Sekedar cerita pendek yang sengaja kubuat untukmu. Aku tak bisa menandai kamu langsung. Aku malu, malu kalau-kalau kamu malah menertawakan isi hatiku. Aku hanya berharap, dengan menulis sedikit kisah tentang perjalanan kita dapat membuatku sedikit tenang. Karna aku, telah mengeluarkan sebagian dari beban kenang.
Untukmu para pembaca, aku memang malu kalau dia melihat isi hatiku ini. Tapi sebagian egoku bilang kalau justru dia harus melihat ketikan ini. Aku bingung, mana yang harus kudengar kira-kira? Pikiran atau ego? Ayolah bantu aku.
Begini saja, bagaimana kalau kita buat kesepakatan? Sini kuberi tahu, kisah ini akan menceritakan tentang aku dan dia. Juga kisah rumit kami tentunya. Aku tidak akan menyebutkan namanya. Bagaimana? Setujukah kalian? Agar dia tidak tahu kalau disini aku sedang menceritakan tentangnya. Hihihi kita diam-diam saja ya. Mari sembunyikan darinya tentang dirinya sendiri melalui cerpen ini. Bekerjasamalah denganku. Biarkan dia tertawa dan sedih sendiri saat dia melihat ceritaku ini. Dia tidak tahu saja, itulah yang aku rasakan saat mengetik cerita ini. Dan itu semua dia penyebabnya. Hah, sudahlah mari kita ceritakan perihal aku dan dia.
###
Satu hari di 2017 lalu, 4 April kamu mengucap janji. Janji untuk selalu bersamaku, janji untuk menjaga hatiku. Kamu meminta hatiku. Done, sudah kuberikan. Kutitipkan, kupercayakan hatiku untuk kamu jaga. Dan benar kamu menjaganya, kamu membahagiakannya, kamu merawatnya untuk sembuh dari luka yang kemarin, hatiku nyaman digenggamanmu. Perihal hatimu, sama. Kujaga sepenuh dan seperti aku menjaga hatiku sendiri. Hatimu kucintai, hatimu kusayangi, hati yang ternyata sejak lama ingin aku miliki. Kita bertukar hati, kita berjanji untuk saling menjaga hati.
6 bulan berlalu dari tanggal 4 April. Hari demi hari kita lewati bersama, kamu perlakukan aku dengan sangat istimewa. Dengar, aku bahagia. Saat itu aku tahu, kamu adalah orang yang tuhan kirim untuk aku cintai dengan cara yang berbeda dari orang-orang pada umumnya. Jika mereka mencintai karna fisik atau harta, maka aku mencintai karna sikap dan kesederhanaanmu. Saat merasa benar-benar nyaman. Aku beralih jadi mencintai karna hatimu.
Aku pernah berjanji, kamu hanya akan jadi satu-satunya orang yang akan aku cintai lagi dan lagi. Cinta untukmu tak pernah berkurang sedikitpun. Ia malah semakin bertambah, semakin aku merindu semakin aku menjatuhkan hati padamu.
Tapi suatu hari kamu pergi....
Kamu bilang berat rasanya meninggalkan aku sendiri. Jika berat kenapa tak menetap saja disini bersamaku? Ah kamu. Diujung hari kamu pergi juga dari sisiku. Kamu meninggalkan aku yang termenung, kamu meninggalkan aku yang masih mencerna semua kata-kata yang keluar dari mulutmu. Sulit rasanya mencerna kata-kata itu dalam otakku. Kenapa terasa sangat menyakitkan? Memang apa yang kamu bilang tadi? Aku tidak begitu bisa mencerna kata-kata yang kau ucapkan tadi. Sulit, entah mengapa. Beritahu aku, apa yang kamu ucapkan tadi? Kembalilah lagi, jelaskan padaku apa katamu tadi. Hey! Berbaliklah!
Ah sudahlah percuma, kamu tidak kembali.
Oh aku ingat. Sial, aku membenci kata-kata itu. Sangat! Sebentar, seingatku kamu bilang tadi ini demi aku, ini demi kamu. Ini demi kebahagiaan masing-masing dati kita. Aish, akan aku ajukan pertanyaan padamu tuan, dengar...dan siapkan jawaban yang dapat otakku terima dengan jelas.
"Adakah kebahagiaan dari sebuah kepergian?
Jika ada, kebahagiaan macam apa itu?
Beritahu aku, agar aku bisa terus bahagia setelah kepergianmu.""Adakah rasa yang lebih menyakitkan dari hilangnya hak untuk menyapamu?"
"Adakah rindu yang lebih menyesakkan dari sirnanya kebersamaan kita?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita
Cerita PendekSingkat cerita, ini cerpen tentang kita. Silahkan baca jika kamu berminat melihat tentang arti dirimu melalui jendela pandanganku. Jangan protes! Karna bahkan akupun tak memberi komen perihal kamu yang sudah memiliki tempat pulang yang baru. Ini car...