Waktu tak pernah ingkar, dia akan selalu menunjukkan ke arah mana sebenarnya aku harus berjalan. Hanya saja aku tak cukup cendramawa dalam mengasosiasikannya.Semuanya berlalu singkat, ingin rasanya kutuliskan kisahku ini dalam aksara semu yang abadi. Namun harapku sirna kala takdir hidupku berkata lainnya.
Di kala itu aku menjelma bagai pengembara sepi yang bertarung melawan raja kelana. Sang cakrawala tersenyum mengangkasa merajut hamparan fatamorgana.
Sejak 3 tahun kepergiannya sosok itu masih mengakar di kepalaku. Hingga suatu malam, ia datang menemuiku,"Aku mohon ... jangan pergi. Aku terlalu mencintaimu, dulu maupun sekarang namamu masih terlukis indah di dalam kalbu." Itulah yang kukatakan padanya.
"Maaf, tapi rasaku tak sebesar rasamu. Lupakan aku, aku hanyalah sebuah ilusi yang tak pantas kau tinggikan," ucapnya di kala itu, aku tak mengerti apa yang ada di dalam benaknya.
"Tak perlu membenci apalagi menyuruhku berhenti. Karena jika aku mau sudah kulakukan sejak awal, jauh sebelum aku mengenal dirimu. Kau tau ... ada banyak tumpukkan kata yang tak sempat kusampaikan padamu," tuturku ingin mengatakan semuanya.
Namun, takdir memang pandai mempermainkan manusia.
Perlahan kubuka mataku ketika sebuah lentera terlihat remang-remang menatapku. Aku tersenyum pilu, menatap sang cakrawala yang mulai meninggi dari lubang kecil jendela kamarku.
"Mimpi lagi. Sesingkat inikah? Jujur, aku merindukanmu. Kenapa takdir begitu kejam pada kita. Bahkan ia membawamu pergi tanpa sepengetahuanku," gumamku sambil tersenyum mengusap air mataku yang entah sejak kapan berlabuh membasahi bantal serta selimutku.
Masih teringat jelas pertrikor itu dalam penciumanku. Hujan itu yang meneduhkan hatiku dan hatimu dalam dinginnya kesepian haru.
END.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Waktu (My World)
No FicciónAku hanyalah seorang pengembara waktu, yang berlalu lalang hidup dalam hamparan fatamorgana.