PART 3

4 0 0
                                    

PART 3

Hope you guys like it, don't forget to like and comment :)

Enam bulan kemudian, Phsyce tak pernah membayangkan hal ini terjadi pada dirinya.Waktu hampir menunjukkan dini hari saat ia sedang berkendara dengan mobilnya di jalan pulang setelah mencetak tugasnya karena print di rumahnya sedang bermasalah. Sekelompok pemuda dengan motor tiba-tiba saja mengepungnya saat melewati jalanan sepi, mereka memaksa Phsyce keluar dari mobilnya dengan menodongkan pisau sambil menggedor kaca mobil Phsyce.

Phsyce masih berusaha bersikap tenang sambil mempertimbangkan langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya. Phsyce meraih ponselnya lalu menghubungi Riedhan.

Dering pertama... kedua... ketiga... Riedhan tak pernah selama ini menjawab panggilannya. Beberapa panggilan selanjutnya dan masih tak terjawab. Jantungnya bertalu. Riedhan tidak menjawab panggilannya dan ia mulai panik, sementara beberapa pemuda di luar sana mulai meneriakinya. Kepanikannya membuatnya mengambil langkah salah dengan membuka pintu mobilnya.

"Kalian mau apa!!!" Phsyce berseru tapi suaranya bergetar. Ia takut, genggamannya pada ponselnya semakin erat. Sementara beberapa pemuda dihadapannya menertawakannya.

Salah satu pemuda di hadapannya melangkah mendekat, sementara Phsyce secara naluriah memundurkan langkahnya.

"Cantik juga" Gumam pria tersebut sambil mengusap pipi Phsyce yang langsung saja ditepis oleh gadis muda tersebut. Pemuda di hadapannya tertawa lantang.

"Lo berani yah sama gue! Lo tuh sendirian!" Pria di depannya murka karena penolakan Phsyce langsung saja mencengkram kerah kemeja yang dikenakan oleh Phsyce dan menariknya, membuat beberapa kancingnya lepas secara paksa. Membuat beberapa pemuda lagi di belakang mereka tertawa kencang, seram menurut Phsyce.

"Ambil aja mobil aku" Phsyce memberikan penawarannya, padahal tubuhnya jelas gemetar karena takut. Seharusnya tadi bukan Riedhan yang ia telepon, Kalaupun Riedhan menjawab panggilannya, Riedhan tidak akan datang karena pemuda itu sudah kembali ke London enam bulan yang lalu.

"Gue bisa dapetin mobil beserta lo, jadi kenapa gue harus milih salah satu" Pemuda di hadapannya jelas memandangnya penuh minat, bukan, lebih tepatnya nafsu.

"Aku punya banyak di ATM, kamu bisa mengambil semuanya" Phsyce masih mencoba peruntungannya kembali.

"Terimakasih tapi aku akan mencoba kamu dulu" Jawab pemuda tersebut lalu mendorong Phsyce dengan kasar hingga terjatuh di aspal, handphone yang sedari tadi digenggamnya terlempar beberapa centi dari tubuhnya dan hancur dibeberapa sisi.

Phsyce merangsek mundur sementara pria dihadapannya berjongkok sambil mencoba menciumi leher Phsyce dan meraba pahanya, gadis muda tersebut meronta menahan tangis.

"Bro, gak usah buru-buru, kita bisa membawanya ke suatu tempat yang aman dulu dengan mobilnya, lalu menikmatinya. Bukan di jalan raya seperti ini" Tegur salah satu pemuda di belakang. Sementara pria dihadapan Phsyce mendengus tidak suka, tapi jelas perkataan rekannya adalah benar.

Pria dihadapannya berdiri sambil menarik paksa tubuh Phsyce untuk ikut bersamanya.

***

"Kamu sudah siuman" adalah sapaan pertama yang memasuki indra pendengarannya. Phsyce bangun dari tidurnya dengan linglung lalu meneliti sekitarnya. Semalam, sepertinya ia mimpi buruk.

"Kamu baik-baik saja ?" Tanya seseorang yang sejak tadi diabaikannya. Phsyce menoleh, orang asing berseragam polisi dengan rompi yang menempel sangat pas di tubuhnya.

"Wah adik kecil sudah bangun"

"Aku tidak tahu kalau kita akan sering bertemu, pertama saat kamu menabrak mobil patroli kami, kedua saat di toko buku, ketiga saat beberapa waktu lalu kamu melanggar rambu-rambu dan semalam lalu hari ini." Seseorang lagi yang baru masuk melewati pintu menegurnya dengan kalimat teramat panjang yang sulit untuk dipahami Phsyce.

"Aku baru saja menemui dokter, kamu hanya shock dan kamu sudah boleh pulang, tapi sebelumnya aku akan meminta keterangan kepada kamu, dengan begitu masalah kamu bisa langsung diproses" Tambahnya.

Phsyce mengernyit tidak mengerti lalu tersadar bahwa ia sedang berada di rumah sakit dengan selang infus di tangannya.

"Aku... kenapa aku berada disini ? " ditengah kebimbangannya Phsyce masih mencoba menemukan ingatan-ingatannya tentang apa yang terjadi.

"Dri, dia masih shock" Tegur pria satunya.

"Kamu istirahat saja, beberapa jam lagi aku akan ada disini untuk menanyakan beberapa pertanyaan, Oke ?" Lanjutnya pada Phsyce. Sementara Adri mendengus tidak suka.

"Gue gak tau alasan apa yang ada di otak lo sehingga memutuskan menunggu gadis kecil ini semalaman, sementara kita bisa kembali lagi hari ini untuk meminta keterangan, dan sekarang kamu memilih untuk mengundurnya lagi sementara dia sudah siuman dan terlihat baik-baik saja" Adri mulai mengomel panjang lebar.

"Aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan, tapi bisakah kalian keluar dari sini. Kalian sangat berisik dan mengganggu" ungkap Phsyce.

"Dan kamu adik kecil, aku tidak tahu apa yang salah dengan kepribadianmu tapi kamu bersikap sangat sangat sangat sopan tiap kali kita bertemu" Adri mengomel lagi sambil menekan kata-katanya terhadap Phsyce.

"Aku bahkan tidak tahu kalau kita pernah bertemu" Phsyce menunduk sambil meringis, ia baru merasakan sakit dibeberapa bagian tubuhnya.

"Lihat, dimana sopan santunmu. Wahhh, sepertinya aku akan meledak. Bahkan setelah kami menolong kamu ? serius ?" Adri berdecih.

"Kamu berlebihan Dri, itu tugas kita" Tegur rekan Adri yang sejak tadi diam. Mau tidak mau Phsyce meniyakan bahwa pria yang sedang mengoceh tersebut sangat berlebihan.

"Azkara !!!" Adri berseru marah pada rekannya "Setidaknya ia harus memperlihatkan wajah bersahabatnya, atau setidaknya dia menatap gue, gue sedang berbicara sementara lihat dia" Adri kalap.

"Oke biar gue yang bicara, lo keluar aja" pria yang bernama Azkara tersebut menggiring sedikit memaksa Adri keluar dari ruangan.

Kemudian ia berbalik, mengamati gadis muda yang sedang menyibak bajunya dan memeriksa memar di bahu dan pergelangan tangannya tanpa peduli bahwa masih ada seorang pria dewasa yang sedang mengamatinya.

"Aku harus mempertanyakan beberapa hal terkait kejadian yang kamu alami tadi malam, bisa aku meminta kerja sama kamu ?" Azkara berucap begitu tenang, berbanding terbalik dengan Adri. Dan suara berat pria tersebut berhasil menarik perhatian Phsyce.

"Om, aku tidak ingat apa yang terjadi semalam. Seingatku aku bermimpi buruk lalu bangun di tempat ini" Phsyce menjelaskan dan masih penasaran memar di bahunya yang semakin banyak pada dadanya.

Azkara mengernyit, sedikit terganggu pada ucapan gadis dihadapannya. Really ? "Azkara, gadis di depan kamu memanggil kamu dengan sebutan om" Azkara membatin. Sementara gadis di hadapannya masih saja acuh dengan menyibak bajunya karena penasaran pada memar-memar yang ada pada badannya.

"Dari mana aku mendapatkan memar sebanyak ini" Gadis tersebut menggumam.

"Semalam kami menemukan kamu di dalam mobil bersama beberapa pria, dalam keadaan setengah telanjang. Kamu bersama mereka sejak awal atau kamu diculik dan dipaksa oleh mereka ?" Azkara menjelaskan kemudian bertanya.

Phsyce mematung, lalu menggigit bibir dalamnya.

"Jadi yang semalam itu bukan mimpi ?" lirihnya. Jadi apakah ia semalam diperkosa hingga pingsan ? Jadi memar-memar pada badannya adalah bekas laki-laki bejat semalam.

Phsyce bergetar kemudian meraung. Azkara terdiam. Ia membayangkan jika hal yang baru saja menimpa gadis dihadapannya terjadi pada adik perempuannya. Ia akan ikut hancur. Maka dari itu, berbekal hati nuraninya, ia mendekat perlahan kemudian memeluk gadis yang sedang meraung kalap di hadapannya. Erat. Sangat erat.

***

EYES TALKWhere stories live. Discover now