part 4

7 1 0
                                    

Part 4

Sudah satu minggu Dian tidak mendapat kabar dari pujaan hatinya. Perasaan campur aduk dirasakan Dian, rindu, itu jelas, khawatir, apa lagi. Dian mengalihkan semua rasa itu dengan menyibukan diri dengan kegiatan Kampusnya.

Dian melamun, saat mengerjakan proposal, untuk kegiatan bakti sosial di kampus. Matanya memerah, saat rindu sudah menguasai hatinya lagi.

Dian mengambil ponselnya, di ketikan pesan ke nomor Bian.

"Mas, Dian rindu, jaga diri baik-baik ya, Dian menanti mu pulang," Send, pesan terkirim ke nomor milik Bian, namun, Bian belum membukanya.

***
Bian masih dalam masa tidur panjangnya, kabel-kabel masih setia menempel di tubuhnya. Tubuh yang dulu kekar dan gagah, kini terlihat begitu kurus dan pucat.

"Yan, bangun dong, kamu nggak kangen Dian? bangun ya, kita lari-lari lagi seperti biasa!" ucap Adib dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa kamu menyembunyikan keadaan mu kepada Dian, Bi?" tanya Adib munundukan kepala, menuangkan tangisnya, meluapkan semua kerinduan akan canda tawa sahabatnya.

Adib merasakan gerakan dari tangan Bian, tangan yang berada di bawah tangannya. Gerakan halus yang ditunggu Adib selama seminggu menunggui sahabatnya.

Adib segera memencet tombol di atas tempat tidur Bian. Dokter dan perawat berlarian menuju ruang Bian di rawat.

"Dok, sahabat saya menggerakan tangannya, dok," ucap Adib menggebu. Dokter segera memeriksa alat vital Bian, Dokter tersenyum, menepuk pundak Adib.
"Letnan Bian sudah siuman" ucap Dokter, berjalan meninggalkan ruangan Bian.

"Dib," panggil Bian, Adib pun mendekat kearahnya.

"Hem..., kamu sudah buat aku khawatir tau," ucap Adib meninju pelan lengan Bian.

"Ck..., kamu itu, Dib, aku mau minta sesuatu sama kamu," ucap Bian menunjukan wajah serius atas permintaannya.

"Ajak Dian ke pemakamanku, bilang ke dia, aku sungguh mencintainya," ucap Bian dengan air mata yang sudah berderai menjatuhi pipinya.

Bian menhembuskan nafas panjang sebanyak tiga kali.
tut........ Bunyi alat deteksi di samping tempat tidur Bian.

"Bian, kamu jangan bercanda, Bi, Biaaaaan...," teriak Adib, menggoncang tubuh Bian yang sudah tidak bernyawa.

"Inalillahi wainailaihiroji'un," ucap Adib menutup mata Bian yang sedikit terbuka.

Adib mengirim pesan kepada Dian.

"Dek, Bian ingin bertemu kamu, nanti saya yang jemput kamu," isi pesan Adib masuk ke ponsel Dian.

Dian tersenyum, pria yang di cintainya, sudah pulang, rindu yang membuncah akan segera di tumpahkan kepada Bian.

sedangkan di rumah Bian, orang-orang tengah sibuk mengurus pemakaman Lettu Bian.

Para sahabat Bian menunjukan wajah sedih, karena mereka kehilangan seorang sahabat yang baik di mata mereka.

Adib mulai menjalankan motornya menuju kediaman Dian.

"Dian, kamu sudah siap?" tanya Adib yang baru turun dari motornya.

Dian dengan kaos panjang dan celana bahan berwarna hitam.

"Bagaimana mas, dengan penampilanku?" tanya Dian memperhatikan penampilannya  sendiri.
"Tidak tahu kenapa, Dian pilih baju ini untuk bertemu dengan mas Bian."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SETITIK CINTA YANG TERSISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang