Dua tahun yang lalu...
Siapa yang tak bahagia jika bertemu dengan keluarga? Jawaban Akia, ia tak sepenuhnya bahagia ketika bertemu dengan Gio, lelaki yang katanya adalah suaminya. Kata siapa? Kata Gio sendiri. Entah bagaimana Akia harus menjelaskan, hatinya tak begitu senang bertemu dengan lelaki yang sedang duduk di ruang tamu rumah Gendis.
Akia yang tak mengingat apapun dan tinggal sementara-dua tahun- dirumah Kala binggung. Perasaannya terbagi menjadi dua antara senang dan sedih. Ia yang di temukan Kala di gang kecil buntu senang mengetahui tak lagi merasa seorang diri di dunia ini. Namun sedih karena mengetahui dirinya akan meninggalkan rumah asri yang memberikan kecerian padanya.
"Rumah kita terbakar Ki, aku kehilangan surat-surat nikah kita, jadi maaf aku tak bisa menunjukkannya ke kamu," ucap Gio, lelaki tampan dengan sedikit brewok di wajahnya.
"Kala?" Tanya Akia, matanya menatap lelaki yang duduk disisinya.
"Akia sudah kami anggap seperti keluarga, bagi saya Akia sudah seperti adik, mama saya juga begitu menyayangi Kia, maaf jika ucapan saya menyingung mas Gio, tapi tanpa bukti yang jelas saya enggak bisa melepaskan Akia begitu saja," ucap Kala yang mengetahui keresahan Akia.
"Saya mengerti, Akia memang pantas untuk disayangi, mudah sekali menyayangi dia, saya paham kekhawatiran kalian semua, justru saya sangat berterima kasih kalian enggak mudah percaya begitu saja, tapi saya juga bingung kalau harus memberikan bukti, semua surat-surat berharga hangus terbakar bersama rumah kami," ucap Gio.
"Enggak ada satu pun yang tersisa?" Tanya Gendis membuka suara.
"Enggak ada tante," jawab Gio dengan senyum kecutnya.
Kala, Akia dan Gendis beradu pandang. Ketiganya bingung, Kala bahkan berulang kali memijat kening. Ia bingung harus mengambil keputusan apa, melepaskan Akia begitu saja pada orang yang tak di kenal sangat berbahaya mengingat bagaimana ia menemukan perempuan itu. Tapi menahannya untuk dirumahnya bisa menjadi keputusan yang salah jika benar Gio memang suaminya.
"Aku enggak akan memaksa kamu untuk ikut denganku sekarang juga, Ki," ucap Gio lemah lembut, matanya menatap Akia dengan lekat.
Akia menunduk, ia bingung.
"Saya titip Kia sampai saya bisa buktikan Kia ini istri saya, apa saya diizinkan jika sering berkunjung ke rumah ini?" Tanya Gio. Matanya bergantian memandang Gendis dan Kala
"Iya, enggak apa-apa selama ada saya atau Kala di rumah silahkan saja," ucap Gendis.
"Terimakasih tante," sahut Gio.
Tak lama Gio pamit pulang, Akia yang siang hari itu mendapatkan kejutan besar merasakan pening menyerang kepalanya. Ia langsung masuk ke kamarnya di lantai dua, Kala dan Gendis yang sama terkejutnya tak tahu harus berkata apa untuk menenangkan hati yang sedang gundah itu.
"Ma, menurut Mama gimana?" Tanya Kala. Ia dan Gendis yang duduk di ruang keluarga kembali berdiskusi.
"Enggak tau Ka, mama juga bingung, kalau lelaki itu bukan suaminya 'kan bahaya buat Kia,apalagi kamu 'kan tau sendiri gimana keadaannya dulu,"sahut Gendis.
"Kalau dia benar suaminya bagaimana, Ma? Kala bingung harus menjelaskannya gimana," ucap Kala yang sudah mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Nanti mama bantu, sekarang pastikan dulu benar tidaknya lelaki itu suami Akia," ucap Gendis lalu menepuk paha putranya.
Kala mengangguk. "Nanti Kala cari tahu," ucapnya.
Gendis tersenyum tipis, diusapnya bahu Kala beberapa kali untuk menenangkan anaknya itu. "Mama ke atas dulu," ucap Gendis. Wanita yang berjalan tertatih dengan bantuan kruk itu hampir sampai di depan deretan anak tangga saat suara Kala mencegahnya.
"Besok aja, Ma, biar dia sendiri dulu," ucap Kala.
Gendis mengikuti saran anaknya, ia berbalik, berjalan menuju kamarnya sendiri sedangkan Kala ia masih duduk bersandar di sofa empuk ruang keluarga sambil memikirkan cara agar mengetahui kebenaran status Akia.
🍀🍀🍀
Akia menatap keluar jendela kamarnya, kehampaan menyelimuti dirinya. Ia semakin tidak mengerti apa yang tengah terjadi dalam hidupnya saat ini.
Sudah menikah? Benarkah?
Rasanya ia masih sangat muda untuk menikah. Dan berita buruk tentang kebakaran yang menghanguskan rumah serta menewaskan anggota keluarganya apa itu benar? Rasanya sungguh aneh. Kalau benar terbakar, kemana ia saat itu hingga ia bisa selamat? Kemana ia sampai bisa terpisah dan tak mengingat kejadian tersebut?
"Kia," panggilan beserta ketukkan di pintu kamar membuat Akia berhenti sejenak memikirkan masalah hidupnya. Sambil mengusap wajahnya ia berjalan hendak membuka pintu.
Kala, lelaki yang melarang ibunya menemui Akia sedang berdiri di depan kamar perempuan yang tengah galau tersebut. Memikirkan sendiri masalah tersebut membuat kepalanya hampir pecah, ia rasa mendiskusikannya dengan Akia mungkin membuatnya memiliki titik terang.
"Maaf kalau aku mengganggu kamu," ucap Kala ketika pemilik kamar berdiri di hadapannya.
"Enggak kok, ada apa Ka?" Tanya Akia.
"Tentang lelaki tadi," sahut Kala, jeda sejenak sampai ia mendapati reaksi Akia. Melihat tidak ada raut penolakkan tentang topik pembicaraan ini, Kala melanjutkan ucapannya. "Kamu benar-benar tidak mengingatnya?"
Akia menggeleng.
"Sedikitpun?" Tanya Kala, lagi.
"Aku enggak tahu, Ka, aku... aku bingung, tiba-tiba saja dia datang mengetuk rumah ini, mengaku dirinya suamiku, bilang kalau anggota keluargaku yang lain meninggal dalam insiden kebakaran di rumah, aku enggak tahu harus bersikap seperti apa," ucap Akia. Perempuan yang bersandar pada daun pintu itu memejamkan matanya, wajahnya benar-benar menunjukkan kebingungan.
Kala yang juga masih berdiri di depan kamar Akia memaklumi kondisi Akia, jika dirinya dihadapkan pada situasi ini ia pun akan sama seperti Akia.
"Ka, kalau memang ucapannya benar, ada satu cara buat buktiinnya," ucap Akia lirih.
Kala mendongakkan wajah yang sejak tadi menatap lantai. "Apa?" Tanyanya.
"Kalau memang aku ini istrinya berarti ceritanya yang lain kemungkinan benar 'kan?"
Kala diam sesaat. Kalau memang lelaki itu suaminya tidak mungkin ia berbohong sekejam itu dengan mengatakan seluruh keluarga Akia meninggal terbakar. Tapi seperti apa cara untuk membuktikan yang Akia maksud?
"Lalu?" Tanya Kala, ia mencium hal buruk. Ia sungguh berharap bukan hal gila yang Akia pikirkan seperti yang ia pikirkan saat ini.
"Kalau aku udah nikah aku udah enggak perawan 'kan Ka?" Sahut Akia.
Kala meneguk liurnya sendiri. Ide bodoh!
"Kita bisa ke rumah sakit buat tahu 'kan, Ka?" Sambung Akia.
Kala memijat keningnya untuk kesekian kali. Ia menyesal sudah mengajak perempuan didepannya ini berdiskusi.
"Enggak bisa, Ki, untuk visum seperti itu kita enggak bisa sembarangan," ucap Kala.
"Kenapa enggak?" Tanya Akia heran.
Kala menghela napas panjang. "Enggak bisa, Kia," jawabnya.
"Kenapa?"
"Periksa selaput dara enggak menentukkan kamu itu perawan atau bukan, udah menikah atau belum, udah jangan aneh-aneh deh, Ki," ucap Kala.
Akia diam mendengar penuturan Kala.
"Udah sana kamu tidur, besok lagi mikirinnya," ucap Kala dengan suara lembutnya. Lelaki itu lalu melangkah menuju kamarnya sendiri yang berada di seberang kamar Akia.
"Ka," panggil Akia.
"Kalau aku udah menikah, gimana?" Tanya Akia.
Kala diam, menghentikan langkahnya. Ia masih berdiri membelakangi Akia, pertanyaan perempuan itu sama seperti pertanyaan dalam hatinya yang ia sendiri tak bisa menjawabnya.
🍀🍀🍀
Ini flashback ya sayang sayangku. Udah aku tuliskan keterangan waktunya itu loh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable
Mystery / ThrillerAku tidak pantas kamu cintai, apalagi kamu miliki, baiknya kamu mencari perempuan lain yang layak mendapatkan gelar nyonya Asegaf.