Yesa yang sedari tadi memerhatikan cowok itu bisa merasakan, kalau cowok itu sebenarnya nggak suka dideketin. Apalagi dideketin cewek. Tapi demi paketan unlimited dan mekdi sebulan, Yesa jadi antusias mendengarnya. Iyalah, siapa sih yang tidak antusias saat mendengar penawaran itu? Ya mungkin cowok itu, tetapi Yesa tidak.
Dengan semangat, ia menghampiri meja cowok itu sambil menarik Ita. Sempat hening sesaat saat Yesa tidak merasakan respon atas kehadirannya di meja cowok itu. Akhirnya, dengan sedikit sok akrab, dia menepuk lengan cowok itu yang menurut Yesa super putih. Ita sempat memprotesnya saat Yesa bersikap sok akrab.
Tapi sekali lagi, Yesa sudah tidak sabar buat mendapatkan apa yang seharusnya dia dapatkan.
Merasa kalau lengannya ditepuk agak keras, cowok itu mengangkat kepalanya dari buku yang dia baca dan menatap Yesa datar, walaupun ada juga sedikit sinar mata yang menurut Yesa adalah sinar mata terganggu dan...takut? Cowok itu hanya terdiam menatap Yesa, tetapi matanya menjadi agak membulat setelah melihat Ita dibelakang Yesa.
Mengikuti arah pandang cowok itu, Yesa menoleh kebelakang dan mendapati Ita tersenyum manis ke cowok itu, yang jujur membuat Yesa agak jijik. Memang, kalau didepan cowok yang disukai, cewek akan lupa diri. Yesa lantas kembali menoleh kearah cowok itu, dan pandangan mereka kembali bertemu.
"Lo nggak ke kantin?" Tanya Yesa berusaha seramah mungkin kepada cowok itu. Walaupun terkesan sangat sok akrab, ia harus menggapai cowok itu sekarang. Cowok itu menggeleng, kemudian menutup buku yang dia baca dan melipatnya diatas meja.
Yesa berusaha tersenyum walaupun terpaksa, dan dengan basa basi berusaha menawarkan untuk makan bersama cowok itu. "Mau makan bareng kita berdua, nggak?" Tanyanya. Cowok itu sontak langsung memasang wajah kaget.
Jujur, Yesa mengakui kalau wajah cowok itu benar seperti kata Ita. Putih banget, dan terkesan seperti anak kecil. Itu sebelum anak itu kembali berbicara dan menghancurkan semua ekspektasi Yesa.
"Ng-nggak usah. Gue gak laper," katanya, membuat Yesa tanpa sadar mengangkat sebelah alis.
Kenapa nada bicaranya gitu, sih? Dia gagu apa ya? Pikir Yesa, tetapi setelahnya merasa masa bodoh dan bersikeras tetap mengajak cowok itu makan bersama. Beruntung waktu itu kelas sepi, hanya ada beberapa anak yang baru kembali dari kantin dan kini sedang sibuk dengan kegiatannya masing masing.
Ita juga begitu. Sepertinya dia begitu ingin bersama dengan cowok itu, sampai sampai yang biasanya memprotes jika disuruh suruh Yesa, sekarang langsung menurut jika didepan cowok itu.
"Boleh? Kita juga mau temenan sama lo. Serius, deh," Paksa Yesa. Dia kini malah duduk dibawah meja guru sembari menghadap cowok itu, begitupun Ita.
Mereka tidak berhenti memaksa cowok itu sampai lima menit setelahnya. Karena merasa begitu dipaksa dan dia juga kebetulan merasa lapar, cowok itu mengiyakan ajakan Yesa.
Didalam hati Yesa berteriak kesenangan karena pada akhirnya cowok itu mau diajak makan bersama. Ia pun menyuruh Ita menuju ke mejanya dan membawakan seluruh makanan yang berada di mejanya itu, yang notabene sebenarnya milik Ita. Setelahnya ia menyuruh Ita untuk duduk di sebelah cowok itu, dan pada akhirnya mereka makan, walaupun masih ada suasana canggung diantara mereka.
Selalu Yesa yang memancing pembicaraan. "Jujur, gue kok nggak pernah liat lo dikelas, ya?" Tanyanya kepada cowok itu. Cowok yang sedang mengunyah batagor itu menatap dia sekilas sebelum akhirnya menjawab.
"Gue selalu di perpus," jawabnya singkat. Kembali, ekspresi Yesa menjadi aneh. Kalau anak anak lain yang mengatakan itu, Yesa bisa memahami, mengingat perpustakaan di sekolah mereka dilengkapi AC, Set PC, dan WiFi yang berkecepatan 15mbps. Siapa yang tidak betah? Tetapi jika ditelisik dari jawaban cowok ini, ia murni kesana untuk membaca buku. Bisa dibilang, murni kutu buku.
"Oh, gitu ya. Hehehe," tawa Yesa terdengar canggung, sebelum ia bersandar pada kaki meja guru dan menyuruh Ita melanjutkan percakapan. Untuk kali ini, ia akan menyimak saja.
"Oh iya, lo yang waktu itu ngehibur gue, kan, ya? Gue belum sempat kenalan. Nama lo siapa?" Tanya Ita melanjutkan percakapan Yesa basa basi.
"Gue? Em, nama gue Weno," sekali lagi, nada suaranya kedengaran malu malu, seperti anak kecil yang diajak berkenalan. Ita mengangguk kecil.
"Nama lengkap?" Nada suara Yesa terdengar seperti menginterogasi, sembari menopang kakinya di kaki meja cowok itu yang barusan dikenal bernama Weno.
"Wenolian... Jivonachel," kata Weno. Kali ini nada suaranya terdengar lebih santai walaupun gerak geriknya terkesan tidak nyaman dengan kehadiran mereka disini. Yesa mengangguk, dan hening menghampiri mereka.
Yesa sedari tadi nggak makan, hanya memandangi cowok itu. Kalau dilihat lihat lebih dekat seperti ini, Yesa merasa kalau cowok itu mirip dengan salah satu anggota boyband Korea. Ia tidak ingat siapa, namun rasanya familier di mata Yesa.
Suaranya juga terdengar lembut, seperti lagu tidur jika saja tidak ada kesan malu malu dan memang berniat menyanyi.
"Oh iya lupa!" Tiba tiba pekikan Ita membuat perhatian Yesa dan Weno teralih kepada sang pemilik suara. "Kita temenan boleh?" Tanya Ita kepada Weno. Weno awalnya menatap Ita lebih terkejut daripada saat Yesa menghampirinya, tetapi pada akhirnya hanya menganggukkan kepala sebagai tanda setuju.
"Boleh, tapi gue juga mau tau nama lo." Tanya Weno. Ita dengan senang hati memperkenalkan diri, dia bahkan memperkenalkan Yesa seperti memperkenalkan anaknya yang begitu dibanggakan.
"Gue Lolita Kama Felice, panggil aja Ita. dia yang lesehan di lantai namanya Yesa Nada Radinka. Panggil aja Yesa, atau Nada, atau Radinka, terserah lo." Kata Ita memperkenalkan diri. Weno mengangguk angguk menanggapi pernyataan Ita sambil sesekali memakan makanan yang terlihat diatas mejanya.
Dan setelahnya percakapan mereka berjalan hanya seperti itu terus, hingga semua makanan diatas meja habis dan Yesa serta Ita berniat mulai melancarkan aksinya.
"Oh iya Wen, minta ID Line lo dong?" Tanya Ita langsung tanpa basa basi. Weno mengangkat sebelah alisnya, penasaran. Ita buru buru memperbaiki kata katanya. "Eh, kan, temen biasanya sering chatan, gitu." Jelasnya, dan beruntung pada akhirnya Weno mengamini pertanyaannya.
"Ehm, iya deh boleh." Ujar Weno, lantas memperbaiki posisi duduknya agak menghadap kearah Ita. "ID Line gue Weno.achel," Weno memberitahu.
Ita mengangguk angguk senang, lantas langsung berusaha menge-add akun Line Weno. Ia lantas mendongak dan berterimakasih dengan sangat senang, membuat Yesa yang melihatnya hanya bisa menatap datar.
"Oke, thanks. Besok makan bareng lagi," kata Yesa segera setelah Ita mendapatkan kontak Weno. Meninggalkan Ita dan beranjak menuju mejanya.
Ita dengan buru buru langsung menyusul Yesa. Setelah duduk dibangkunya, Yesa berceletuk membuat Ita mengangguk senang. "Udah, ya. Sisa pdkt doang abis itu sesuai perjanjian," katanya.
"Yoi. Tenang," Ita mengakhiri percakapan mereka bertepatan dengan bel pertanda istirahat berakhir yang berbunyi nyaring mengalihkan perhatian mereka berdua.
Weno bahkan sudah menutup buku bacaannya dan berfokus pada buku pelajaran sesuai jam pelajaran kali ini. Terlalu rajin.
Tidak lama, guru mata pelajaran masuk dan mulai mengajar. Membuat semua murid yang mendadak bersikap hening termasuk Yesa. Lebih tepatnya Yesa tertidur, bukan terdiam.
Ita? Dia sama sekali tidak fokus dengan pelajaran yang ada. Dia hanya berusaha mencuri pandang terhadap Weno maupun sebaliknya setelah Weno mengetahui kalau Ita melirik liriknya.
Tidak, Yesa berusaha tidak peduli dengan hal semacam itu walaupun yang mengalami adalah sahabatnya. Ia hanya memedulikan imbalan yang akan ia dapat setelah semuanya berjalan lancar setelah ini.
Setidaknya begitu, sampai nanti entah apa yang akan ia dapatkan setelah bersama Weno sebagai temannya untuk beberapa bulan kedepan. Bekerja sebagai mak comblang Ita dan Weno, atau malah terjadi sesuatu yang diluar dugaannya?
Tidak, tidak mungkin, kan? Yesa tidak pernah merasakan hal semacam itu dan ia tidak ingin merasakannya untuk sekarang.
Setidaknya begitu sampai ia berhasil menemukan banyak sisi lain Weno yang belum pernah ia lihat.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Yours
Teen FictionSiapa bilang kutu buku nggak bisa berubah jadi populer?! Siapa bilang anti sosial nggak bisa jadi orang dengan sejuta teman, baik dumay atau dunia nyata? Dan Yesa mau berusaha mengubah Weno yang kutu buku, anti sosial, dan mudah minder menjadi seora...