1 | Lupa Tugas

12.4K 763 31
                                    

Pagi ini masih tidak berbeda dengan pagi sebelumnya bagi Rival. Ia masih terbangun dengan cahaya yang masuk dari celah jendela kamar. Hal yang selalu Rival suka saat bangun tidur, saat ia bisa bernapas dengan bebas. Bisa merasakan tubuhnya baik-baik saja. Tidak ada tekanan berat di kepala, atau kunang-kunang saat ia membuka mata. Tidak ada beban yang menghimpit dadanya. Juga tenaganya yang masih terkumpul sempurna.

Hal sederhana yang membuat Rival semangat menjalani hari-harinya. Setidaknya ia tahu, untuk saat ini ia baik-baik saja.

"Selamat pagi, Bunda," sapa Rival manis lalu menarik salah satu kursi di meja makan dan duduk di sana.

Revin sudah mendahuluinya seperti biasa. Duduk manis dengan mata yang masih terfokus pada ponsel. Sedangkan bunda masih membantu Bik Sri menyiapkan sarapan. Sedangkan ayah? Pria itu tidak akan pulang sebelum bulan berganti.

"Bang, nanti gue balik sama Aldi aja ya?" ucap Rival sembari menarik segelas susu yang sudah bunda siapkan di depannya.

Revin menghentikan kegiatannya, menaruh ponsel di atas meja lalu menatap adiknya.

"Kenapa?"

"Mau main bentar, Bang," sahut Rival lalu mengigit roti dengan selai kacangnya.

Revin terdiam, kembali mengarahkan pandangan pada bunda yang kini sudah duduk di depan mereka.

"Main di rumah aja, Dek," ucap bunda lembut. "Ingat kata dokter Irwan, kan? Istirahat dulu, jangan kelayapan."

Rival menarik napasnya dalam, lalu ikut menatap ke arah bunda.

"Kata dokter Irwan, kan, istirahatnya seminggu, Bunda. Sekarang udah lebih. Boleh, ya, Bun? Sebentar aja kok."

"Mau ke mana, sih, Val ? Kumpul di rumah kayak biasa, kan, bisa." Revin masih menatap tajam pada adiknya, membuat Rival berdecak kesal.

"Bosen, Bang. Seminggu kemarin mereka udah main di sini terus. Lagi pula mau ke rumah singgah aja, nggak kemana-mana lagi gue."

Akhirnya Revin mengangguk. Menentang keputusan Rival adalah hal paling sia-sia. Anak itu tidak akan mau kalah. Ingat di atas batu masih ada kepala Rival.

Rival yang duduk di sebelah Revin kembali tersenyum menang, lalu mengalihkan pandangan pada bunda yang mulai menikmati sarapannya. "Boleh, kan, Bun?" tanyanya pelan.

"Iya, udah. Tapi harus jaga kondisi. Jangan kecapean, dan jangan pulang malam. Ok?!"

Rival megangguk cepat. Ia tahu kekhawatiran bunda. Apalagi seminggu yang lalu ia baru keluar dari rumah sakit.

"Nanti gue telpon Aldi," kata Revin yang kembali dibalas anggukan oleh Rival.

Menjadi Rival memang tidak mudah. Namun perhatian dari orang-orang disekitar membuat hidupnya jauh lebih mudah. Sakit itu membuat Rival menjadi kaca yang mudah pecah bila tak dijaga dengan baik.

Bahkan sejak kecil ia tak bisa sebebas teman-temannya. Dulu hari-harinya lebih banyak ia habiskan di rumah sakit, bukan bermain lari-larian bersama teman. Ya, terlalu banyak yang ia lewatkan begitu saja hanya untuk bertahan hingga esok hari.

Namun Rival tak pernah  menyerah. Ia selalu yakin bahwa hidup sudah diataur oleh Tuhan. Dan ia tahu, Tuhan pasti memberinya hidup lebih lama lagi untuk benar-benar merasakan bahagia.

🍃🍃🍃

"Ada tugas, ya?" tanya Rival yang kini sedang melangkah menuju bangkunya.

Saat baru memasuki kelas tadi, matanya langsung mengarah pada tiga orang yang sedang meringkuk mengerjakan tugas dimeja. Rival kira ia tak melewatkan sesuatu malam tadi, tapi ternyata ia kembali lupa dengan tugasnya. Semalam ia langsung tertidur setelah minum obat, dan baru tersadar dengan sempurna pagi tadi.

A Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang