sore, puan
sekarang kita bersemayam di atas pangkuan Tuhan
merapal mata, mengucap angan
melumat mentari terbenam di ufuk ucapanbumantara pun muskil menahan iri
ditumpahkannya mendung agar kita menyudahi
dilemparnya hujan ketika rasa dipukul birahilangit mendengarkan eufoni
dari rindu yang kuluapkan setiap hari
tak pandang bulu walau kau sahabatku sendiri
hanya ketika SMA rasa menjadi pedagogisekarang, aku ingin masa insentif
mencandu atma yang kudekap setiap hari
menumpuk rasa hingga ia mampu membuat negeri
tak sadar, lupa dasar, bahwa kau sahabatku sendirihingga kini
kita berdua dengan cincin pada jemari
bersama ijab kabul yang hanya ada di imaji
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Rasa
PoetryPangsa yang selalu menjadi tempat untuk aksara bersama pena yang selalu mencari penjuru kata. Tak akan pernah usai.