Should I Give Up?

177 19 13
                                    


"Sayang, di sana ada fotoku ya sampai kamu tak berhenti memandangnya?"

Aku berjengit kaget ketika menyadari suamiku telah ada di ambang pintu kamar. Aku dengan segara kembali menyimpan sebuah notes kecil ke dalam laci. Aku menoleh padanya.

"Bukan, itu buku diary pertamaku. Aku jadi ingat masa masa kecil dulu."

Iya. Aku bahkan masih mengingatnya, cinta pertamaku yang kusia-siakan begitu saja.

Aku masih ingat saat 18 tahun yang lalu ia memberikanku bunga tulip di pagi hari yang ia petik dari taman milik ibunya. Aku masih ingat ketika ia mengajakku ke kamarnya yang bernuansa pororo, kemudian ia menaburkan banyak permen dan coklat untuk kami makan di atas kasurnya.

Choi Chanhee, dia adalah cinta pertamaku. Bahkan namanya masih terdengar indah di telingaku.

::

Kala itu aku tengah duduk di sofa sambil sesekali membantu Chanhee mengerjakan tugas sekolahnya.

Setiap sore sepulang sekolah ia memang selalu mampir ke rumahku untuk sekedar menonton tv atau membawa makanan yang merupakan sogokan agar aku turut membantu tugas-tugas sulitnya.

"Kak Xuanyi, aku...aku jatuh cinta padamu," ucapnya tiba-tiba yang sukses membuatku tersedak keripik kentang saat itu juga.

"A-apa?"

"Aku mencintaimu," ia menutup laptopnya. Kemudian ia duduk menghadapku dan menatap mataku lembut. Aku bisa liat bahwa ia tidak bercanda dengan ucapannya. "Aku ingin jadi kekasihmu."

Bisa kurasakan pipiku yang menghangat. Tidak dapat kupungkiri bahwa aku juga mencintai lelaki ini. Tapi, ia masih sekolah. Aku tak mau mengganggunya.

"Kamu harus lulus dulu, bocah," ucapku padanya.

Aku pun tersenyum kaku sambil mengusak pelan surai pirangnya yang nyaris terlihat putih itu.

"Oke," sahutnya terdengar sedikit kecewa. Namun ia kembali tersenyum padaku setelahnya.

Tidak ada yang mengucapkan janji, tapi saat itu jari kelingking kami tertaut manis.

Hariku berjalan seperti biasanya. Namun di akhir taun, senyuman Chanhee sudah jarang kulihat lagi. Tidak ada lagi dia dengan laptop kesayangannya yang duduk di sofa rumahku setiap sore. Tidak ada lagi dirinya yang akan mengajakku bermain game dan menonton bioskop jika akhir pekan datang.

Ia sangat sibuk dengan ujiannya, begitu pula denganku.

"Tak usah dipikirkan, ayo makan siang bersama. Aku traktir," ucap seseorang sembari menepuk bahuku.

Hatiku menemukan orang lain.

::

Burung-burung berkicau merdu mengitari bunga-bunga yang tertanam di depan rumahku, menandakan berakhirnya musim dingin tahun lalu.

Bocah blonde dengan laptop dan tugas tugasnya itu kembali hadir di ruang tamuku. Namun suatu hari, kunjungannya bertepatan dengan kedatangan kekasihku.

"Jadi lelaki itu kekasihmu?"

Chanhee mengajakku untuk mengobrol di teras rumahku saat hampir tengah malam, setelah kekasihku pulang.

Aku menunduk tak berani menatap manik dan wajah kecewanya. Aku sangat yakin dia sedang menahan emosi.

"Iya, dia kekasihku."

[07] Should I Give Up? • NewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang