2

47 2 0
                                    

"Anj! Astagfirullah. Tapi bangsat! Astagfirullah. Fuck dah!" Itulah yang keluar dari gadis alim macam preman.

"Kalau gak bisa ngomong kasar mending diem." Bambang udah kesel karena Debby setiap berbicara kasar pasti diselingi istigfar. Dia bilang kalau mau kasar sekalian aja, nggak usah tanggung tanggung.

"Tapi bang! Si Tayo udah kurang ajar."

"Pas Cahyo ngomong itu, lu ngapain?" Bambang menghiraukan Debby dengan segala ocehannya. Bambang kalau lagi serius dialek betawinya akan hilang.

"Gua diem terus kabur." Aku menunduk kepala dalam dalam. Bingung dengan semua ini.

"Bangke ya tu bocah. Gak ngomong ngomong ke gue lagi. Langsung ngomong ke elu gitu aja." Seru Bambang frustasi. "Siapa aja yang tau hal ini?"

"Keknya gua doang." Ada nada kesal yang terucap dari mulutku. Mengapa harus aku duluan yang tau hal itu?

"sebenernya gue bingung nanggepin masalah ini kayak gimana. Disatu sisi gue gak membenarkan sikap Cahyo yang tanpa berpikir panjang cerita ke elu. tapi, disisi lain gue ngerti perasaan Cahyo ketika dia memilih elu jadi orang pertama yang tau akan hal itu. but, your too precious for us even for Cahyo himself. dia gak berpikir kalau cerita ini bisa memberatkan elu." raut muka Bambang meampilkan ekspresi yang susah dijelaskan. Aku terdiam mengengar perkataan Bambang. 

"gue merasa gagal jadi sahabatnya sendiri." Ujar Bambang melanjutkan. "Apa perlu gue yang biacara ke Cahyo?"

"Jangan!" Aku menangkup tangan Bambang memohon. "Biar gua yang berusaha."

"Gila yak lu Nau!" Debby menggebrak meja marah. "Gua gak setuju. Lu mau jadi gila hah? Gua emang gak tau tentang cinta. Tapi gua tau lu bisa gila kalau lu yang urus sendirian!"

"Tau darimana lo?" Aku jarang membentak Debby. Tapi untuk saat ini aku gak bisa membuat semua orang ikut campur.

Debby terdiam. Ia masih tidak menyangka aku membentaknya.

"Tapi Nau, bener kata Debby." Bambang mencoba menenangkan aku dengan mengusap punggung tanganku.

"Lo udah gue anggep sebagai adek gua sendiri."

"Ralat, kakak lo sendiri kali." Bambang menatap sengit Debby.

"Intinya gue sayang sama lo. Dan gue gak mau lu kenapa napa gara gara sahabat gue sendiri."

Aku terdiam, memikirkan segala kemungkinan.

"Yaudah sekarang gini ae. Gue ama Debby gak akan bilang sape sape dan gak bakal ngelabrak Tayo. Tapi kita gak bakal ngebiarin lo sendirian ngadepin ini. Kalau ada apa apa lo ngomong. Kalau lu mau ngelakuin sesuatu lo ngomong dulu ke kite." Jelas Bambang final.

Debby menggenggam tanganku dan menatapku penuh keyakinan. Aku menghela nafas. Apapun itu aku memang sekarang hanya bisa mempercayakan hal ini ke mereka berdua saja.

"Eh, si Cahyo nelpon!" Debby memberikan hpnya kearahku.

Aku mengambilnya dan mengangkat telpon yang masuk.

"Halo?"

"Kamu dimana?" Suara itu terdengar dingin. Aku meneguk ludah.

"Di kafe, kenapa?" Aku mencoba menjawabnya sekalem mungkin.

"Aku yang jemput!" Terdengar suara desissan diujung telepon.

"Gak usah, aku bareng Debby ama Bambang."

"Aku yang jemput!" Kalimat itu terkesan memaksa.

"Buat apa? Kamu gak nganterin pacar kamu?" Hatiku mencelos setelah mengatakan kalimat tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Way Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang