Pertemuan kedua mata kuliah kewirausahaan berada di gedung Ilmu Tanah ruang D302. Jarak yang cukup jauh dari gedung kami, gedung Kehutanan, jika ditempuh dengan berjalan kaki. Belum lagi letak ruangan yang berada di lantai 3 gedung tersebut, membuat para mahasiswa kesal akibat terengah-engah kelelahan untuk mencapainya. Sesampai di ruangan, rasa kesal para mahasiswa belum usai, suasana kelas yang panas karena minimnya fasilitas pendingin ruangan yang ada menambah rasa kesal bagi para mahasiswa, maklum kampus kami memang begini, misqueen. Tak berhenti disitu, setelah beberapa menit menunggu sang dosen yang tak kunjung datang, tiba-tiba kami mendapat kabar bahwa ruang dipindahkan di lantai 1 gedung tersebut. Seketika umpatan, sumpah serapah, keluar dari mulut kami akibat rasa kesal yang muncul bertubi-tubi.
Sesampainya di ruang tersebut, kami disambut oleh mba dewi ft kelas yang sempit dimana jumlah kursi yang ada tidak sesuai dengan jumlah mahasiswnya. Untuk menjaga jiwa korsa kami, mahasiswa kehutanan yang menjunjung tinggi kebersamaan, solusi yang dilakukan adalah menyingkirkan semua kursi dan duduk dilantai bersama-sama. Setelah dirasa kondusif, kelas pun dilanjutkan kembali.
Kali ini, mba dewi memiliki cara belajar lain yang cukup menarik. Jadi para mahasiswa dibagi menjadi 2 kelompok yang dipilih secara acak. Kemudian salah satu mahasiswa dari setiap kelompok diberi spidol dan ditutup matanya dan anggota kelompok yang lain mengarahkan mahasiswa yang ditutup matanya tersebut untuk menggambarkan 1 kata yang akan diberikan oleh mba dewi. Saat itu agam menjadi anggota kelompokku yang terpilih bertugas menggambar.
Ronde 1:
"weyy gambar apa nih?!!", seru agam bersemangat menggambar dengan mata tertutup"gambar pohoonn, ayo gambar dari akar duluuu", seruku
"tarik garis keatasss buat bikin batang", seru yang lain
"sekarang bikin daunnya!"
"bikin buah!"
"sabarrr woy!! satu-satu yang ngomong", teriak agam kesal
Riuh celotehan petunjuk bersaut-sautan dari satu orang ke orang lain. Dari satu kelompok ke kelompok lain.
Waktu menggambar habis. Tak disangka hasil gambar agam bagus. Sedangkan hasil gambar kelompok sebelah terlihat seperti tak berbentuk.Ronde 2:
Masih dengan permainan yang sama. Namun kali ini hanya akan ada 1 orang penggambar dan 1 orang yang mengarahkan. Kali ini dari kelompokku, aku yang turun tangan untuk menggambar dan muhtar yang bertugas mengarahkan. Permainan dimulai. Aku ditugaskan untuk menggambar 'orang'."kita mulai bikin kepala dulu, bulet aja", kata muhtar
"oke, udah. terus apalagi nih?", tanyaku dengan mata tertutup
"gambar telinga", sahut muhtar
"dimananya? disini?", tanyaku menunjuk satu titik pada kertas yang bahkan aku tak tahu dimana itu
"kanan sedikit, ya, disitu. lanjut ke telinga kiri", jawab muhtar
"oke", kataku
"AYO CEPAT!! WAKTU NYA SATU MENIT LAGI!", seru mba dewi mengingatkan
Muhtar panik, aku panik, kelompokku panik. Waktu tinggal tersisa 1 menit dan aku hanya mampu menggambar kepala (wtf!). Tanpa ragu aku menggambar bagian lain
"woylah gua gambar badannya bulet ajalah ya?!", tanyaku panik
"iyaaa buru!!", seru yang lain
Aku menggambar sebisaku. Sebisa bayanganku.
Waktu habis. Dan tadaaaaa!! Gambarku buruk sekali, seperti tuyul tanpa tangan dan kaki juga telinga kiri yang tidak menempel di kepala. Aneh. Sangat aneh. Satu kelas menertawakan hasil gambaranku yang buruk itu. Tapi takapa, memang pantas ditertawakan. Memalukan sekali!
------------
Mba dewi mengambil alih kelas kembali. Beliau bertanya mengenai hubungan antara permainan yang telah kami lakukan dengan kewirausahaan. Apa hubungannya? Ini dia:
Jadi, menurut kelompokku. Dalam berwirausaha kita ibaratkan jika seorang pengusaha mendengarkan berbagai masukan yang ada maka hasil dari usaha tersebut akan baik, namun si pengusaha harus mampu mengambil keputusan dari berbagai masukan tersebut seperti permainan pada ronde 1 yang menunjukkan hasil gambar yang bagus namun dalam pelaksanaannya agam terlihat bingung untuk memutuskan petunjuk mana yang akan dia ikuti.
Berbeda dengan ronde 2 yang menggambarkan bahwa dalam pelaksanaaannya pengusaha hanya mendapat masukan dari 1 pihak, memang ini dapat membuat si pengusaha fokus terhadap usahanya karena tidak perlu mengambil keputusan dari berbagai pihak, namun yang dihasilkan akan terlihat monoton, biasa saja, karena tidak ada ide-ide baru yang dapat dikembangkan pada usaha tersebut.Itulah hasil analisa kelompokku mengenai hubungan gambar tersebut dengan kewirausahaan. Jadi lebib baik perusahaan dengan banyak masukan atau perusahaan dengan sedikit masukan? Bagaimana menurutmu?