Tentang Sebuah

7.4K 796 1.3K
                                    




61.

Pemandangan barusan tidak serta-merta membuat batin Seongwoo tenang. Bagaimana Daniel bisa terlihat berbeda sekali? Apakah hubungannya dengan Jennie tidak berjalan baik? Apakah kegiatannya semakin sibuk sampai-sampai wajahnya tidak karuan begitu? Seongwoo penasaran, namun detik berikutnya ia merasa tidak berhak untuk memikirkan perihal Daniel. Setiap Seongwoo ingin tahu, bayangan Daniel yang menatapnya jijik tempo lalu terlintas, dan hal itu membuatnya bergidik. Cukup sampai tadi saja, Seongwoo ingin menjalani hari ini dengan tenang.

Ironisnya, terkadang saking terlalu menganggap dirinya sudah cukup mampu untuk melangkah maju, atau menjadi baik-baik saja, ada hal kecil bernama rindu yang bersembunyi ringkih di bilik terpojok hati paling bawah. Ia minder untuk bersuara akan eksistensinya sebab takut untuk diabaikan. Barulah saat Seongwoo terjatuh di tempat tidurnya, perasaan itu perlahan memperkenalkan diri secara malu-malu. Tangan lentiknya meraih sisi lain matras, merasakan dingin yang belakangan mulai menghantui. Di kasur ini, Seongwoo pernah menorehkan sejarah istimewa dalam hidupnya. Ciuman pertama, seks pertama, pacar pertama, dan yang paling tepat ialah sebuah intimasi. Seongwoo rindu akan keintiman yang biasa memeluknya setiap malam. Tempat untuknya berserah saat butuh sandaran. Selimut berlengan yang membungkusnya saat kedinginan. Semua itu raib, dan tak bisa Seongwoo elak, dia... rindu intimasi itu.

Tangan Seongwoo menelusup ke dalam celananya. Ia mencoba untuk bermasturbasi. Menandaskan dahaga dengan berhubungan intim pada dirinya sendiri. Tak sampai ejakulasi, bahkan semenit pun tidak, Seongwoo berhenti. Ia merasa frustasi akan sesuatu yang terlalu indah mendadak kabur dari hari-harinya sekarang. Tidak sering, tapi Seongwoo saat ini tengah dihinggapi kesepian.

Tiba-tiba ponsel Seongwoo berdering. Dari Jefri. Semakinlah Seongwoo tidak ingin melanjutkan kegiatan masturbasinya.

"Naon, Jef?"

"Kak Seongwoo, gue tadi abis main di Sukajadi. Ini lagi otw ke kosan Kakak, abis beli markobar nih, hehe."

"Anak pinter, mainya jauhhh."

"Jauh apaan? Orang masih di Bandung, kok."

"Nggak usah ke sini, gue nggak laper."

"Bodo amat, gue tetep mau ke kosan lo!"

"Eh anj– "

Panggilan diputuskan sepihak oleh Jefri. Tak sampai setengah jam, bocah tengil itu telah sampai dan mengetuk pintu indekos Seongwoo sekarang.

"Buka, kak!"

Seongwoo membuka pintu dengan jengkel sambil memasang wajah malas.

"Mana markobarnya?"

"Nih." Jefri memberikan martabak bawaanya dengan semangat. Seongwoo sendiri langsung menerimanya seraya membalas.

"Makasih. Lo boleh pulang sekarang."

Wajah Jefri spontan mendung. "Gitu banget, sih, Kak?"

"Wkwkwk, bercanda. Ya udah masuk atuh."

Segala sesuatunya mulai aneh. Seongwoo seperti membuka pintu bagi Jefri dalam artian lain. Kali ini agendanya bukan les, hanya Jefri yang ingin bermain, tapi Seongwoo boleh-boleh saja. Mereka berdua berjalan menuju ruang tengah. Jefri  yang tidak tahu malu, langsung mengambil air dingin di refrigerator lalu menyalakan televisi. Yang punya indekos hanya terduduk sambil membuka boks martabak berbagai rasa yang telah disuguhkan untuknya.

"Katanya nggak laper?" goda Jefri.

"Tadi mah nggak."

"Huuuuu, jaim tuh digedeinnn."

OngNiel is SCIENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang