Dahulu kala, dikisahkan terdapat sebuah kerajaan besar di sebuah tempat yang diapit dua gunung, gunung Payung dan gunung Seblat. Kerajaan itu bernama Semidang Alas yang dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana serta dicintai semua rakyatnya. Tidak hanya dicintai rakyatnya, sang raja juga begitu dicintai oleh keluarganya. Sang raja memiliki permaisuri yang cantik jelita bernama Permaisuri Gindosuli dan dua orang anak. Anak pertama seorang putri yang tak kalah cantiknya bernama Putri Giri Kencana dan anak kedua seorang pangeran tampan bernama Pangeran Rama Giri. Selain mereka berempat ada juga adik laki-laki sang ratu bernama Pangeran Lawang Agung. Seorang paman yang begitu dekat dengan kedua keponakannya, terutama pada Pangeran Rama Giri. Ia terlihat begitu menyayangi dan memanjakan sang keponakan.
Sebenarnya, di tengah kebahagiaan yang melingkupinya, sang raja menyimpan kegelisahan di dalam hatinya. Sebagaimana tradisi leluhur, tampuk pemerintahan akan diteruskan oleh anak laki-laki. Dalam hal ini pewaris kerajaan yang sah adalah milik Pangeran Rama Giri. Tetapi yang menjadi masalah, sang anak lelaki satu-satunya itu sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan untuk meneruskan kejayaan Kerajaan Semidang Alas.
Pada umumnya para pangeran dari kerajaan tetangga kesemuanya suka berkuda, memanah, berburu dan belajar ilmu bela diri. Tapi tidak dengan Pangeran Rama Giri. Ia tidak menyukai semua itu. Ia tak menyukai hal yang berbau kekerasan seperti bertarung atau menyakiti hewan. Sedari kecil ia sudah memiliki ketertarikan mengenal tumbuhan. Alih-alih belajar bela diri, ia malah sibuk memperhatikan keanekaragaman tetumbuhan di sekitarnya. Jika anak-anak laki-laki terobsesi untuk bisa menghancurkan batu dengan sekali pukulan, ia justru sangat tertarik untuk mencari tahu khasiat berbagai jenis tanaman yang ditemuinya. Tak jarang ia berlama-lama di ruang perpustakaan istana sekedar membaca semua buku tentang botani.
Ketertarikannya pada ilmu tetumbuhan itu membuatnya sering berkunjung ke taman atau berjalan-jalan di kebun belakang istana. Sekedar melihat para tukang kebun menyiangi tanaman dan merawat apotek hidup. Ia menanyakan kepada para pekerja apa saja khasiat tanaman itu. Jika belum puas maka ia akan datang ke pada tabib istana. Ia bisa berjam-jam mendengar ilmu mengenai tanaman beserta khasiatnya dari bibir sang tabib. Atau melongo takjub melihat keterampilan tabib menyembuhkan berbagai macam penyakit dari pasien yang datang berobat kepadanya.
Satu lagi kegemaran sang pangeran adalah memasak. Ia sangat suka aroma adonan tepung, vanili dan kenal semua jenis bumbu masakan. Ia terampil mengiris bawang, memotong ayam, membersihkan ikan, sampai membuat garnish dari bermacam-macam jenis sayur mayur. Rasa masakannya terkenal enak. Ia kerap berlama-lama di dapur bersama sang kakak, Putri Giri Kencana. Sejujurnya, sang kakaklah yang membuat Rama Giri menyenangi dapur. Karena sang putri yang juga punya hobi memasak.
Sewaktu kecil kedua kakak beradik ini sangat dekat. Mereka bermain bersama. Rama Giri ikut kemanapun sang kakak pergi. Mereka berdua main masakan bersama dengan anak-anak para pelayan istana di taman. Sehingga kelembutan sang putri ikut menurun kepada sang adik. Bergaul bersama perempuan terasa damai. Semuanya anggun, sopan santun dan tingkah laku terjaga. Sangat kontras ketika ia bersama dengan para lelaki yang lebih suka saling berteriak, menantang matahari dan menyelesaikan masalah dengan adu otot. Rama Giri sangat tidak suka.
Awalnya Raja dan Permaisuri Gandasuli tidak pernah merisaukan hal itu. Karena saat itu sang pangeran masih kecil. Jika sudah besar maka kegemaran sang pangeran pasti akan berubah sendiri begitu anggapan mereka. Tapi ternyata mereka salah. Meskipun kebersamaannya dengan sang putri tidak sesering dulu karena istana laki-laki dan perempuan yang terpisah dan sang pangeran tidak diperkenankan lagi bermain bersama dengan sang kakak dan para dayang, tetapi hal itu tidak berpengaruh pada sifat sang pangeran. Ia tetap menjadi pangeran yang lembut, suka memasak dan pencinta tumbuhan. Kenangan akan masa kecil yang indah dan menyenangkan bersama dengan sang kakak membuat ia tetap menyukai kedua kecintaannya itu. Jadi setiap diajak berburu ia akan menolak. Jika pun dipaksa ia akan memilih untuk duduk di belakang sang ayah saja. Tak pernah tertarik untuk melesatkan anak panah atau tombak ke hewan buruan. Begitu pula jika diajak belajar silat, ia melarikan diri ke perpustakaan istana atau kabur keluar istana hanya untuk melihat pekerjaan para petani. Melihat mereka bercocok tanam, memanen hasil kebun atau sawah dan palawija atau sekedar berjalan-jalan di tengah hijaunya alam.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENDEKAR SEMIDANG ALAS
Fantasykonten GAY. 21+ Membaca kisah tentang pangeran tampan yang gagah perkasa? Itu sih biasa. Bagaimana jika ada pangeran yang lebih suka memasak dari pada berlatih bela diri? Pastinya luar biasa. Ditambah lagi gay pula. Lengkap sudah. Jadi bagaimana kel...