I. LABOR OMNIA VINCIT

32 5 5
                                    

"Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan"

--- 2 Tesalonika 3:10

Pukul empat lewat tiga puluh. Minkyun sudah berdiri di depan pagar kampus sejak setengah jam lalu. Di tangannya sudah menggenggam bungkusan kertas. Di lihatnya di antara mereka yang berlalu lalang. Dia mencari wajah yang familiar baginya. Ketika dia merasa tak berhasil, seorang perempuan tampak berjalan menghampiri.

"Kak!", seru perempuan itu.

"Oh, Chaewon-ah!", sahut Minkyun bersemangat

"Lama ya?", tanya Chaewon sambil tersenyum

"Lumayan", jawab Minkyun

"Itu apa?", tunjuk Chaewon ke bungkusan yang digenggam Minkyun

"Bungeoppang. Tadi kakak beli di ujung jalan sana. Masih hangat kok, tenang aja"

"Ayo kita pulang lalu makan di rumah", kata Chaewon

Kemudian mereka beranjak dari kampus dan berjalan menuju halte. Rumah mereka berada di pinggiran Seoul, berbatas Provinsi Gyeonggi. Apartemen di sana lebih murah daripada di distrik-distrik pusat. Uang mereka hanya cukup untuk menyewa satu unit apartemen murah yang sudah mereka tinggali sejak merantau dua tahun lalu.

Sejak nenek mereka meninggal, keduanya meninggalkan kampung halaman atas permintaan bibi mereka. Alasannya agar Chaewon bisa melanjutkan sekolahnya dan Minkyun bisa mencari pekerjaan yang lebih baik. Di kampung pasti lah ia akan bertani, merawat tanah milik keluarga.

Nyatanya, hidup di Seoul sama kerasnya. Lulusan SMA seperti Minkyun tidak diterima lamarannya di sana sini. Banyak pekerjaan paruh waktu yang sudah ia jalani. Mengantar makanan, bekerja di binatu atau menjadi pelayan sudah dirasakannya. Kini Minkyun bekerja sebagai buruh shift malam di sebuah pabrik meski berstatus tenaga outsourcing.

"Kakak berangkat jam berapa malam ini?", tanya Chaewon sambil mengunyah bungeoppang yang dicomotnya dari bungkusan. "Jadi aku bisa menyiapkan makan malam sambil pulang"

"Kakak berangkat jam 9. Tidak perlu, kakak bisa beli sendiri di jalan. Kerjakan saja tugas kuliahmu", jawab Minkyun

"Kak, aku hari ini lagi nggak ada tugas, makanya ada waktu buat masak", kata Chaewon dengan mulut penuh. "Kita masih ada kimchi dari kampung sama telur. Jadi menunya tumis kimchi dan dadar gulung"

"Mie instan?", tanya Minkyun mengonfirmasi apakah cuma kimchi dan telur saja lauknya nanti

"Jangan! Kakak itu lagi sakit, jangan makan mie instan terus!", protes Chaewon, tetap dengan mulut yang penuh

Minkyun tersenyum kecil saja mendengarnya. Adik kecilnya itu masih peduli dengan kesehatannya.

"Bocah setan", sindir Minkyun sambil tertawa. Mie instan itu makanan favoritnya, tidak peduli baik atau buruknya untuk kesehatan.

"Coba kakak lihat keadaan kakak sekarang!", protes Chaewon. "Ini saja kakak sudah maksa berangkat kerja. Masih saja mau makan mie instan?!"

"Tapi kakak perlu makan yang hangat. Mie itu- "

"Masa bodoh!", belum selesai Minkyun berbicara, Chaewon sudah memotong perkataannya dengan cemberut.

***

"Uhuk! Uhuk uhuk!!!"

Batuk Minkyun semakin menjadi-jadi dalam perjalanan ke rumah. Chaewon bisa mendengar jika napas Minkyun semakin berat belakangan ini. Sakitnya makin parah belakangan ini.

LimelightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang