2

50 15 3
                                    

     Kamu yang tidak bisa tidur meskipun sudah berbaring dikasur kesayangamu akhirnya memutuskan membuka gorden yang berada disamping kananmu.

     Kamu lalu beranjak duduk dan tanganmu terulur begitu saja sampai berhenti tepat dibawah bintang-bintang. Kamu membuat seolah-olah terdapat banyak bintang di telapak tanganmu.

     Bintang, tolong sampaikan pada semesta. Tolong beri aku setidaknya sedikit kebahagiaan di hidupku.

     Jika ia tidak bisa membuatku bahagia karena Bae Jinyoung yang selalu ada di pikiranku. Berilah aku setidaknya kebahagiaan dari keluargaku atau dari manapun. Jika dari Nakyung, aku sudah bahagia karenanya, setiap hari.

     Yang terakhir, aku sayang dengan Nakyung, sangat. Lebih dari aku menyayangi keluargaku, mungkin.

     Berilah dia kebahagiaan juga, apapun itu. Yang terpenting, jangan buat dia menghilang, sahabatku, Lee Nakyung, dari sisa hidupku di dunia.

     Kamu mengatakan beberapa kalimat itu sambil menatap bintang-bintang yang ada di tanganmu. Kamu kemudian menggenggamnya dan menarik kembali tanganmu sebagai bukti.

     Kamu, telah berjanji pada bintang. Dan bintang menerima janjimu. Kamu tinggal menunggu bintang untuk mengatakannya pada semesta dan harapanmu terwujud. Meskipun tidak semua.

     Kamu saat ini berada di kafetaria bersama Nakyung yang berhadap-hadapan dengan Jinyoung. Mereka sedang menghabiskan makan siang sambil bercanda.

     Kamu merasa mereka berdua memang cocok, Nakyung dan Jinyoung. Apapun yang Jinyoung katakan, Nakyung bisa menanggapinya dengan sangat baik. Apapun yang dikatakan Nakyung, Jinyoung selalu menganggapnya seru.

     Jadi apakah kamu mau mundur dan membiarkan Nakyung bahagia? Seharusnya iya, karena kamu sudah mengucap janji kepada bintang. Kamu memohon kepada semesta agar Nakyung bahagia, apapun itu.

     "(Y/n)! Kenapa melamun?"

     Kamu tidak sadar bahwa Nakyung sudah memanggilmu dari tadi. Kamu lagi-lagi menjawab pertanyaan Nakyung dengan gelengan.

     "Aku dan Jinyoung akan pergi setelah pulang sekolah, benarkan Bae? Apakah kau mau ikut?"

     Kamu melirik kearah pria yang dipanggil Bae oleh Nakyung. Jinyoung mengangguk dan langsung membuang muka.

     Kamu sudah tahu, Jinyoung pasti tidak suka kalau kamu ikut mereka berjalan-jalan. Tapi karena tidak mau membuat Nakyung kecewa, juga daripada mereka tidak jadi pergi.

     "Aku akan lihat nanti." Jawabmu sambil melihat kearah Jinyoung yang seakan berkata kepadamu untuk tidak ikut.

     Kamu berjalan menuju halte bus dengan Nakyung dan Jinyoung disampingnya. Kamu memutuskan untuk bohong kepada Nakyung dan berkata jika ada acara dengan keluargamu.

     Jika saja Nakyung tahu, kamu tidak akan ada acara dengan keluargamu, mungkin kamu telah menghancurkan acara Jinyoung sekarang.

     Kamu menatap punggung Jinyoung dan Nakyung yang tidak berjarak. Kamu menatap keduanya pergi bersama. Bahkan kamu tidak tahu siapa yang ingin kamu bahagiakan, kamu melakukan ini untuk Nakyung, atau Jinyoung.

     Mungkin memang aku saja yang bodoh. Setiap hari berbisik pada rembulan agar dia mengerti perasaanku. Setiap harinya bicara sama semesta biar kamu bisa menganggap ku ada.

     Kamu bergumam tepat setelah Nakyung dan Jinyoung hilang dari hadapanmu.

     Orang tuamu tidak mengomelimu lagi ketika kamu pulang hari ini. Mereka sibuk merayakan gelar Murid Teladan yang didapat adikmu. Kamu akhirnya tidak lagi mendengar alunan musik yang paling menyebalkan yang pernah ada.

     Kamu mendengar handphonemu berbunyi. Kamu lekas membukanya dan melihat ada pesan masuk dari nomor tak dikenal.

     Kau sudah menemukan jawabannya (Y/n), maka berhentilah berbisik pada rembulan dan bicara dengan semesta.

     Tapi aku akan tetap berbisik pada rembulan dan bicara dengan semesta. Selalu. Sampai kamu bisa menganggapku ada.

     Kamu cepat-cepat memencet tombol off pada handphonemu lalu segera mandi dan makan malam dengan pura-pura tak melihat ataupun mendengar keluargamu hidup.

     Kamu sedikit kesal saat tidak menemukan jawaban dari soal matematika sialan itu. Rencanamu, kamu akan mengerjakan latihan soal agar tidak terus-menerus memikirkan Nakyung dan Jinyoung yang sekarang sedang bersenang-senang, mungkin.

     Kamu mendengar pintu kamarmu dibuka tanpa diketuk sekalipun. Hal yang paling kamu benci dilakukan oleh orang yang kamu benci juga. Ya, ibumu membuka pintu kamarmu dengan wajah yang tidak mengenakkan.

     "(Y/n)! Nilaimu terus menurun! Apa yang kamu lakukan? Berhenti memikirkan hal lain selain belajar! Apakah kau mau minta diajari oleh adikmu?"

     Kamu tahu, bahkan jika adikmu mengerjakan soalmu tadi, ia dengan cepat akan menemukan jawabannya. Tapi bisakah ibumu tidak berbicara seperti itu?

     "Aku tahu aku tidak secantik anak sulungmu dan tak sepintar anak bungsumu. Tapi tidakkah ibu mau memberiku kasih sayang walau sedikit? Ibu bahkan tidak menganggapku sebagai bagian dari keluarga."

     Kamu lalu beranjak meninggalkan ibumu dan berlari menuju rooftop sambil mencoba menahan air mata sialanmu yang mencoba keluar. Kamu tidak mau, dan tidak akan pernah mengeluarkan air mata hanya karena salah satu anggota keluarga yang tidak menganggapmu.

     Kamu membuka handphonemu yang berbunyi karena tidak sengaja terbawa di kantong celanamu. Ada pesan dari nomor tak dikenal yang sebelumnya sudah mengirimmu pesan.

     Aku tahu di atas sana sangatlah dingin. Turun dan temui aku, jika kau tidak mau kembali ke rumahmu.

     Aku akan menunggumu,(Y/n).

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Always Be With You • Lai GuanlinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang