Prolog Or Epilog?

36 9 5
                                    


     Tubuhnya tinggi dan tegap, menampakkan khas seorang pemuda. Dagunya terangkat dengan kesan angkuh, sorot matanya menatap tajam sang mangsa tanpa berniat memberikan ruang untuk lebih leluasa. Suara kursi dari kayu yang berderak tanda sudah lapuk terkikis usia. Sebenarnya tidak ada lagi yang bisa dilakukan pada mangsanya ini. Tatapan mata itu menyiratkan keputusasaan. Seringaian jahat terlukis di sudut bibirnya.

     "Aku tidak suka melihat kau tersiksa putri, bangunlah! Kau bukan putri Snow White yang tertidur dan menunggu kedatangan pangeran," bisiknya terdengar pada indra seorang perempuan, terikat di kursi tua itu. Sadar tidak ada gunanya mengikat gadis itu pada kursi, dia pun memindahkannya ke atas meja kayu berdebu. Dengan sekali goresan pada tali pengikat, sang putri pun terbebas. Namun, mengapa dia tidak berlari meminta pertolongan? Atau setidaknya mencoba membela diri dengan memukul pemuda itu.

     "Putri Cleorinda telah membunuh ibunya sendiri. Apakah itu terdengar adil di telingamu?" Pemuda itu mengusap lembut pipi dari seorang gadis yang dipanggilnya putri cleorinda. Ralat dia mengusap pipi putri Cleorinda dengan sebuah pisau lipat. Sang putri hanya meringis merasakan ketajaman pisau melukai pipinya. Perlahan demi perlahan pisau menggores sampai ke daerah sekitar matanya. Dan berakhir mencabut paksa bola mata sang putri.

     "ARGHH" Teriaknya, walaupun dari tadi sudah disiksa, dilukai bahkan dijadikan mainan, kini sang putri harus kehilangan matanya. Di dalam ruangan pun tercium amis darah yang melekat di lantai dan beberapa benda lainnya. Kulit putri tidak seperti kulit manusia pada umumnya. Banyak jahitan dari benang layang-layang di sana.

     "Ini tidak sesakit yang dirasakan oleh ibumu kok, tenanglah putri. Aku akan meninggalkan sebait puisi dan setangkai bunga untukmu.” Beriringan dengan berakhirnya perkataan dari pemuda itu, untuk yang terakhir kalinya putri berteriak. Pisau lipat tadi dilemparkan ke belakang dan tepat menancap di jantung sang putri. Pemuda itu hanya menyeringai, berlalu pergi dari tempat itu sebelum ada orang lain yang menemukannya.

   Derap banyak langkah kaki terdengar yang berarti ada orang menyelamatkan sang putri. Namun, sepertinya hal itu tidak akan menolong sang putri sama sekali. Karena dongeng putri Cleorinda sudah berakhir dengan tragis.

TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang