"Mark Leee!"
Terdengar teriakan sebal dari balik pinggungnya. Suaranya terdengar sangat familiar bagi seseorang. Membuat sarafnya serentak berhenti, otaknya hilang kendali atasnya. Hatinya menuntun memutar balik tubuhnya, spontan tubuhnya seperti tertarik magnet. Berjalan kembali menuju lorong yang sudah dilewatinya.
"Kalian duluan, gue bener ga bisa ikut"
Mempercepat langkah kakinya untuk menghindari kalimat protes dari teman-temanya. Demi Tuhan kali ini dia harus memastikannya sendiri. Beberapa langkah lagi sampai di pertigaan lorong yang ia lewati sebelumnya. Berhenti tepat di siku pagar. "Huuft~"
Laki-laki dengan surai hitam lurus itu membawa tanganya untuk menyibakkan helaian panjangnya. Memantapkan hatinya, dengan harapan yang amat besar didalamnya. Bersiap memajukan sebagian tubuhnya, sudah layak disebut penguntit.
"Red shoes telah hadir di sini~ hiiii~ hiii~"
"Sepatu lo kuning, dasar buta warna"
Dapat dia lihat, dua orang dengan kodrat gender berbeda disana sedang terlibat perbincangan akrab. Dilihatnya lagi laki-laki yang berada sekitar 5 meter di depanya menatapi sepatunya.
"Itu nama hantu kampus, bukan masalah sepatu gue"
"Gila"
Dia masih memaku netranya memandangi dua orang itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Matanga bergulir kemudian, tepatnya pada gadis rambut pirang bergelombang di sana.
'Finally, i got you'Tanpa sadar, seseorang yang ia yakini bernama Mark Lee (setelah ia dengar sebuah tariakan tadi) menoleh ke arahnya.
"Oh! Lo?"
Fortuna tidak berada di pihaknya. Dia tidak mengharapkan akan tertangkap basah seperti ini. Jadi ia memutuskan untuk lari meninggalkan lorong yang menggelap dimakan malam.
Larinya sudah layak pelari sprint, beberapa puluh detik saja sudah berhasil meninggalkan area fakultas hukum. Langkahnya melambat setelah mendapati beberapa langkah di depanya ada halte bus. Dia dudukkan tubuhnya di kursi halte, terasa dingin dan kosong. Tentu saja, hari semakin larut dan tidak ada orang selain dirinya di kursi panjang itu.
"Melupakanya? Oh Serin.." Seringai kejam muncul di bibirnya, laki-laki surai hitam yang duduk sendiri di halte itu.
Puk!
"Belum pulang? Lee Jeno"
Laki-laki itu terperanjat kaget dengan suara seseorang yang tiba-tiba berdiri disampinya ini. Seseorang dengan tas selempang besar menggantung di bahu kanannya, tas besar yang sepertinya belum cukup menampung bawaanya. Jelas saja tumpukan kertas didekapanya merupakan kelebihan muatan yang dia bawa.
Membungkuk sopan, lalu mempersilahkanya duduk di sampingnya. "Masih terlalu sore untuk pulang Pak Kim"
"Cih, anak muda. Baiklah, karena aku pulang di sore hari berarti masih bisa dibilang aku ini cukup muda, benar? Bahkan aku mengingatmu, mahasiswa pindahan?". Bapak paruh baya dengan wajah terawat, yang sepertinya mencukur janggut dan kumisnya setiap pagi. Tidak membiarkan sehelai rambut hidup di wajahnya. Tersenyum damai menatap pemuda disampingnya.
"Benar, aku mahasiswa pindahan. Lee Jeno"
Dia.. Mahasiswa pindahan, laki-laki 178 cm bersurai lurus legam. Mata segaris ketika menaikkan sudut bibirnya untuk tersenyum, disusul deretan gigi putih rapi yang membentengi di balik bibirnya. Terpahat mahakarya Tuhan dalam setiap inci wajah porselenya, bahkan pori-pori kulitnya menciut terlalu malu menampakkan wujudnya yang hina. Jangan lupakan hidung proposional dan rahang tajam 45 derajatnya. Pemuda sempurna tanpa cacat mantan mahasiswa Oxfree Japan, Lee Je No.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wild Wind ● Lee Jeno
Fanfiction"Tidak ada angin yang berhembus kembali ke tempat yang sama" Tapi Lee Jeno, dia anginku, milikku. Cover by ⓒmy_precious_b