4
Suhu mencapai tiga puluh derajat celsius, dengan terik matahari menyengat, kelas IPS XII-II masih berada di tengah lapangan. Pelajaran olahraga. Terdapat dua baris perempuan dan dua baris laki-laki yang sedang mendribel bola basket secara bergantian. Masih pemanasan sebelum akhirnya satu per satu menunjukan kebolehannya bermain bola basket secara individu.
Wajah Inka memucat. Kini gilirannya memasukan bola ke ring. Inka fokus, mendirbel beberapa kali, kaki kanannya maju, diikuti dengan kaki kiri yang melangkah secara bergantian, hap-hap-hap Inka men-shooting bola ke ring dan...
"Yey. Go Inka go Inka go, go Inka go Inka go, go Inkago Inka go..." heboh Susan di pinggir lapangan dan bergaya seolah cheereders.
Eksa terbahak-bahak melihat tingkah Susan.
"Eh anak baru, kenapa?" tanya Susan tersinggung. "Masalah?" tanyanya lagi.
Eksa langsung diam, menggeleng "Nggak." Susan kembali ke posisinya, menyemangati Inka yang sedang pengambilan nilai olah raga bola basket. Eksa menyikut laki-laki di sebelah kirinya, "Dia kenapa sih?" yang ditanya hanya menggeleng. Eksa kembali tertawa melihat tingkah Susan, "Endut... endut." Ledeknya pelan sambil menggelengkan kepala.
Inka kembali ke gerombolan teman sekelasnya di pingir lapangan. Inka terlihat letih, ia langsung meneguk air minum dan mengelap keringatnya yang mulai bercucuran.
"Keren." Puji Susan sambil memberikan kedua jempolnya.
Inka tak peduli.
Kemudian giliran Ujang, lalu Armand, Susan dan murid lainnya secara acak. Eksa mendapat giliran terakhir. Sama seperti lainnya, Eksa memulainya dengan mendribel bola dari ujung lapangan, suasana bertambah ramai oleh perempuan entah dari kelas mana, jam olahraga kelas mereka memang terpotong oleh jam istirahat, murid sepakat untuk tetap melanjutkan pengabilan nilai di jam istitahat. Eksa menjadi tontonan. Dengan baik ia terus mendribel bola melewati rintangan kecil yang sengaja dipasang. Beberapa gerombolan siswi mulai berdatangan lagi sambil memuji Eksa yang sedang beraksi di tengah lapangan. Salah satu di antaranya sengaja merekam aksi Eksa. Eksa terus mendribel bola itu, rambutnya yang termasuk gondrong itu terbawa angin yang membuatnya terlihat tambah maskulin. Dan hap, Eksa loncat memasukan bola ke ring.
"Eksaaaaaaaa..." teriak siswi yang tak diketahui namanya.
Eksa tersenyum puas saat mendapat tepuk tangan, Eksa mengedipkan satu matanya kemudian menarik poninya yang menutupi jidat.
"Oh Em Ji... Eksa..." siswi itu kembali teriak.
Eksa tak peduli, ia kembali ke gerombolan teman kelasnya, dan duduk di samping Inka. Mepet, Inka risih, ia menggeser duduknya lebih rapat dengan Susan, tapi Eksa justru menggesernya lagi lebih dekat. Inka melirik Eksa, Eksa hanya tersenyum menaik-turunkan halisnya. Lima menit selanjutnya kelas XII-II sang guru memberi penutupan di jamnya mengajar. Muridnya dipersilahkan untuk istirahat. Gerombolan bubar.
"Jang, makan ketoprak yuk." Ajak Susan.
Ujang mengangguk antusias, "Ayuk, Man, makan yuk."
Arman berdiri sambil membersihkan bokongnya yang kotor, bekas duduk di lapangan tanpa alas, "Gue bawa bekel Jang."
"Oh yaudah yuk San." Balas Ujang sambil menggandeng Susan, "Eh iya, Inka mau makan apa?"
Inka menggeleng, "Mau ganti baju dulu bentar." Jawabnya yang langsung mendapat anggukan dari Susan dan Ujang.
Gerombolan kelas XII-II memecah, ada yang langsung makan ke kantin macam Susan dan Ujang, ada pula yang langsung menuju kelas untuk segera berganti pakaian. Lain halnya dengan Eksa yang justru menghampiri siswi yang memanggilnya. Siswi yang berbeda dengan yang kemarin menghampirinya di kelas, siswi itu juga bukan yang berteriak histeris tadi. Siswi itu sepertinya adik kelas, berkacamata dan dikuncir buntut kuda. Siswi itu manis, Eksa senang menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ekin
Teen FictionIni adalah sebuah kisah di masa putih abu-abu. Dimana masa itu merupakan masa untuk mencari siapa jati diri kita sesungguhnya. Kalau diceritakan, kisah ini bermula dari datangnya murid baru di pertengahan semester kelas 3. Namanya Eksa. Dalam waktu...