Takdir

11 2 0
                                        


Suasana sepi hanya suara angin yang menabrak pepohonan yang terdengar. Desiran angin menerpa lembut di wajah bersama semerbak wangi embun di pagi buta. Sepertiga malam terakhir dihabiskan untuk bermunajat kepada-Nya sang pencipta alam semesta.
Di sebuah pondok pesantren terpencil yang santrinya masih bisa dihitung dengan jari, rembulan bersinar terang menemani khidmatnya malam hari bersama doa-doa yang terus di panjatkan. Seluruh santri dan santriwati terlihat khusyuk menundukkan kepala meminta ridho pada sang Illahi. Kecuali Gadis yang duduk di pojokan mushola itu bersender pada dinding yang sudah mulai rapuh dimakan waktu.Matanya terpejam nafasnya teratur membangun dunia indah di alam mimpi sana.

"Aisyah bangun atuh nanti di marahin Bu Nyai" Zainab mengguncangkan tubuhku lalu menepuk pipiku pelan hingga aku terbangun.

Aku menggeliat lalu menguap lebar "Apaan si Za ganggu tidur orang aja hoaaaammmmmmm"

"Udah subuh ayok buruan sebelum ketauan sama Umi" Zainab menarik tanganku kasar tanpa izin.

"Pengin pulang" aku menghembuskan nafas kasar.

Setelah melaksanakan sholat Subuh dan mengaji seluruh santri bersiap untuk pergi ke sekolah lalu sarapan. Zainab tampak menatapku iba, mungkin karena badanku yang kurus. Jujur, sudah beberapa bulan disini aku sama sekali tidak betah. Ingin rasanya aku merengek pada orang tuaku agar menjemputku pulang kembali berkumpul bersama mereka.

"Duhhh Za sandalku kok yang sebelah enggak ada yah?" Aku berjalan kesana-kemari kebingungan mencari alas kaki seharga sepuluh ribu itu namun sudah ada ukiran indah diatasnya yang kubuat sendiri.

"Cari yang bener Syah" kata Zainab sambil mengenakan sandalnya.

"Assalamualaikum" Aku yang tadinya tengah fokus mencari sandal tiba-tiba mengalihkan pandangannya kearah suara itu.

"Waala.... kumsalam" Aku benar-benar terpesona oleh ketampanan santri itu wajahnya putih bersih, badannya tinggi semampai dan pipinya memeliki lesung yang sangat indah jika ia tersenyum.

"Hmm maaf ini sandalnya tadi diumpetin sama Gus Hadi" kata laki-laki itu lalu ia pergi.

"Istighfar Syah" Zainab menepuk pundakku pelan tersadar dari lamunanku.

"Ganteng Za, kamu liat kan? Tapi kok aku nggak pernah liat ya?"

"Namanya Mahfudz santri baru disini. Udah yuk lah ntar telat lagi" Zainab menarik tanganku cepat, suatu kebiasaan agar aku bisa tepat waktu dalam mengerjakan kewajiban ataupun yang lainnya.

Aku berlari kecil menuju gerbang sekolah. Tampaknya aku sudah telat karena gerbang sudah terlihat tertutup, ini gara-gara santri baru itu dan Gus Hadi tentunya. Kalau seandainya Gus Hadi tidak menyembunyikan sandalku aku tidak akan mencarinya dan tidak akan bertemu dengan Mahfudz jadi aku tidak perlu mengagumi ketampanannya terlalu lama.

Aku berjalan pelan menuju lapangan, jantungku berdegup kencang karena baru kali ini aku terlambat ke sekolah. DEG, nafasku tercekat saat melihat santri baru itu berada di lapangan, sepertinya dia juga terlambat.

Aku berjalan ke arah Bu Lina lalu mengucap salam dengan gugup, gugup karena akan di beri sanksi oleh Bu Lina juga karena ada Mahfudz. "As.... Assalamualaikum Bu" ucapku menunduk.

"Lho Aisyah kamu terlambat juga?" tanya Bu Lina.

"Maaf Bu tadi pagi waktu habis subuh sandal saya hilang terus hari ini jadwal saya piket pondok"

"Kalian berdua saya hukum, bersihkan dan rapikan perpustakaan utama sekarang" Kata Bu Lina lalu pergi meninggalkan kami berdua ditengah lapangan.

Aku mendengus kesal, bagaimana tidak ? ini pertama kalinya aku terlambat tapi sama sekali tidak ada toleransi. Selain itu, perpustakaan utama sangat besar pasti akan sangat lelah membersihkannya. Aku berjalan menuju perpustakaan utama diikuti Mahfudz di belakangku, sebenarnya aku ingin menyapanya dan bertanya apa alasan dia terlambat tapi suasana hatiku benar-benar sedang tidak baik sekarang.

If The Pen Starts Talking Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang