Sekarang aku dan Alan ada di salah satu cafe di Jakarta. Setelah insiden berantem tadi membuat perut ku sangat lapar dan akhirnya aku mengusulkan untuk makan. Sekalian ingin berniat mengompres lebam di pipi Alan, itu juga kalau dianya mau.
"Ternyata kamu jago juga yah berantemnya" pujiku sambil mengaduk jus alpukat sambil menatap Alan.
"Ck, kamu lagi" decaknya.
"Iya maaf, habisnya kalo di surabaya sering manggil temen dengan aku kamu"
Alan diam.
"Lan"
"Hmm"
"Lukanya gue obatin yah" pintaku sedikit memohon, aku merasa sangat bersalah bila mengingat kejadian di sekolah tadi.
"Gak usah" tolaknya.
"Kenapa? Entar kalo pulang terus Bude liat pipi lo lebam kek gini lo bisa di marahin" kataku menatap lebam di pipi Alan. Bisa aku rasakan bahwa rasanya pasti nyut nyutan, karna sudah berwarna merah ke ungu unguan.
"Udah biasa gini" katanya cuek.
"Lebam gini udah biasa,?"
"Lo jangan berlebihan deh" ketusnya.
"Gue bisa rasain ini pasti sakit lan" kataku dan berniat menyentuh pipi lebam Alan.
Alan mengoes tangan aku.
"Ini juga karna siapa?" tanya Alan.
"Iya gue tau, itu karna lo nolongin gue... Tapi justru itu gue jadi bersalah lan" kataku dengan nada bersalah.
"Ngerepotin" kata Alan dengan suara pelan. Namun aku masih bisa mendengarnya.
"Maaf kalau merepotkan" kataku lagi.
Dia diam.
"Lan"
"Udah habis kan? Pulang" katanya kemudian dan menaruh uang 150 ribu rupiah di atas meja cafe setelah itu berjalan keluar meninggalkan aku. Hari sudah mau maghrib,
Mau tidak mau aku juga mengikuti langkahnya keluar dari cafe.
Bude menatap aku dan Alan saling bergantian. kutundukkan kepala dalam dalam tak berani menatap mata tajam bude yang hampir mirip dengan Alan. Sedangkan Alan malah terlihat santai seakan akan dia memang sudah sering di kasih tatapan tajam oleh Bude.
"Kalian dari mana, habis ngapain kalian?" Tanya bude sangat tegas membuat aku menahan liur.
Aku memutuskan diam saja biarlah Alan yang menjawab dan menjelaskan kejadiannya.
"Alan"
Alan diam tidak bersuara, aku mendongak dan melirik ke samping apakah Alan masih ada disitu, ternyata masih.
"Alan" bentak Bude menyorotkan mata tajam.
Aku terkejut, dan refleks memegang dada. sumpah bentakan Bude sungguh menakutkan, aku ingin segera beranjak dari sini dan langsung menuju kamar.
"Alan, kamu dari mana saja hingga babak seperti ini, berantem lagi hah?" tanya bude dengan suara tinggi.
"Enggak ma" jawab Alan pelan.
"Enggak tapi kok bisa babak belur gini" kata Bude tidak yakin.
"Katakan sejujurnya",pinta Bude tegas.
Alan berantem gara gara nolongin aku dari anak mabuk bude.
Siall... Itu hanya di dalam hati, kenapa mulut ini enggak seperti biasanya yang nyerocos. Oh tuhan, mungkin gara gara aura Bude yang sangat menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome To JAKARTA
Teen Fictiongadis lugu, rajin, mempunyai hoby menyanyi dan bercita cita menjadi penyanyi. Dia bertemu dengan seorang pria dengan sifat yang tidak bisa di tebak. kadangkala baik, kadang juga menjengkelkan.