakang aku dan Sakura malah berteriak lebih lantang dari kami berdua.
"LO JANGAN IKUT TERIAK JUGA KALI, HWI!" kali ini Hye Won yang duduk di samping Daehwi ikut menimpali.
"SIAPA YANG TER-"
"Selamat siang, semuanya." suara pak Siwon membuat sebagian dari kami seketika diam dan sebagian lain sibuk mencari tempat duduk masing-masing.
"Kok, udah masuk aja sih? Bukannya istirahat masuk lima belas menit lagi?" bisikku pada Sakura dengan suara yang sangat pelan, seolah adegan saling meneriaki tadi hanyalah halusinasi.
"Nah, tadi tuh gue bangunin lo karena mau ngasih tau kalo pak Siwon masuk awal karena mau ngenalin murid baru." Sakura ikut membisik karena keadaan kelas sangat hening mengingat bahwa Pak Siwon mendapat peringkat 3 diantara semua guru yang paling galak dan sangat benci pada keributan. Tapi karakternya itu sangat cocok untuk menjadi wali dari kelas yang mendapat gelar 'kelas paling berisik' seperti kelas kami.
"Kenapa nggak dari jam pertama?"
Sakura mengangkat bahu. "Nggak tau."
Aku mengalihkan pandangan ke depan dan baru menyadari si murid baru sepertinya mengekori pak Siwon, karena tau-tau sudah berdiri di depan whiteboard.
Aku memperhatikan dari kaki sampai wajahnya. Sepatu sport putih yang jelas dilarang sekolah, kemaja kusut yang keluar dari celana dan wajahnya yang ... ku kenal?
Tunggu! Sepertinya benar, aku tidak asing melihat si murid baru itu. Aku mengedipkan mata berulang-ulang untuk memastikan aku tidak salah lihat.
Tapi tetap saja, wajah itu sangat jelas terlihat seperti orang yang ku kenal.
"Kalian kedatangan teman baru dari Busan." ucap Pak Siwon pada kami sekelas. "silakan perkenalkan diri kamu," kali ini beliau berbicara pada anak lelaki di sampingnya.
Si murid baru menatap kami satu persatu dan saat pandangan kami beradu ... waktuku, orang-orang disekitarku, bahkan duniaku serasa berhenti.
Benarkah, dia orangnya?
"Saya park Woojin, pindahan dari Busan. Kalau diantara kalian ada yang mau ajak saya latihan atau tanding sepak bola, saya pasti nggak akan nolak."
Hanya dengan perkenalan singkat itu, mampu membuatku yang berada diperingkat empat diantara satu angkatan, mematung seperti orang bodoh disini.
Park Woojin. Busan. Sepak Bola.
Iya, dia orangnya.
---
Svanzza
20/02/2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Follow in Somebody's Footsteps
FanficAku selalu melakukannya setiap pulang sekolah. Berdiri di belakangnya, lalu mengikuti tiap langkahnya. Terkadang mengalihkan pandangan sekilas pada punggungnya. Karena begitupun, aku sudah bisa tersenyum.