Part 6

104 5 1
                                    

Sudah seminggu semenjak insiden kepulangan Taehyung, Jin sama sekali tidak keluar kamar. Setiap hari, asisten di rumah itu hanya berani masuk ke kamar Jin saat jam makan tiba. Selebihnya mereka bahkan tak berani mengetuk pintu kamarnya. Jangankan mengetuk pintu kamar, untuk mendekati kamar Jin saja mereka tidak punya nyali sedikit pun.
Pagi itu, tuan Kim berjalan menuju kamar Jin. Diketuknya pintu kamar berwarna putih di depannya. Tak ada respon, dia membuka pintu kamar yang tidak dikunci. Di atas sofa, seorang pria tampan duduk menghadap jendela. Menyadari ada yang datang, pria itu menoleh. Mengetahui siapa yang berani ke kamarnya sepagi ini, ia kembali membuang muka.
“Sampai kapan kau akan mengurung diri di kamarmu?” Ucapnya dingin.
“Mau apa kau kesini?” Jin mengucapkannya dengan nada datar.
“Beraninya kau berkata seperti itu pada Papamu!”
“Papa? Apakah kau layak menyebut dirimu sebagai seorang Papa setelah kau mengusir anakmu sendiri?”
“Memangnya apa yang kau harapkan dari Taehyung?”
“Kasih sayang, kasih sayang yang selama ini tak aku dapatkan darimu!”
“Bocah sepertimu tahu apa tentang kasih sayang. Di dunia ini tidak ada yang namanya kasih sayang. Memangnya menurutmu apa itu kasih sayang?” Tuan Kim berkata dengan sinis.
“Kasih sayang adalah ketika orang-orang bersedia di sampingmu kapanpun, walaupun kau sedang gagal atau melakukan kesalahan.” Jin merasa geram, ia menggertakkan giginya menahan amarah.“Tentu saja kau tidak akan pernah tahu apa itu kasih sayang, kau selalu dibutakan oleh kesombonganmu.Kau merasa kau bisa memiliki segalanya. Bahkan hatimu sudah mati, kau benar-benar tidak bisa merasakan apa itu cinta kasih.”
“Heh, apa kau bilang?” Tuan Kim terkekeh pelan, kemudian menatap anaknya dengan tatapan mengejek. “Aku sombong? Aku tidak sombong, aku mengatakannya sesuai kenyataan. Aku bahkan bisa membeli apa yang kau sebut cinta itu dari ibumu dan ibu Taehyung.”
“Apa kau bilang?” Jin berdiri kemudian mendekati Papanya, dia tidak terima mendengar hinaan terhadap mendiang ibunya.
“Benar kan? Jika yang kau sebut kasih sayang itu adalah kesediaan berada di samping seseorang meskipun orang itu salah, aku sudah dapatkan itu. Aku bisa membuat mereka bertahan dengan satu suami, dengan apa? Dengan uang. Aku bahkan bisa membeli itu dengan mudah.”
Jin mengangkat tangannya, bersiap menampar Tuan Kim, tapi tangan Tuan Kim dengan cepat menangkisnya. “Kau!” Jin menggertakkan giginya menahan amarah yang semakin menjadi-jadi.
“Ketahuilah, nak. Kasih sayang yang tulus itu tidak ada. Sama sekali tidak ada. Taehyung kembali bukan karena kasih sayang, dia kembali untuk merebut semuanya darimu. Dia menggunakan kata sayang untuk memperoleh hartamu. Seperti kedua istriku.”
“Jangan samakan Taehyung dengan jalang yang ada di penjara itu. Satu lagi, jangan pernah kau berani menghina ibuku!” Jin mengacungkan jarinya tepat di depan wajah Tuan Kim.
“Kau benar-benar tidak mengerti apapun.” Tuan Kim berkata dengan nada santai. “Jangan pernah kau berani mendekati Taehyung lagi, sedikitpun. Sekali saja kau berani mendekatinya, aku tidak akan segan-segan menyakitinya.”
“Kenapa, kenapa kau lakukan ini pada anak-anakmu?”Jin menuntut sebuah jawaban.
Tuan Kim tersenyum sinis. “Kau tidak mengerti, ya? Aku akan melindungi semua harta yang aku kumpulkan agar tidak jatuh ke tangan yang salah.” Tuan Kim membalikkan badannya, hendak meninggalkan Jin. Tapi, langkahnya terhenti. “Ingat kata-kataku, sekali kau berani mendekati dia, aku akan menyakitinya. Aku bisa melakukan semuanya, semuanya bisa aku lakukan.”
Jin menendang kursi yang ada di sampingnya. Ayahnya tidak pernah main-main dengan perkataannya. Tuan Kim memang benar, dia memang bisa melakukan segalanya. Kesombongan itu memang benar adanya, dia bisa lakukan apapun yang ia inginkan.
Jin beranjak masuk ke kamar mandinya, membersihkan diri, mengambil jurnal pribadinya, kemudian pergi. Dia melihat selembar foto, orang yang ada di dalam foto itu pasti bisa membantunya.
Setelah berputar-putar di kampus yang besarnya berpuluh-puluh kali lapangan bola, Jin berhasil mendapatkan info dimana orang itu berada. Dari kejauhan, Jin bisa melihat dia yang sedang berteduh di bawah pohon. Jin berlari kecil menghampirinya.
“Namjoon, Kim Namjoon.”
“Seokjin?” Namjoon bangkit dari duduknya.
“Ada sesuatu yang ingin kubicarakan.” Jin menarik napas. “Kau anak tunggal dari pemilik Kim Group bukan? Keluarga Kim yang memiliki perusahaan di lebih dari 10 negara itu, kan?”
Namjoon terkejut, tapi dia sudah bisa menebak Jin akan segera tahu. “Iya, kenapa?”
“Apa maksud dari perkataanmu tentang kau yang memakan apa yang bukan milikmu?”
Namjoon terdiam. “Bukan urusanmu.”
“Aku pernah mendengar jika Kim Group pernah terlibat dalam sebuah isu memperkerjakan buruh dengan gaji di bawah upah minimum, benar kan?” Jin sebenarnya tidak tega melakukan ini kepada Namjoon, tapi dia tidak punya pilihan lain.
“Tidak usah membawa berita tanpa bukti.” Namjoon mengelak.
Jin memutar otaknya. “Kau tidak perlu berbohong, aku memiliki buktinya.”Jin menyerahkan beberapa lembar foto. “Itu adalah beberapa buktinya.”
Namjoon mengamati beberapa buah foto, disana terdapat foto Ayahnya bersama dua orang pria, seorang pria di antaranya bukan orang Korea. Namjoon terkekeh pelan, menertawakan foto yang dibawa Jin. “Foto ini? Ini hanyalah dokumentasi proses penandatanganan kerja sama dengan warga lokal.” Namjoon melemparkannya kepada Jin. Namjoon merasa harus mulai berhati-hati dengan Jin.
Jin mengambil selembar kertas dari dalam buku jurnalnya. Sebuah identitas tentang pria lokal yang ada di foto itu. “Dia bukan warga lokal biasa. Dia pimpinan mafia, dia memiliki banyak koneksi di pemerintahan. Satu lagi, dia bukan mafia biasa. Belum ada satupun polisi yang berhasil menyeretnya ke dalam penjara.”
“Bagaimana aku bisa mempercayaimu? Kau bisa saja memalsukan data ini. Satu lagi, kau juga bisa memalsukan foto ini.” Namjoon kembali berfokus pada laptop yang ada di depannya.
“Namjoon dengarkan aku. Sebentar saja.” Jin mencoba mendapatkan perhatian Namjoon. “Perjanjian yang ada di foto ini bukanlah sebuah perjanjian biasa, aku yakin ini ada sangkut pautnya dengan isu itu.Kau tahu siapa pria yang ada di samping Papamu? Itu Papaku.”
Namjoon kaget, tentu saja Namjoon tahu siapa pria yang ada di foto ini. Dia saudara jauh ayahnya. Orang-orang menyebut keluarga mereka sebagai dinasti Kim, pemilik marga Kim yang menguasai perekonomian negara. Tapi, dia tidak menyangka jika Jin adalah putranya.“Papamu?” Hanya satu kata yang bisa Namjoon ucapkan.
Jin mengeluarkan kartu keluarga miliknya, tertulis jelas disana jika Jin memang putranya. “Aku tahu keluarga kita melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Aku tahu kau orang yang pintar, kau tahu apakah saat ini aku jujur atau berbohong. Aku tidak ingin kehidupanku dikekang oleh Papaku. Aku menawarkan kesepakatan padamu. Mari gunakan bukti-bukti ini untuk mengancam orang tua kita. Kita gunakan bukti ini untuk mengancam agar Ayah kita tidak mengekang kehidupan kita.” Jin mengucapkan dengan yakin.
“Kau tahu Jin. Walaupun semua hal ini benar, walaupun mereka melakukan bisnis kotor, aku tidak akan gunakan ini untuk mengancam Papaku. Seburuk apapun Papaku, dia tetap Ayahku.” Namjoon mengemas laptopnya, kemudian berdiri untuk meninggalkan Jin.
Tak disangka, tiba-tiba Jin memeluk kaki Namjoon. “Namjoon kumohon bantu aku. Aku tidak akan melakukan apapun pada ayahmu, aku berjanji. Jika diperlukan pun aku akan menandatangani surat perjanjian untuk tidak menuntut ayahmu. Aku butuh bantuanmu, aku ingin menggunakan bukti ini agar aku bisa kembali bersama dengan Taehyung.”
Namjoon mencoba melepaskan kakinya dari cengkraman tangan Jin. “Jin lepaskan, kau akan menarik perhatian orang-orang.”
“Tidak, tidak akan aku lepaskan. Papaku mengancam akan melukai Taehyung jika aku nekad menemui Taehyung. Mau tidak mau aku harus menemukan sesuatu untuk balik mengancamnya.” Jin mencengkeram kaki Namjoon semakin erat.
“Lepaskan kakiku, aku akan membantumu. Maksudku aku akan mempertimbangkan untuk membantumu.” Namjoon akhirnya menyerah, dia tidak ingin menarik perhatin orang-orang yang melihat tingkah laku Jin. Namjoon duduk kembali, melihat Jin dengan tatapan tajam.
“Akan kuberikan waktu untuk kau mempertimbangkan semuanya, Namjoon. Berapa lama yang kau butuhkan, satu hari, dua hari, seminggu? Aku akan menunggunya.”
“Aku ingin bertanya beberapa hal, jika kau tidak berbohong maka aku akan mempertimbangkan untuk membantumu.” Namjoon membuka laptopnya, membuka browser untuk mencari data yang ia butuhkan. Belum sempat ia mengetik, kemudian ia teringat sesuatu. “Papamu kan cuma punya satu anak?”
Jin terdiam. “Tidak, Papaku memiliki dua anak.” Jin terpaksa harus membuka kembali kenangan buruk itu. “Kau pasti tahu kasus pembunuhan istri Papaku, kan? Orang yang membunuh dia itu sebenarnya bukan asisten Papa. Itu bukan seperti yang diberitakan media.”
“Lalu?” Namjoon ingin tahu kelanjutan cerita Jin.
“Dia selingkuhan Papa.” Jin mengeluarkan sebuah dokumen dari tasnya. “Aku tahu aku pasti membutuhkan ini, itu surat perjanjian antara Papa dengan wanita itu. Papa bersedia memberikan sebagian hartanya agar wanita itu tutup mulut. Papa tidak mau imagenya hancur, image sangat diperlukan untuk seorang pengusaha, kan?  Dia memiliki seorang anak bersama Papaku.”
“Dan anak itu adalah Taehyung?” Namjoon menebak dengan benar.
Jin mengangguk, kemudian dia melanjutkan ceritanya. “Singkat cerita, keluarga kami dipenuhi rasa iri, perebutan harta, dan akhirnya wanita itu membunuh ibuku. Setelah kematian Ibuku, wanita itu dipenjara. Taehyung pergi dari rumah, dia pergi karena jika ia tinggal, rasa bersalahnya akan semakin besar. Dia menyalahkan dirinya sendiri, dia beranggapan kelahirannya membawa bencana. Dia selalu mengatakan padaku andai saja dia tidak terlahir, ibunya pasti tidak memiliki bukti kuat untuk membongkar skandal perselingkuhan mereka.”
“Kenapa Papamu ingin memisahkan kau dengan Taehyung?”
“Karena Papa bilang kedatangan Taehyung hanya akan mengancam harta keluarga kami, dia bilang bentuk kasih sayang Taehyung kepadaku hanya sebuah kebohongan untuk melancarkan rencana Taehyung merebut harta keluarga kami. Papa bilang dia tidak ingin hartanya jatuh ke orang yang salah.”
“Kalau begitu kenapa dia tidak menyingkirkan Taehyung dari dulu saja. Begini Seokjin, kalau memang Papamu menganggap Taehyung sebagai sebuah ancaman, harusnya dia singkirkan Taehyung dari dulu.”
“Benar juga, ya. Kenapa dia membiayai seluruh kehidupan Taehyung. Papa bisa dengan gampang membunuh Taehyung, dia juga bisa dengan mudah menyingkirkan dokumen bukti-bukti perjanjian dengan Ibu Tae.” Seokjin baru menyadarinya.
“Kini aku sudah menemukan kejanggalan dari ceritamu, jadi aku sudah cukup tahu. Aku tidak akan membantumu, Seokjin. Bisa saja kau bekerja sama dengan Papamu untuk menghancurkan Ayahku. Sudah ya, aku pergi dulu.” Namjoon pergi meninggalkan Jin yang terpaku dengan perkataan Namjoon, Jin menyadari memang ada yang janggal dari semua ini.
Namjoon berjalan tanpa sedikitpun memiliki niat untuk menengok ke belakang. Mulai sekarang sepertinya dia harus berhati-hati dengan Seokjin. Sejahat apapun Papanya, Namjoon tidak akan membiarkan Papanya berada dalam bahaya. Tapi di dalam lubuk hatinya, Namjoon tidak bisa melawan naluri jiwa sosialnya yang tinggi untuk membantu Jin. Bagaimana jika yang dikatakan Jin itu benar.
Namjoon memasuki asrama kampus. Walaupun Namjoon anak orang kaya, tapi dia sering menghabiskan waktu di asrama kampus. Dia menyewa sebuah kamar disana, sekedar untuk meletakkan barang atau bersantai. Kamar itu juga sering dipakai Yoongi dan Namjoon jika mereka sedang malas pulang atau sekedar lembur mengerjakan tugas.
Namjoon masuk ke dalam kamar asramanya. Jangan bayangkan kamar asramanya kecil dengan kasur tingkat. Asramanya besar dengan dua kamar di dalamnya, satu dapur, dan ruang tamu. Mirip sebuah apartemen lebih tepatnya. Kamar di lantai ini memang dikhususkan untuk mereka anak-anak konglomerat yang ingin menyewa asrama kampus, meskipun banyak dari mereka yang menyewa tapi tidak menempatinya.
Namjooon membuka lemarinya, kemudian mengeluarkan sebuah tas. Bukan tas biasa, tas itu memiliki 10 digit kode untuk membukanya. Di dalamnya ada beberapa berkas, satu buah handphone jadul, dan sebuah laptop.
Namjoon mengambil handphone itu, beberapa kali ia memencet tombolnya. Kemudian sebuah suara menyahut di seberang sana. “Apa yang harus kulakukan saat ini?” Tanyanya langsung tanpa basa-basi.
“Aku ingin kau menemukan data tentang Kim Taehyung dan Kim Seokjin. Oh ya beserta data keluarga mereka. Ingat, bukan data yang berasal dari data pencatatan keluarga.”
“Negeri ini memiliki puluhan orang bernama Kim Seokjin dan Kim Taehyung, bisakah kau memberikan petunjuk yang lebih spesifik, Tuan?”
“Kim Seokjin keturunan dinasti Kim. Kau tahu kan apa itu dinasti Kim?”
“Tidak ada satupun orang di dunia ini yang tidak mengetahuinya, Tuan. Lalu, tentang Kim Taehyung.”
“Kim Taehyung adalah anak dari asisten pribadi Tuan Kim. Cari informasi tentang dirinya, siapa ayahnya, bagaimana kehidupannya. Ingat, bukan data milik pemerintah. Tapi data yang sebenar-benarnya. Aku beri kau waktu 24 jam dari sekarang.”
“Baik, Tuan.”
“Satu lagi, tidak boleh ada yang tahu tentang ini. Termasuk Papa.” Namjoon mengakhiri telfonnya dengan tegas. Dia menengok saat mendengar suara pintu terbuka. Tentu saja itu Yoongi, Namjoon membereskan semua barangnya kemudian berjalan keluar.
“Namjoon, ternyata kau ada disini.” Yoongi menyapa sahabatnya.
Namjoon mencoba bersikap biasa, agar Yoongi tidak curiga. “Iya, Yoon. Aku sudah tidak ada kelas, aku juga malas pulang. Aku ingin mengerjakan beberapa proyek yang diberikan Papa baru nanti sekalian mampir ke kantor.”
“Oh...” Yoongi mengiyakan. “Ada proyek baru kah?”
“Tidak hanya beberapa proyek kecil.” Namjoon duduk di ruang tamu kemudian melihat beberapa berkas. Tadinya dia memang mau membantu menyelesaikan pekerjaan ayahnya, tapi cerita yang dilontarkan Seokjin tadi sangat mengganggu pikirannya.
“Kalau begitu aku pergi dulu.”
“Kemana? Kau baru saja datang.”
“Aku cuma mau ambil buku, aku masih ada kelas. Bye.”Yoongi pergi meninggalkan Namjoon.
Namjoon kembali memfokuskan perhatiannya berkas di depannya. Tak terasa awan gelap pun mulai menyelimuti angkasa, menandakan hari telah malam. Namjoon membawa berkas yang telah ia selesaikan ke kantor Papanya.
Kedatangan Namjoon tidak hanya membawa berkas, ia berjalan menuju lantai sepuluh. Disana tempat Papanya bekerja, tapi Namjoon kesana tidak untuk mencari ayahnya. Dia menghampiri sebuah rak buku di sudut ruangan. Dia memastikan tidak ada yang melihatnya. Dengan cekatan ia memasukkan sebuah buku ke dalam tasnya.
Buku itu buka sembarang buku biasa. Namjoon bergegas masuk ke mobilnya kemudian membuka halaman 42 buku itu. Orang mistertius yang tadi siang Namjoon telefon sudah meninggalkan sebuah pesan di halaman tersebut.

To: Tuan Namjoon
Fr: 897081
Tuan Namjoon aku sudah mengirimkan datanya ke email kosong milikku. Silahkan cek semua data yang kau butuhkan disana.
Email: Doremifafa@gmail.com
Pass: LvlyKnJ

Namjoon membuka handphonenya, kemudian mencari file di dalam email tersebut. Dia membaca data itu dengan sangat teliti.

J adalah anak kandung dan anak resmi. Ibunya sudah meninggal karena kasus pembunuhan oleh seorang pegawai.
Dia bukan pegawai biasa. Pegawai itu memiliki seorang anak yang merupakan saudara dari J atau dengan kata lain T adalah saudara seayah dengan J. Data resmi mengatakan keduanya tidak memiliki hubungan apapun. T merupakan anak dari dua orang pegawai biasa.
Demi mendapatkan bukti, kami mencari DNA milik T dan J. Sesuai data terlampir, kecocokan DNA mencapai 99,9%. Kami juga menyediakan bukti bahwa kami mengambil sampel DNA yang benar. Silahkan putar video terlampir, video tersebut akan secara otomatis hilang dan rusak setelah kau memutarnya sekali.
Salam,
Orang kepercayaanmu.

Namjoon memasang mata, kemudian melihat video dengan seksama. Di dalam video tersebut seorang wanita tua sengaja menabrakkan diri ke tubuh Taehyung, lalu berpura-pura terjatuh. Saat Taehyung menolongnya, wanita itu memeluk Taehyung karena tidak kuat berdiri. Tangannya meraih beberapa helai rambut Taehyung. Beberapa detik kemudian, layar menghitam, muncullah sebuah video baru. Seorang bocah menggelindingkan bolanya ke kaki seorang laki-laki di taman. Pria itu mengambilkan bola sang anak, kemudian mensejajarkan tubuhnya pada si anak. Setelah itu si anak memeluknya, mengusap kepalanya, dan memperoleh rambut pria itu. Begitulah tim kepercayaan Namjoon mendapatkan DNA Taehyung dan Jin.
Namjoon menatap kaca mobil di depannya. Kemudian kata-kata Seokjin tadi berputar-putar di kepalanya. Mungkin saja yang dikatakan Seokjin itu benar, tapi kenapa tuan Kim tidak menyingkirkan Taehyung jika Taehyung dianggap sebagai sebuah ancaman? Kenapa dia justru malah menghidupi Taehyung hingga sekarang? Apakah Namjoon harus membantu Jin atau tidak? Pertanyaan itu membuat kepala Namjoon pusing, hingga ia akhirnya memilih untuk membawa mobilnya kembali ke jalanan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seven SinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang