Part 3"Dok, tolong sahabat saya!" teriak Adib kepada Dokter jaga. Malam itu, Bian jatuh pingsan di depan barak, setelah sedari sore, Bian keluar untuk menemui kekasihnya.
Setelah di tangani Dokter, keadaan Bian dinyatakan kritis, tubuhnya terbujur di atas tempat tidur pesakitan, tubuh gagahnya di penuhi kabel-kabel yang bergantungan semrawut, wajah tampannya terlihat pucat. Ini sudah kesekian kalinya Bian jatuh pingsan.
Tetapi, Bian berpesan kepada Adib, agar apa pun yang terjadi kepada dirinya, tidak satu pun, yang boleh mengatakan keadaannya kepada kekasihnya.
Adip terlihat gelisah dengan keadaan Bian. Sahabat yang selama ini menemani hari-harinya, harus menderita penyakit mematikan seperti ini.
Setelah kepulangannya dari Satgas, Bian, sudah mulai sering pingsan, selalu keluar darah dari hidungnya. Setelah pengecekan Lab, Bian di nyatakan menyidap penyakit kangker darah. Itu yang membuat imun tubuhnya selalu menurun, tidak ada lagi Bian yang aktif di setiap kegiatan di Batalion.
"Dok, apa yang sebenarnya terjadi pada Bian?" tanya Adib, penuh tanya akan keadaan Bian sahabatnya.
"Bian..., kangker darah yang menyerangnya, sudah stadium lanjut, hidup Bian, sudah tidak lama lagi," fonis Dokter Reza, membuat Adib menitikan air matanya.
"Nggak mungkin Dok, Bian tentara yang kuat, tidak mungkin Bian seperti ini." Adip mengacak rambutnya, frustasi atas fonis Dokter terhadap sahabatnya.
"Apa yang harus saya lakukan Dok?" tanyanya, dengan nada bergetar.
"Hibur Bian, buat hari-harinya bahagia," ucap Dokter Reza menepuk pundak Adib, menenangkannya.
Adib berjalan lunglai menuju ruangan Bian di rawat. Adib menumpahkan semua tangisnya di depan pintu ruang rawat Bian.
Setelah tangisnya berhenti, Adib membuka pintu kamar itu. Di lihatnya tubuh dengan kabel bergelantungan yang menempel di tubuh kekar sahabatnya.
***
Dian mencoba menghubungi nomor Bian, kekasihnya. Namun lagi-lagi tidak tersambung, Dian terlihat tidak tenang."Mas, kamu di mana, Apa kamu baik-baik saja?" tanya Dian pada hatinya.
Dian terlihat mondar-mandir menatap ponselnya yang mati. Tidak ada SMS atau pun telefon dari Bian.
Di lemparnya ponsel Dian ke atas kasur, Dian menjatuhkan tubuhnya tak jauh dari ponselnya tergeletak.
Berharap ada kabar dari kekasih hatinya.Ayam jago berkokok, menandakan hari telah berganti. Dian bangun dari tidurnya, Dian mengecek lagi ponselnya, namun keadaan tetap sama, tidak ada kabar dari Bian.
"Mas, kamu dimana? Aku mencemaskan mu!" ucapnya, lirih, hingga air matanya menggenang membasahi pipinya.
Matahari sudah berada di puncaknya, Dian berniat akan mencari Bian di Batalion tempat Bian bertugas.
Dian menstater motornya. Kling..., ponselnya berbunyi.
"Pesan dari mas Adib," ucapnya, lirih, mulai membuka dan membaca pesan yang masuk.
"Dian, pasti kamu semalam cari Bian kan ? Bian baik-baik saja, Bian mendapat tugas ke Bandung malam itu, pagi ini, Bian sudah berangkat menuju Bandung, tidak usah berfikir macam-macam Bian baik-baik saja." isi pesan Adib.
"Kamu mas, bikin Dian khawatir saja," ucap Dian, dengan sedikit menyunggingkan senyum manis di bibirnya. Dian memasukan ponselnya ke dalam saku celananya, dan mematikan motornya. Tubuh mungilnya meninggalkan garasi dan kembali memasuki rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SETITIK CINTA YANG TERSISA
General FictionDi baca saja ya.... Melow dikit ceritanya