Hari ini hari pertamaku masuk di sekolah baru. Sulit rasanya harus meninggalkan kota kelahiran, dan menetap di kejamnya ibukota. Tapi tak apa, itu sudah menjadi pilihanku sejak awal. Siapa tahu disini aku menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Ayah bilang, aku harus berangkat ke sekolah baru pukul tujuh pagi. Dan harus keruangan kepala sekolah untuk memperkenalkan diri. Aku bukanlah tipe anak yang pandai bergaul. Di SMA ku yang lama, temanku juga cuma beberapa saja. Itupun hanya teman kelas dan beberapa teman ekstrakulikuler remaja masjid.
Setelah semuanya rapi, aku berjalan menuju teras. Disitu sudah ada Ayah yang siap untuk mengantarku ke sekolah baru. Aku menarik nafas panjang, dan membuangnya perlahan. Aku mencoba untuk menyemangati diri sendiri. Memang tidak mudah untuk beradaptasi di lingkungan baru, tapi mau sampai kapan aku harus terjebak didalam kondisi yang rapuh di masa lalu? Ya, aku harus menata hidupku kembali. Menjadi senja yang siap bersinar kepada siapapun.
Setengah jam berlalu, akhirnya aku sampai di pelataran SMA Cendana. Aku mengamati bangunan tua sekolah ini. Parkiran motor yang tidak terlalu luas, taman yang sejuk dibagian kanan koridor, lapangan basket dan futsal yang lumayan luas, serta ada beberapa anak yang berlari dari arah perpustakaan menuju kantin. Semuanya terasa asing bagiku. Akupun berpamitan kepada Ayah, dan berjanji padanya untuk harus rajin belajar. Aku tidak mau merepotkan beliau disaat usia beliau sudah menginjak kepala lima.
Tadi Ayah bilang, aku harus masuk ke ruang kepala sekolah dan bertemu dengan Pak Dharma. Setelah menemui Pak Dharma, aku diajaknya kedalam ruangan Bu Kartika, kepala sekolah disini.
"Permisi, Bu." Pak Dharma membuka pintu ruangan bertuliskan "Kepala Sekolah" itu.
Didalam sana, ada seorang wanita paruh baya yang aku yakini seratus persen adalah Bu Kartika. Dan seorang wanita seumuran denganku, dengan rambut panjang terurai, rok diatas lutut dan seragam yang dikecilkan. Aku sempat melongo, apa ini yang dinamakan cabe-cabean?
Setelah pak Dharma memperkenalkanku, aku menjabat tangan Bu Kartika sebagai tanda hormat. Dan tak lupa juga berjabat tangan dengan wanita disampingnya. Tapi, yang kuterima bukanlah balasan tangannya, melainkan muka sinis yang ia tunjukkan. Apa ada yang salah dengan penampilanku? Sampai-sampai dia tidak mau membalas uluran tanganku?
Akupun keluar dari ruangan Bu Kartika, dan berjalan mengikuti pak Dharma untuk menuju keruangan XII IPS 3. Itu adalah kelas baru ku.
Aku membuka pintu, "Assalamu'alaikum,"
Sudah ada Bu Retno didalam, guru sosiologi sekaligus wali kelasku.
"Waalikumslaam, silahkan masuk nak." ajaknya.
Akupun masuk yang diikuti pak Dharma, beliau kembali memperkenalkanku didepan teman-teman baruku.
Reaksi merekapun bermacam-macam. Ada yang semangat menyambut kedatanganku, ada yang acuh tak acuh, ada yang biasa saja, bahkan ada yang tidur saat pak Dharma mengenalkan ku.
"Baik, nak Senja duduk di bangku ketiga dari belakang ya."
Aku mengangguk, dan mengucapkan terimakasih tentu saja ke Pak Dharma dan Bu Retno.
Baru beberapa detik aku duduk, ada salah satu pria mendatangi mejaku. "Kevin Arga Farugesta. Panggil gue Kevin," ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Aku tersenyum, "Adi Senja Pratama. Panggil aja Senja," balasku.
"Hebat banget ya kelas kita." Ujar Kevin membanggakan diri.
Keningku berkerut, tak mengerti apa yang dia ucapkan, "Maksudnya?"
"Jadi, dikelas kita ada macam-macam nama yang menurut gue keren. Ada Aurora, ada gerhana, ada jingga, dan sekarang ada lo, Senja." jelas Kevin panjang lebar, aku hanya ber-oh- ria.
***
Capek ya sista. Wkwk. Yuk, vote!
Love,
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
Senjaku Dan Jinggamu
Teen Fiction"Dalam jingga, aku tidak hanya melihat beribu keceriaan, namun juga sejuta senyuman. Olehnya, orang yang memperhatikannya, ia tarik kedalam kebahagian, ia ajarkan caranya memberikan senyuman." -Adi Senja Pratama. "Senja itu penghantar dari siang...