Happy reading ^ω^
"Eugh.. "gadis itu perlahan bangun dari tidurnya yang bisa di katakan tidak nyaman.
Bagaimana bisa nyaman. Kalau tidurnya saja di atas sofa? Yang pernah merasakan tidur di sofa pasti tau bagaimana rasanya,kan?
Dengan perlahan gadis itu mencoba berdiri. Percobaan pertama dia gagal, entah kenapa kepalanya serasa sakit, seperti di hantam berton-ton batu. Bahkan tubuhnya pun ikut terkena imbasnya.
Gadis itu merasa bingung dengan luka-luka dan beberapa lebam yang ada di tubuhnya.
"Ini?".
Krett
Pintu terbuka. Dan masuklah seorang wanita dengan baju formalnya khas wanita karir.
"Sudah merasa baikan, Sayang?"tanya wanita itu sambil mendekat, ingin memegang kening gadis yang kini telah berhasil duduk, dengan wajah datarnya. Tapi, baru tangan wanita itu terulur, gadis itu langsung menghindar—menarik diri— dari sentuhan wanita yang kini hanya dapat tersenyum kecut.
"Baiklah, mama tau kamu kuat."wanita itu berucap.
"Kalau begitu, Zie! Kamu harus makan bubur ini dulu, dan untuk hari ini kamu boleh libur."wanita itu—Qevanca—ibunya Zie meletakan nampan yang berisi bubur, air mineral, dan beberapa obat-obatan di meja yang berada di depan sofa.
"Saya pergi."Zie berucap datar tidak menghiraukan Qevanca yang sedang menyiapkan sarapan paginya.
"Duduklah dulu, makan agar tenagamu kembali pulih."pinta Qevanca dengan sedikit nada perintah.
Zie tidak menggubris teriakan ibunya, dan berusaha berjalan dengan susah payah menuju pintu.
"Ini perintah!" Qevanca berucap sedikit lebih tinggi dari sebelumnya. Zie diam, perlahan dia membalikan badannya menghadap kearah Qevanca. "Ingat batas anda nyonya!" Zie berucap datar namun terselip sebuah sindiran.
"A-apa? Zie! Apakah mama ada salah sama kamu.. Sampai kamu berucap begitu."Qevanca terisak, airmatanya kembali luruh untuk yang kesekian kalinya.
Zie hanya memandang Qevanca datar. Tidak peduli dengan tangisan Qevanca.
"Sudahlah! Saya pergi."Zie berlalu pergi dari ruangan itu, meninggalkan Qevanca yang kini terisak sendirian.
* * *
"Siapkan semuanya!".
".....".
"Ya.".
".....".
"Jangan sampai kalian gagal! Ini, adalah yang terakhir."orang itu berbicara dengan wajah yang sangat serius dengan lawannya di sebrang sana.
".....".
"Laksanakan!".
* * *
Zie duduk di samping tempat tidurnya, sambil mengoleskan obat untuk menghilangkan memar di beberapa bagian tubuhnya.
"Cukup seperti ini?" Zie berbicara pada dirinya sendiri sambil mengoleskan obat berbentuk jel itu perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
zito
Teen FictionMengatakan untuk melupakan memang mudah. Tapi? Sesuatu yang tidak bisa di lupakan malah lupa dan sesuatu yang bisa di lupakan malah ingat. Why? Jawaban itulah yang selama ini dia cari. Sesuatu yang sangat dekat belum tentu dekat. Dan sesuatu yang t...