3. Halo, Oh Serin

22 4 0
                                    

Mark memandang takut-takut ke arah pintu kedai di depanya. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00, bahkan matahari dibalik punggung Mark sudah terasa semakin hangat. Menembus pori kulitnya yang dibalut kaos putih.

Ia menangkap sosok ibunya yang sedang menghantarkan beberapa pesanan pelanggan. Hari minggu menjadi sibuk setiap pagi karena beberapa orang memilih untuk tidak repot meracik sarapannya sendiri. Kedainya menjadi pilihan sempurna bagi mereka, dilihat dari banyaknya pengunjung. Ada sekitar 30 orang disana. Dapat ditampung sepenuhnya bahkan meja kursi di bagian depan masih ada beberapa yang kosong.

Jadi Mark Lee, berhenti menyebutnya sekedar kedai. Karena dilihat dari luar saja bangunan itu bisa dibilang berkelas, belum lagi kaca-kaca yang menggantikan dindingnya. Membuat siapapun yang melewati akan menatap kagum pada desain interior mewah di dalamnya.

Kling!

Suara lonceng yang berbenturan dengan pintu itu mengalihkan atensi Mark. Di sana dua orang pegawainya sedang memboyong bertumpuk-tumpuk kotak makanan dari kedai ibunya. Sepertinya menuju sebuah Audi yang terpakir sekitar 5 meter di seberang kedainya.

Kling!

Bunyi lonceng untuk kedua kalinya. Seseorang keluar lagi dari dalam sana. Oh! Sepertinya Mark tidak asing dengannya.

"Oiii. Lee Jeno!"

Orang itu -Lee Jeno menoleh ke arah Mark, dengan senyum menawan seperti biasa.

"Oh hai"

Mark berjalan mendekat ke arah Jeno. "Itu semua.. " Dagu Mark menunjuk pada kotak-kotak makan yang di bawa pegawainya.

"..untuk apa membeli sebanyak itu? Tim lo memoroti dompet lo?"

"Haha, tidak. Untuk urusan lain kak"

Mark mengernyit tidak suka, sedikit aneh dengan panggilan Jeno.

"Panggil aja Mark. Lo tau gue cukup sentimen kalo itu keluar dari mulut laki-laki. Pergilah, gue ga terlalu mikirin tentang kotak makannya. Yang penting gue untung karena lo beli banyak ha ha, sering-sering borong aja Jen"

Jeno menoleh kembali ke pintu kedai yang barusan ia datangi. "Itu, punya lo?"
Pandanganya kembali ke arah Mark yang sedang tersenyum bangga. Menatap ke arah kedainya sendiri.

"Wanita cantik itu yang punya, kesayangan gue"

Jeno menjatuhkan rahangnya, tidak habis pikir dengan seniornya.

"Lo sama wanita itu? Serriously dude!"

"Apa?"

"Punya hubungan khusus?" Jawab Jeno ragu-ragu saat menyebut hubungan khusus.

Mark menoleh malas, melihat Jeno yang masih terheran-heran.

"Heh pikiran lo. Dia ibu gue"

Disambut bulatan pada bibir Jeno.

"Cantik gitu sih, ga heran kalo lo salah paham"

"Hmm, cantik" Gumam Jeno mengiyakan.

"Apaan lo, gue lagi ga minat punya Ayah baru. Udah pergi sana lo"

Mark melenggang pergi ke arah kedai, bayangan konyol Jeno yang menjadi Ayahnya itu benar-benar membuat seisi perutnya mual.

**

"Ibu, Serin berangkat sekarang. Ibu masuklah dan selesaikan sarapanmu"
Serin berdiri di depan pintu rumahnya, berpamitan untuk pergi. Dengan kedua tangannya yang penuh dengan kue-kue kering buatanya. Atau lebih tepatnya buatan ibunya, yang ia paksa membuat banyak sekali kue untuk ia bawa ke panti asuhan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wild Wind ● Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang