Just something in your eyes.

3.4K 275 16
                                    

Just something in your eyes.

Mata Manendra itu menyimpan banyak misteri bagiku. Sangat banyak hingga aku tidak bisa membedakan, memilih dan memilah apa yang ada pada mata kelamnya. Dia terlalu sulit, terlalu kelam, terlalu misterius dan terlalu membuatku tidak nyaman hanya dengan memandang matanya. Ada sesuatu di matanya, misteri.

Aku bernafas pelan, memandang langit-langit dengan pemikiran berkecamuk. Pikiranku tidak berhenti membuat macam-macam pertanyaan entah sejak kapan. Mengabaikan rasa sesak akibat pelukan Manendra yang terlalu erat di pinggulku. Tubuhku mengigil, bukan karena udara air conditioner yang dingin, tapi karena dalam kukungan Manendra, aku merasa mengigil.

Mataku mencari-cari langit-langit kamar yang diwarnai putih tanpa noda sedikitpun. Lalu menghembuskan nafas panjang saat tidak ada gunanya memandang langit-langit. Mereka masih sama putih dan datar, tidak menarik. Sama seperti kehidupanku yang sepertinya hanya berputar pada itu-itu saja. Bahkan ketika aku sudah menikah, aku masih merasakan sesuatu bernama bosan. Padahal seharusnya, menikah akan membuat seseorang menjadi lebih baik dalam hal kesenangan.

Suara rintik hujan yang bertabrakan dengan kaca jendela kamar, membentur satu persatu dengan debit kecil, dan temperatur yang tiba-tiba tambah menurun membuatku langsung menengok ke arah datangnya bunyi rintik. Melihat betapa kelamnya langit pagi tanpa cahaya sedikitpun. Pikniknya batal, dan kurasa Manendra memang membawaku ke sini bukan untuk piknik, tapi maksud lainnya. Gemuruh di luar sana membuatku makin terpaku memandang jendela dengan gorden tranparan.

"Morning Elaksi sayang."

Sapaan serak, kecupan di dahi dan senyuman lebar dari Manendra membuatku ikut tersenyum kecil, membalas sapaan paginya yang terasa seksi dengan semangat pagi yang tinggal separuh.

"Pagi, Manendra." jawabku sama seraknya dengan dia.

Senyum Manendra melebar, dia makin mengeratkan pelukannya hingga aku rasanya ingin melepas kukungan pelukannya itu. Tapi apalah daya, tidak ada kata tolakan untuk Manendra Nawasena.

"Bisakah kita bangun? Aku lapar." ucapku diriingi ringisan pelan dan usapan lembut tanga ku sendiri pada perutku yang tiba-tiba berbunyi.

"Baiklah, tapi bagaimana kalau kita mandi bersama hm?"

Manendra mendusel, kepalanya merengsek masuk ke celah leherku. Menjilati pangkalnya hingga aku menggelinjang geli dan refleks mendorongnya menjauh. Dia malah terkekeh di sela-sela leherku.

"Akan jadi terlalu lama jika kita mandi bersama." ungkapku padanya.

Padahal aku hanya ingin beristirahat setelah semalam.

"Baiklah. Tapi aku ingin makan nasi goreng pagi ini." jawab Manendra dengan rajukan lucu yang membuatkh terkekeh kecil, mengusap rambut pendeknya lembut dan beringsut bangkit.

Aku melepas tangan Manendra yang memeluk pinggangku, meraih selimut dan berjalan menuju kamar mandi.

Sesampainya di kamar mandi yang lebih mirip dengan kamar mandi hotel bintang lima, aku langsung menuju wastafel dengan kaca half body besar di atasnya. Memandang diriku sendiri yang hanya terbalut selimut tipis tanpa memakai apapun di baliknya.

Bercak merah tersebar dari leher sampai ke dada atasku, lalu mukaku yang kucel dan rambutku yang berantakan tidak membuatnya jadi baik. Kutelengkan kepalaku ke kanan, lalu mengernyit saat tiba-tiba bayanganku jadi tak jelas dan aku malah melihat bayangan diriku dengan memakai baju serba hitam dengan sebuah pisau. Mataku mengerjap cepat, menengok apa aku masih mengenakan selimut. Dan setelah memastikan bahwa aku memang hanya memakai selimut bukannya baju serba hitam sambil membawa pisau, aku mendongak. Memandang cermin yang kali ini memantulkan bayangan diriku dengan menggunakan selimut. Sial, aku berhalusinasi lagi.
Dengan tergesa aku langsung menuju shower, mengucurkan air hangat ke atas kepalaku dan mandi dengan cepat.

SOLITUDE [Move To Dreame]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang