Part 2

2.9K 250 39
                                    

Jadi, ini adalah yang kedua kalinya Namjoon di jebak oleh berandalan berambut pirang itu. Ia menghela nafas panjang, ia sempat lupa bernafas ketika melihat ada seorang laki-laki hampir bertelanjang dihadapannya. Ini aneh, kenapa darah Namjoon berdesir saat melihat seseorang dengan jenis kelamin sama dengannya hampir telanjang? Sungguh, ini tidak wajar dan tidak normal. Namjoon memejamkan matanya sejenak, sekali lagi ia mengambil nafas, lalu membuka matanya dengan perlahan.

"Jadi, kau bukan saksi dari pembunuhan CEO pusat perbelanjaan itu?"

Yang di tanya hanya mengangkat bahu, ia duduk di sofa dengan kaki yang disilangkan, mempertontonkan pemandangan yang lebih mengundang. Namjoon yakin, si pirang itu sengaja duduk dengan sedemikian rupa agar Namjoon tergoda. Tergoda? Jangan melucu! Namjoon tidak akan jatuh ke lubang yang sama dua kali. Namjoon masih cukup waras untuk tidak melakukan hal bodoh untuk yang kedua kalinya.

"Aku hanya menelepon dan bilang, aku butuh perlindungan. Dan tiba-tiba, seseorang yang mengangkat teleponku mengoceh soal saksi. Apa yang bisa aku lakukan? Hanya bisa bilang iya dan iya. Sebenarnya aku memang butuh perlindungan."

"Jangan main-main."

"Aku butuh perlindungan dari laki-laki tampan sepertimu. Dan butuh di belai, mungkin? Oke, oke, aku akan berhenti main-main. Aku memang bukan saksi, tapi aku kenal dengan TOP . Aku tidak tahu sebab kematiannya, tapi dia pernah meneleponku tepat sehari sebelum kematiannya."

"Katakan, apa yang ketahui soal TOP ?"

"Akan aku beritahu setelah kau menusukan penismu dilubangku."

Rahang Namjoon mengencang, ia memejamkan matanya sekali lagi. Sungguh, kali ini Namjoon sangat marah! Berandalan sialan itu sudah sangat keterlaluan! Sudah berbohong, sekarang dia bicara hal kotor. Namjoon melangkah mendekati berandalan itu dan mencengkram lengan kurusnya.

"Dengar ya, kantor polisi bukan tempat untuk main-main. Sekali lagi kau melakukan hal ini, aku tidak akan memaafkanmu!"

"Kalau begitu angkat panggilan teleponku. Oh, jangan panggil aku berandalan atau yang lain. Panggil namaku, seperti saat kau klimaks waktu itu. Seokjin—ah, aku akan sampai—oh—ah—please. Seperti itu."

Seokjin—atau terserah siapa namanya—mendorong Namjoon ke sofa, ia duduk dipangkuan Namjoon dan jemari lentiknya mulai menggerayangi wajah tampan Namjoon.

"Kau akan di tuntut karena hal ini."

"Oh, kau lupa? Orangtuaku bisa melakukan apapun untuk membuatku tidak di tahan. Aku benci mengatakan hal ini, tapi aku ini putra seorang konglomerat. Kau pikir, kenapa waktu kau menangkapku dulu, ada orang yang datang untuk menandatangani surat jaminan? Meskipun aku sudah duapuluh sembilan tahun."

"kenapa?"

"Itu karena, ayahku tidak mau repot menghadapi berita simpang siur soal putra kesayangannya."

Jadi, yang datang waktu itu bukan orangtuanya? Dan apa katanya? Dia anak konglomerat? Di dunia ini, anak konglomerat adalah yang paling Namjoon benci. Apa lagi? Selain sombong dan sok berkuasa, otak mereka juga kosong dan hanya tahu cara menghabiskan uang orangtuanya. Hanya tahu cara memerintah orang, tapi tidak tahu cara melakukannya sendiri. Begitulah para orang kaya bersikap. Memuakan.

"Turun! Sebelum aku melakukan hal yang kasar, sebaiknya kau turun."

Tentu saja Seokjin  tidak langsung menuruti perintah Namjoon, ia malah menggoyangkan pinggulnya dengan sengaja untuk membangunkan sesuatu di bawah sana yang sedang terjepit. Sesuatu yang pernah membuatnya menjerit dan mengemis demi kenikmatan.

"Jadi, kau tidak mau tahu soal TOP ?"

Namjoon menghela nafas panjang, ia mulai lelah dengan permainan Seokjin , dan sesuatu di bawah sana mulai bereaksi karena Seokjin tidak berhenti menggoyangkan pinggulnya. Oh, dan jangan lupakan jemari nakalnya yang mulai menggerayangi dada Namjoon. Double fuck!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KA WAHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang