16. Pulang

6.4K 655 21
                                    


Devano berjalan pelan saat berada di teras rumahnya. Dia menyentuh pegangan pintu dengan pelan, ternyata tengah malam seperti ini pintu rumahnya belum terkunci. Dia berjalan masuk dengan mengendap-endap, dia semakin memelankan langkahnya saat di depan kamar Papanya, namun seketika dia berhenti di depan pintu itu.

"Ya Allah, meskipun mereka bukan anak kandung hamba, tapi hamba benar-benar menyayangi mereka. Lindungilah Devano di luar sana ya Allah, jaga dia."

Devano mengintip di balik pintu yang sedikit terbuka. Apakah wanita yang tidak disukainya tengah mengkhawatirkannya, lalu kemana Papanya? Dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Ariana membuka mukenanya. "Kemana kamu, Nak? Bunda khawatir," gumam Ariana, namun masih terdengar jelas ditelinga Devano, karena heningnya malam ini.

Ariana hendak keluar. Dia berniat mau melihat Afif yang sedang tidur di kamar Devano. "Astaghfirullahaladzim." Ariana terlonjak kaget saat melihat Devano begitupun sebaliknya. Dia langsung memeluk pemuda di hadapannya itu. "Ya Allah, Nak, kamu kemana aja? Udah berapa minggu gak pulang, kamu gak kelaparan, kan?"

Devano hanya pasrah di pelukkan Ariana, seakan dia kembali merasakan kasih sayang seorang Bunda. Apakah dia harus belajar menerima kehadiran Ariana? Entahlah, dia masih memikirkan untuk mengambil keputusan sejauh itu.

Ariana melepaskan pelukkannya. "Kamu gapapa, kan? Kamu tinggal di mana selama gak pulang? Kamu mau makan? Ayo, Bunda masakin," cemas Ariana.

"Devano gapapa. Di rumah temen. Gak laper." Hanya itulah yang bisa Devano ucapkan. Dia masih tidak tau harus bersikap bagaimana.

"Adek kamu kemaren nangis, gara-gara kangen sama kamu, Bunda mau cari kamu juga gak dibolehin sama Papa."

"Sekarang Afif di mana?"

"Dia udah tidur di kamar kamu, saking kangennya."

"Papa?"

"Papa tadi pagi berangkat ke luar kota, katanya ada urusan."

"Kenapa pintu gak dikunci?"

"Bunda sengaja gak kunci pintu, berharap kamu pulang malam ini, dan Alhamdulillah ternyata kamu pulang. Ya sudah, kamu tidur sana, besokkan mau sekolah."

Devano hanya mengangguk patuh dengan pikiran yang dia sendiri pun tidak tau. Dengan pelan dia membuka pintu kamarnya. Dia melihat Afif yang sedang tertidur sangat lelap. Dengan pelan dia duduk di samping Afif lalu mencium pipi adiknya itu. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum yang sangat indah menghiasi wajah tampannya.

***

Afif terbangun dari tidurnya. Dia melihat Abangnya yang tidur di sampingnya. "Abang." Afif menggoyangkan tubuh Devano.

Perlahan kelopak mata Devano mulai terbuka. "Apa?" tanyanya dengan kesadaran yang belum sempurna.

"Abang ke mana aja, kok balu pulang?"

"Abang gak kemana-mana kok."

"Assalamualaikum." Ariana membuka pintu kamar Devano sangat pelan.

"Waalaikumsalam," jawab Afif sedangkan Devano hanya menjawab dalam kalbu.

"Bunda boleh masuk?"

Devano menganggukan kepalanya.

"Afif, wudhu gih, ini udah mau adzan subuh."

"Tapi Papa belum pulang, Bun, telus Afif pelgi ke mesjid sama siapa?" tanyanya polos.

"Afif wudhu aja dulu, ya, Nak."

Afif mengangguk patuh dan segera turun dari kasur empuk Abangnya.

"Maaf kalo Bunda lancang, kamu sholat subuh ke mesjid, ya, temenin Afif."

Devano berpikir sejenak. Selama Bundanya meninggal, dia belum pernah lagi melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.



Jangan lupa baca Al-Qur'an hari ini ya❤.

DEVANO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang