What?

424 63 8
                                    

Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya, ketika Ten baru saja selesai mengepak tas terakhirnya, kemudian membawa tas ransel berukuran sedang itu dan menyimpannya ke dalam bagasi mobil milik pamannya.

"Oh sudah semua?" suara bibi Ten , Meili, terdengar tepat dibelakangnya ketika Ten menoleh kemudian menganggukkan kepala dan tersenyum. "Itu tadi tas terakhir." jawab Ten "Sudah siap untuk berangkat?" pamannya, Paulo, kemudian muncul dari belakang bibi Meili. "Iya aku sudah siap." Ten melihat kembali ke arah belakang rumah milik paman dan bibinya. "Kalau begitu cepat, bisa gawat kalau Ten ketinggalan flightnya" bibi Meili menatap Ten dengan perasaan bercampur aduk. Anak sekecil itu sudah harus berpisah dengan keluarganya yang berada jauh di Thailand, disekolahkan di Macau, kemudian sekarang harus pergi ke Korea demi menghidupi dirinya. Oh tidak, jangan kalian kira Ten adalah dari keluarga tidak punya. Justru suatu keadaan memaksanya menjadi kuat, memikul suatu beban berat yang tak bisa ia cerita kan pada siapapun.

"Bibi, Ten berangkat." Ten memeluk bibinya dengan menahan rasa sedih terbayang wajah orang tua dan juga keluarga nya, tak pernah terpikir ia akan berada sangat jauh tanpa seorang pun yang menguatkan dirinya di Korea nanti. "Kabari bibi kalau sudah sampai.我爱你(I love you) " bibi Meili menyeka air matanya yang tepat jatuh di pipinya "好的。我也爱你(Baiklah. I love you too)" jawab Ten. Ia lalu menyusul pamannya masuk ke dalam mobil. Ten membuka tas kecil yang ia sandangkan di bahunya, lalu melihat potret foto nya dan Hendery. Foto itu diambil ketika Ten berusia 6 tahun dan Hendery 3 tahun. Ten berusaha menahan air mata sedihnya, mengingat dirinya tak sanggup untuk berpamitan dan mengucapkan salam perpisahan pada Hendery, Wong Kunhang "Kau baik-baik saja, Ten?" pamannya yang berada di kursi pengemudi merasa sangat khawatir. Tidak sanggup membayangkan seberapa besar beban yang ditanggung oleh anak sekecil Ten "Tidak paman, ayo jalan." jawab Ten dengan senyum yang ia paksakan Paman Paulo kemudian menyalakan mobilnya, dan bergegas untuk segera pergi ke bandara, mengejar jadwal penerbangan yang sudah semakin dekat.

"哥哥!(Gege!)" suara Hendery masih terbayang oleh Ten ketika mobil mu- lai berjalan meninggalkan kediaman paman dan bibi Ten. Akan tetapi kemudian suara itu semakin keras, teriakan akan panggilan padanya dan juga di iringi langkah larian tergesa-gesa, membuat Ten menoleh kebelakang. Alangkah terkejutnya ia melihat Hendery yang sudah lengkap dengan seragam lucu ala anak TK nya, menggendong tas motif kartun dan mengalungi botol minum, berlari-lari mengejar mobil pamannya. "Gege! Gege! Gege mau pergi kemana?!" Hendery berteriak seraya berlari dengan segala kekuatan yang dia punya. Ten menghela nafasnya dari bangku nya. Paman Paulo tampak khawatir dan menengok ke arah Ten saat ia menepikan mobilnya.

Ten hanya bicara dengan gumaman pada paman nya. "Tak apa paman, jalan terus. Biarkan saja dia." ucap Ten lirih. Paman Paulo hanya menganggukkan kepala dan kemudian kembali menjalankan dan melanjutkan perjalanan mereka.

Hendery yang masih berlari kemudian tanpa sadar terjatuh, tersandung oleh batu yang tidak sempat ia lihat karena terlalu sibuk berlari mengejar mobil itu. Ia jatuh dan tangisnya kembali pecah. Masih tampak jelas lututnya yang tempo hari di plester oleh Ten, plester itu terkotori lagi oleh debu dan pasir. Ia menangis tersedu-sedu seraya menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Masih tidak percaya Ten tega pergi tanpa berpamitan dan tidak mengucapkan sepatah kata pun padanya.

Mama Hendery berlari di belakangnya, menyusul putra nya yang terduduk di tanah kemudian nemeluk bocah kecil itu. "ayo Hendery kita harus berangkat sekolah" bujuk mama nya sambil berusaha membantunya berdiri, tetapi Hendery masih menangis dan tidak menggubrisnya. "Huuhuhu!! Huwaaaaa Ten gege!" tangisnya pecah membayangkan wajah Ten yang selalu menemaninya. Masih tak percaya bahwa ia tak akan melihat wajah itu lagi. "Biarkan Ten gege pergi, Kunhang akan bertemu dengan dia nanti, ya? Sudah ayo jangan menangis jagoan mama sayang." mama nya nampak tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.

Wajahnya menatap cemas Hendery yang masih menangisi kepergian Ten mu "Gege! Kenapa gege pergi? Apa Ten gege sudah gak sayang sama Dery? Kenapa maaa kenapa!! H-hu huhu Huwee huhuuu huwaaaa!!" isakan dan tangisan masih terdengar jelas dari anak laki-laki itu. Sampai pada akhirnya mamanya bersusah payah menggendong putra satu satunya itu, kemudian membawa Hendery yang masih menangis dan meronta di dalam pelukan mamanya untuk kembali pulang ke rumah mereka Hari ini, Hendery bolos sekolah lagi.

❤️❤️❤️❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

我的爱 [tendery] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang